Tolak Salaman, Wanita Muslim Swedia Tak Diterima Kerja

Ilustrasi wanita muslim di Prancis. foto: cnn

MUSTANIR.COM, Stockholm – Seorang wanita muslim yang kehilangan pekerjaan karena menolak berjabat tangan dengan pria di Swedia mendapat ganti rugi sebesar 40 ribu kronor atau setara dengan Rp63,7 juta.

Farah Alhajeh, 24 tahun, menjalani wawancara untuk mendapatkan pekerjaan sebagai penterjemah di Semantix, perusahaan peterjemahan di Uppsala, sebuah kota dekat Stockholm, Swedia pada Maret 2016.

Saat pewawancara memperkenalkan dia pada seorang pria eksekutif perusahaan, Alhajeh menolak menerima uluran tangannya. Dia meletakkan tangan kanannya ke dada, sambil menyatakan ajaran agamanya melarang dia berjabat tangan dengan pria yang bukan anggota keluargannya.

Geram dengan sikap Alhajeh, wawancara kerja dihentikan. Alhajeh pun kehilangan kesempatan bekerja di perusahaan itu.

“Saya menangis di elevator,” kata Alhajeh kepada saluran televisi berita Swedia, SVT seperti dilansir NPR, Kamis (16/8). “Itu belum pernah terjadi sebelumnya.”

Kepada New York Times, Alhajeh menyatakan perlakuan seperti itu tidak pernah dia dapatkan di Swedia sebelumnya. “Hal itu bisa diterima selama saya tidak menyakiti siapapun,” kata dia.

Semantix menyatakan mereka adalah pembela kesetaraan gender, dan tidak mungkin mempekerjakan seseorang yang menolak berjabat tangan karena berlainan jenis kelamin.

Pengadilan Tenaga Kerja Swedia mendukung Alhajeh. Pada Rabu (15/8), pengadilan memerintahkan Semantix membayar kompensasi sebesar 40 ribu kronor atau Rp63,7 juta kepada Alhajeh.

Pengadilan menyatakan perusahaan bertindak benar untuk menuntut kesetaraan gender, namun tidak boleh menegakkannya dengan memaksakan jabat tangan. “Hak Alhajeh untuk menolak atas dasar agama dilindungi Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia,” kata pengadilan.

Dalam pernyataannya, pengadilan tenaga kerja Swedia menyatakan Alhajeh mematuhi ajaran Islam yang melarang jaba tangan dengan lawan jenis kecuali anggota keluarga dekat.

Komisi Ombudsman Kesetaraan Swedia yang membela Alhajeh menyatakan kepada BBC bahwa keputusan tersebut benar-benar mempertimbangkan kepentingan perusahaan, hak individu atas tubuhnya, dan pentingnya negara untuk melindungi kebebasan beragama.

Bukan pertama kali agama dan norma budaya Eropa berbenturan dalam isu jabat tangan. Pada 2016, dua siswa muslim di Swiss menjadi pemberitaan karena menolak jabat tangan dengan guru mereka. Namun dalam kasus itu, pejabat pendidikan memutuskan bahwa adat Swiss melampaui keberatan alasan agama siswa dan memerintahkan mereka menjabat tangan gurunya.
(cnnindonesia.com/20/8/18)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories