57 Negara Islam dalam OKI Menganut Sistem Khilafah, Benarkah?

KTT OKI 13 di Istanbul | foto: fokusislam


MUSTANIR.COM, Ada argumen yang kontradiktif, jika Khilafah dipertanyakan orisinalitasnya sebagai ajaran Islam, mengapa harus mengatakan bahwa anggota OKI adalah Khilafah? Apakah ini sebetulnya adalah pengakuan tersembunyi, bahwa Khilafah memang ajaran Islam dan ajaran yang akan membawa kebaikan? OK, kita tidak bahas hal ini. Ini tema yang lain.

Benarkah OKI adalah Khilafah? Sepanjang yang saya tahu, tidak ada satu pun negara OKI yang secara formal mengaku sebagai Khilafah. Jika ada, saya yang awam ini mohon diberi tahu. Para pemimpinnya pun tidak mau disebut Khalifah. Bahkan, banyak para pemimpin negara OKI yang mengkriminalisasi ajaran Khilafah dan mempersekusi perjuangan Khilafah. Saya tidak akan memberikan contohnya, karena tanah tempat kita berpijak telah menjadi saksi bisu atasnya.

Memang ada satu dua orang atau tokoh yang terkadang menyebut sebagian negara OKI adalah Khilafah. Salah satunya adalah Prof Mahfudz. Tetapi ini pernyataan tidak resmi. Secara resmi, Indonesia menganut sistem republik. Oleh karena itu, banyak yang pasang badan siap mati demi melawan Khilafah di nusantara ini karena dianggap akan mengganti republik ini.

Toh, memang sah-sah saja mengklaim Indonesia sebagai Khilafah atau negara maju atau negara termakmur di dunia. Hal paling penting untuk diajukan atas klaim ini adalah: apa buktinya bahwa Indonesia adalah Khilafah atau negara maju atau negara paling makmur?

Jika Khilafah adalah pelaksanaan nilai keadilan, maka berdasarkan pernyataan Prof Mahfudz beberapa tahun sebelumnya, Indonesia tentu saja jauh dari klaim sebagai Khilafah, karena tidak adanya keadilan. Prof Mahfudz, menyatakan bahwa sistem politik politik di Indonesia semakin mahal, elite juga semakin jelek karena sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Kemudian beliau mengatakan sendiri: “Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa jadi iblis juga”. (republika.co.id/7/10/2013)

Sekali lagi beliau mengatakan bahwa korupsi ini sitemik, bukan sekedar faktor individu.

Lebih-lebih lagi jika kita merujuk kepada pilar suatu sistem dikatakan Khilafah, maka semua anggota OKI sekarang tidak ada yang sesuai dengan kriteria Khilafah. Misalnya Syeikh Mahmud Abdul Majid Al-Khalidi dalam kitab Qawa’id Nizham al-Hukm fî al-Islam bahwa dalam sistem Khilafah paling tidak terdapat empat pilar, yaitu: 1. Kedaulatan berada di tangan Allah swt 2. Kekuasaan berada di tangan umat 3. Adanya satu orang Khalifah di seluruh dunia adalah kewajiban 4. Khalifah adalah yang memiliki wewenang mengadopsi dan menetapkan suatu undang-undang atau peraturan.

Dalam hal ini, saya tidak keberatan jika dikatakan jika kriteria itu adalah ijtihad ulama’. Tetapi, berpatokan pada kriteria yang dibuat oleh ulama tentu lebih akademis, daripada berpatokan pada sesuatu yang tidak ada kriterianya. Mengatakan bahwa Indonesia saat ini adalah termasuk Khilafah, merupakan pernyataan tanpa kriteria.

Sementara mengatakan bahwa Indonesia saat ini belum menganut sistem Khilafah, kriterianya sangat jelas. Pilar pertama dari 4 pilar tersebut sangat tidak terpenuhi oleh Indonesia. Di Indonesia yang menganut sistem demokrasi, yang berdaulat adalah rakyat. Sementara menurut Syeikh Al-Khalidi, pilar pertama dari sistem Khilafah adalah kedaulatan di tangan Allah swt, atau dengan bahasa yang lebih sederhana sumber hukum negara dalah al-qur’an dan al-hadits atau yang ditunjukkan oleh keduanya (ijma’ sahahabat dan qiyas syar’i).

Di Indonesia, pelaksanaan beberapa hukum Islam memang tidak dilarang, seperti sholat, zakat dan lain sebagainya. Tetapi beberapa hukum syariah yang lain dilarang. Yang paling sederhana adalah hukum potong tangan bagi pencuri. Ini menunjukkan bahwa kedaulatan bukan di tangan Allah dan secara otomatis (menuru kriteria yang dibuat oleh ulama) mengeluarkan Indonesai untuk layak disebut Khilafah.

Kemudian tentang Arab Saudi, yang disebut oleh Prof Mahfudz sebagai model Khilafah yang berbeda. Beliau mengatakan: “Jadi jangan berpikir mau mengganti sistem yang radikal karena tidak ada di dalam Al-quran dan hadis sistem yang betul-betul menurut Islam seperti apa? Tidak ada. Arab Saudi yang dikatakan negara Islam di sana banyak korupsi juga sehingga sekarang terjadi pemecatan-pemecatan di kalangan elite, katanya Islam itu Khilafah.” (detik.com/7/12/2017)

Pertanyaan kritis layak diajukan di sini, benarkah Arab Saudi itu Khilafah?

Jika dikaji secara obyektif, Arab Saudi itu bukan Khilafah dan tak sudi disebut Khilafah. Arab Saudi menganut sistem kerajaan atau monarki yang disebut “Kerajaan Arab Saudi” atau “Al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Sa’ūdiyah” atau “Kingdom of Saudi Arabia (KSA)”. Sehingga terjadinya korupsi di Arab Saudi tidak bisa dijadikan argumentasi untuk mengkriminalisasi ajaran Khilafah. Memang diakui, beberapa hukum Islam diterapkan di sana, meski tidak secara kaffah. Sistem ribawi juga dilegalisasi di KSA.

Bahkan dari beberapa sumber sejarah menyatakan bahwa berdirinya Kerajaan Saudi Arabia adalah akibat “pemberontakan” terhadap Kekhalifahan Islam Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang bawahan Jenderal Allenby (Craig Unger, Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006). Sama seperti di Indonesia, Arab Saudi juga sangat muak dengan ajaran Khilafah. Oleh karena itu, mengatakan Arab Saudi sebagai Khilafah, mungkin akan membuat marah raja di sana.

Wallahu a’lam bish showab.

Oleh: Ustadz Choirul Anam

Sumber: facebook

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories