Aktivitas Politik Dakwah Rasulullah SAW
Oleh: M. Taufik N.T
Dengan pengamatan yang jernih terhadap sirah Rasulullah, akan didapatkan bahwa Rasulullah SAW telah menjalankan da’wah melalui tiga tahapan berturut-turut. Tahapan pertama, adalah tahap pembinaan dan pengkaderan, yakni pembinaan pemikiran dan ruh.Tahap kedua , adalah tahap penyebaran da’wah ke masyarakat secara terang-terangan dan melakukan upaya perjuangan membentuk sistem masyarakat. Tahap ketiga adalah tahap diraihnya kekuasaan untuk menerapkan sistem Islam. Tulisan ini hanya akan membahas tahap kedua.
Tahap Interaksi Dengan Masyarakat dan Perjuangan (Marhalah Tafaa’ul wal Kifâh)
Marhalah ini merupakan bentuk dari da’wah zhahriyah, karena Rasul dan para sahabatnya melakukan da’wah secara terbuka kepada seluruh masyarakat jazirah Arab. Tahapan ini penuh dengan rintangan dan perjuangan setelah Rasulullah dan para sahabatnya mendapat perintah dari Allah SWT, sebagaimana ayat:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Maka sampaikanlah secara terang-terangan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang kafir” (QS. Al-Hijr: 94)
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkan dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang yang beriman” (QS. As-Syu’araa: 214-215)
Da’wah pada marhalah ini segera mendapatkan reaksi keras dari kaum musyrikin. Siksaan dan penganiyayaan datang bertubi-tubi. Pengikut Muhammad SAW mulai diuji keimanannya, sampai sejauh mana kualitas iman mereka.
Rasulullah sendiri ketika sedang sholat di depan Ka’bah didatangi oleh Uqbah bin Mui’th dan mencekik leher beliau, sampai kemudian datang Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. melerainya sambil berkata:
أَتَقْتُلُونَ رَجُلاً أَنْ يَقُولَ رَبِّىَ اللَّهُ . وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ
“Apakah engkau hendak membunuh orang karena ia berkata bahwa Allah Tuhanku. Dan sesungguhnya telah datang keterangan yang nyata dari Tuhan kalian” (HR. Bukhari)
Para sahabat Rasulullah mendapat penganiyayaan bermacam-macam sehingga datanglah Khabbab bin al Art menghadap Rasul SAW dan berkata:
أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلاَ تَدْعُو اللَّهَ لَنَا قَالَ « كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِى الأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ ، فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ ، فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ ، وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ ، مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ ، وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ ، وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ ، لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللَّهَ أَوِ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ ، وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ
“Tidakkah baginda memohon pertolongan buat kami?. Tidakkah baginda berdo’a memohon kepada Allah untuk kami?”. Beliau bersabda: “Ada seorang laki-laki dari ummat sebelum kalian, lantas digalikan lubang untuknya dan ia diletakkan di dalamnya, lalu diambil gergaji, kemudian diletakkan gergaji itu di kepalanya lalu dia dibelah menjadi dua bagian namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Tulang dan urat di bawah dagingnya disisir dengan sisir besi namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, sungguh urusan (Islam) ini akan sempurna hingga ada seorang yang mengendarai kuda berjalan dari Shana’a menuju Hadlramaut tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah atau (tidak ada) kekhawatiran kepada serigala atas kambingnya. Akan tetapi kalian sangat tergesa-gesa”.[HR. Bukhary, no 3343]
Dalam marhalah ini Rasulullah saw melakukan berbagai aktivitas berikut:
a. Pergolakan Pemikiran
Banyak sekali nash-nash Al Qur’an maupun perbuatan Nabi yang menunjukkan adanya pergolakan pemikiran (shira’ul fikriy) untuk menentang aqidah, ideologi, peraturan dan ide-ide keliru dan pemahaman yang rancu untuk menyelamatkan masyarakat dari ide-ide tersebut, serta dari pengaruh dan dampak buruknya. Diantaranya, Rasulullah saw menyampaikan firman Allah swt:
إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ
Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam (QS. aI-Anbiya[21]:98).
إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لاَ يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS. Al Hajj[22]: 73)
Terhadap orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan Rasul menyampaikan :
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (QS Al Muthaffifîn[83] : 1).
b. Aktivitas Politik
Secara umum, politik (as siyâsah) adalah memelihara urusan umat. Sedangkan politik Islam berarti memelihara dan mengatur urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam. Dengan menelaah kehidupan Rasul saw dan ayat-ayat Al Quran dapat dilihat bahwa aktivitas dakwah beliau merupakan aktivitas yang bersifat politik, yakni beliau saw selalu memperhatikan dan memelihara urusan masyarakat dengan sudut pandang apa-apa yang diturunkan Allah swt. Diantara aktivitas politik yang beliau dan sahabatnya lakukan adalah:
a. Mendidik masyarakat dengan tsaqofah Islam supaya mereka dapat menyatu dengan Islam, dan menjadikan Islam sebagai standar dalam menyikapi persoalan masyarakat.
b. Pergolakan pemikiran, yakni dengan menentang dan menjelaskan setiap pemikiran dan sistem kufur, aqidah yang rusak, dan pemahaman yang sesat serta menjelaskan pandangan Islam dalam masalah tersebut.
c. Penentangan terhadap penguasa yang menerapkan hukum kufur dan membongkar makar mereka. Para pemimpin Quraisy satu persatu dilucuti jati diri mereka oleh Al Qur’an. Tentang Abu Lahab, Allah SWT berfirman:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Binasalah kedua tangan Abi Lahab… (QS al-Lahab [111]: 1).
Tentang penguasa Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah SWT berfirman:
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا وَجَعَلْتُ لَهُ مَالاً مَمْدُودًا
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak. (QS aI-Muddattsir [74]: 11-12).
Terhadap Abu Jahal, Allah SWT berfirman:
كَلاَ لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, yaitu ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka(QS al‘AIaq [96]: 15-16).
Berdasarkan hal ini dalam konteks kekinian, aktivitas politik yang dilakukan dalam upaya penerapan syariat Islam adalah dengan membongkar rencana jahat negara-negara besar yang mendominasi negeri-negeri Islam untuk membebaskan umat dari belenggu penjajahan serta mencabut akar-akarnya baik di bidang pemikiran, kebudayaan, politik, maupun militer sekaligus mencabut perundang-undangan mereka dari negeri-negeri kaum muslimin. Juga, melakukan koreksi terhadap penguasa dengan mengungkap pengkhianatan mereka terhadap umat dan persekongkolan mereka dengan negara-negara penjajah dan melancarkan kritik dan kontrol kepada mereka.
Untuk melakukan aktivitas politik dengan benar, harus dipenuhi keempat syarat berikut[1]:
1. Melakukan monitoring peristiwa/berita/informasi-informasi politik. Kalau Rasulullah saja senantiasa memonitor berita, bahkan menugaskan sahabat untuk mencari berita (semisal Hudzaifah bin Al Yaman), padahal malaikat Jibril biasa memberi informasi kepada beliau tentang makar orang – orang kafir, maka kaum muslimin sekarang hendaknya lebih lagi dalam upaya ini, sehingga makar musuh-musuh Islam bisa terdeteksi lebih awal.
2. Menguraikan merinci dan dan mengkaji peristiwa/berita/informasi-informasi politik yang dia monitoring.
3. Memberikan pendapatnya berkaitan dengan peristiwa/berita/informasi-informasi politik tersebut kepada manusia. Adalah tidak berguna memonitor berita namun tanpa melakukan rincian dan kajian terhadap berita tersebut, atau memonitor dan mengkajinya namun tidak memberikan pendapat/sikapnya terhadap berita tersebut.
4. Haruslah pendapatnya bersumber dari sudut pandang khusus yang berkaitan dengan pandangan hidup, yang dalam hal politik Islam, maka semua pendapatnya bersumber dari ‘aqidah Islam.
c. Meraih Kekuasaan lewat Thalabun Nushroh
Sesungguhnya Islam tidak akan tegak dengan sempurna jika tidak diterapkan oleh negara, hal ini disebabkan banyak perintah syara’ yang memang tidak boleh diterapkan melainkan hanya oleh negara, semisal hukum-hukum tentang pidana, hubungan luar negeri, sebagian hukum ekonomi, dll. Imam Qurthubi berkata :
“Para fuqaha(ahli fiqh) telah sepakat bahwa siapapun tidak berhak menghukum para pelaku pelanggaran syara’ tanpa seijin penguasa/khalifah, dan tidak boleh suatu masyarakat saling mengadili sesamanya, tetapi yang berhak adalah sulthan/khalifah”[2]
Oleh sebab itu keberadaan negara, khilafah, yang menerapkan Islam adalah wajib. Imam an Nawawi (wafat 676 H) dalam Syarh Shahih Muslim (12/205) menulis :
وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة ووجوبه بالشرع لا بالعقل
Dan mereka (kaum muslimin) sepakat bahwa sesungguhnya wajib bagi kaum muslimin mengangkat Kholifah, dan kewajiban (mengangkat khalifah ini) ditetapkan dengan syara’ bukan dengan akal. (lihat juga ‘Aunul Ma’bud, 6/414, Tuhfatul Ahwadzi, 6/397).
Rasulullah saw telah memberikan kepada kita seluruh langkah yang memungkinkan untuk mencapai jenjang kekuasaan/pemerintahan. Setiap orang yang menghendaki upaya penerapan sistem hukum Islam secara total wajib memahami dan mengambil langkah-langkah Rasulullah saw ini. Langkah yang beliau lakukan yakni dengan meminta dukungan/pertolongan kabilah kuat yang punya kemampuan untuk melindungi dakwah. Beliau pergi ke kota Thaif, untuk meminta pertolongan dan perlindungan mereka kepada Islam, namun mereka menolak. Beliau juga meminta pertolongan kepada sekelompok orang dari kabilah Kilab, yang juga merupakan jamaah/kelompok yang kuat. Demikian pula dengan Bani Hanifah. Beliau juga minta pertolongan pada Suwaid bin Shamit, yang merupakan tokoh terhormat dari kaumnya. Rasulullah saw juga menawarkan dirinya kepada Bani ‘Amr bin Sha’sha’ah untuk melindunginya dan berdiri di pihak beliau dalam menghadapi kafir Quraisy serta membawa beliau ke kampung halaman mereka. Firas bin Abdullah dari Bani ‘Amr menjawab:
أَرَأَيْتَ إنْ نَحْنُ بَايَعْنَاك عَلَى أَمْرِك، ثُمّ أَظْهَرَك اللّهُ عَلَى مَنْ خَالَفَك، أَيَكُونُ لَنَا الأَمْرُ مِنْ بَعْدِك ؟ قَالَ الأَمْرُ إلَى اللّهِ يَضَعُهُ حَيْثُ يَشَاءُ قَالَ فَقَالَ لَهُ أَفَتُهْدَفُ نَحُورُنَا لِلْعَرَبِ دُونَك، فَإِذَا أَظْهَرَك اللّهُ كَانَ الْأَمْرُ لِغَيْرِنَا لاَ حَاجَةَ لَنَا بِأَمْرِك
“bagaimana pendapatmu jika kami membai’at engkau atas perkara (kekuasaan) engkau, kemudian Allah memenangkan engkau atas orang yang menyelisihi engkau, apakah perkara (kekuasaan) itu menjadi milik kami sepeninggal engkau nanti? Rasul menjawab:perkara (kekuasaan) itu (urusannya) kembali kepada Allah, Dia memberikannya kepada yang dikehendaki-Nya. Maka dia menjawab:apakah engkau mau menjadikan kami berhadapan dengan bangsa Arab karena (membela) engkau, lalu jika Allah memenangkan engkau (lantas) perkara (kekuasaan) untuk selain kami, tidak ada perlunya urusan engkau bagi kami. [3]
Ini menunjukkan bahwa Rasul saw berusaha meraih kekuasaan, namun kekuasaan dalam rangka menegakkan Islam, bukan kekuasaan dalam rangka mendapatkan kemewahan dan kelezatan dunia, buktinya, Rasul saw menolak setiap syarat yang bertentangan dengan Islam. Lebih jelas tentang hal ini adalah riwayat Asy Sya’bi, bahwa pada saat itu As’ad bin Zararah bertindak sebagai pemimpin suku Khazraj berkata kepada Rasulallah saw:
ودعوتنا ونحن جماعة في دار عز ومنعة لا يطمع فيها أحد أن يرأس علينا رجل من غيرنا قد أفرده قومه وأسلمه أعمامه وتلك رتبة صعبة فأجبناك إلى ذلك
“…Engkau telah meminta kepada kami (untuk menyerahkan kekuasaan milik kami). Sedangkan kami adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup di negeri yang mulia dan kuat, yang tidak ada seorangpun rela dipimpin oleh orang dari luar suku kami, yang telah diasingkan kaumnya dan paman-pamannya tidak memberikan perlindungan kepadanya, (terus terang) permintaan tersebut adalah suatu hal yang sukar sekali, (namun) kami (telah bersepakat untuk) memenuhi permintaanmu itu…“[4]
Dengan demikian upaya meminta pertolongan untuk menjaga Islam yang beliau lakukan secara terus menerus telah berhasil memperoleh perlindungan dari perorangan dan penduduk Khazraj dan Aus yang berasal dari kota Madinah.
[1] Disarikan dari kitab Afkar Siyasiyyah, hal. 22
[2] Tafsir Qurthubi, jilid II hal 237, lihat juga Ali Ash Shabuni, Tafsir Ayatul Ahkam, jld II h.32
[3] lbnu Hisyam, Sirah Nabawiyyah, juz 1 hal 424 , Maktabah Syâmilah
[4] Abu Nu’aim Al Ashbahani, Dalailun Nubuwah, juz 1 hal 264, Maktabah Syâmilah