Agar Dakwah Dapat Membawa Perubahan
Oleh: M. Taufik N.T
قال الشيخ احمد عيد عطيات: ”…ان الانسان لا يفكر بالتغيير الا اذا ادرك ان هناك واقعا فاسدا او سيئا او اقل جودة مما ينبغي, وحتى يحصل هنا الادراك فلا بد من الاحساس بفساد الواقع“ (أحمد عطيات, الطريق, 21)
Asy-syeikh Ahmad Aid ‘Athiyyah berkata:
“sesungguhnya manusia tidak (akan) berfikir tentang perubahan kecuali jika dia memahami bahwa disana (di dalam kehidupannya) terdapat realitas yang fasid, atau buruk atau paling tidak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Untuk didapatkan pemahaman tersebut (disini) maka adalah suatu keharusan adanya ihsas atas realitas yang fasid tersebut” (Ahmad Athiyyat, Ath-thariq: dirasatun fikriyyatun fii kayfiyyah al-amal litaghyiri waqi’ al-ummah wa inhadhiha, hal 21)
Asy-syeikh Ahmad Aid ‘Athiyyah melanjutkan:
إِلاَّ أَنَّ مُجَرَّدَ الْوَعْيِ عَلَى اْلفَسَادِ أَوِ اْلوَاقِعِ الْفَاسِدِ لاَ يَكْفِي لِلْعَمَلِ مِنْ أَجْلِ التَّغْيِيْرِ بَلْ لاَ بُدَّ – بِاْلإِضَافَةِ اِلَى ذَلِكَ- مِنَ اْلوَعْيِ عَلىَ الْوَاقِعِ الْبَدِيْلِ لِلْوَاقِعِ الْفَاسِدِ
“Hanya saja, sekedar sadar terhadap kerusakan atau realitas rusak tidaklah mencukupi untuk melakukan perubahan; akan tetapi –disamping hal itu (kesadaran terhadap realitas rusak)— harus ada kesadaran terhadap realitas pengganti untuk (menggantikan) realitas yang rusak”.
Oleh karena itu, aktivitas dakwah untuk mengembalikan kemulian umat Islam haruslah ditempuh dengan menyadarkan umat akan rusaknya sistem kehidupan yang diterapkan atas diri mereka, dibarengi dengan menancapkan kesadaran bahwa mereka selayaknya hanya hidup dibawah sistem Islam, dan pemahaman tentang bagaimana konsep Islam mengatur hidup mereka.
Dua hal inilah, yakni membongkar keburukan sistem yang ada dan menjelaskan kebaikan sistem Islam, yang telah dilakukan Rasulullah saw dan seharusnya kita lakukan untuk menjemput janji Allah swt. Dakwah seperti ini, terutama membongkar keburukan, memang bukanlah dakwah yang manis dan mudah. Akibat dakwah seperti inilah Rasulullah yang semula dihormati, bahkan dijadikan rujukan masyarakat saat itu akhirnya dimusuhi, hal ini bisa kita lihat dari pernyataan para pembesar Quraisy yang merasa keburukannya di bongkar oleh Rasulullah saw, mereka melobi Abu Thalib untuk membujuk Rasulullah agar mengubah dakwahnya:
يا أبا طالب إن لك سنا وشرفا ومنزلة فينا وإنا قد استنهيناك من ابن أخيك فلم تنهه عنا وإنا والله لا نصبر على هذا من شتم آباءنا وتسفيه أحلامنا وعيب آلهتنا
Wahai Abu Thalib sesungguhnya engkau memiliki kemuliaan dan kedudukan ditengah kami, dan kami telah minta engkau agar mencegah keponakanmu maka engkau tidak mencegahnya, dan kami, demi Allah, tidak dapat bersabar atas hal ini, dari caciannya atas bapak-bapak kami, dan membodohkan akal kami dan mengejek tuhan-tuhan kami… [Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyyah, 2/100, Maktabah Syâmilah].