Bagaimana Injil Berbicara Tentang Perempuan?
Bagaimana Injil Berbicara Tentang Perempuan?
Oleh Irena Handono, Pakar Kristologi
Mustanir.com – Beberapa bulan lalu topik tentang perempuan marak dibahas di negeri ini. Namun selalu ujung-ujungnya adalah agenda-agenda kaum feminis yang diangkat di publik dan disosialisasikan. Seolah April menjadi momen spesial ajang kampanye kaum feminis.
Namun di sisi lain alhamdulillah, umat Islam semakin paham bahwa ide-ide feminisme bukannya membawa kaum perempuan menjadi makin cerdas, sejahtera, bermartabat dan nyaman. Tapi justru menjerumuskan kaum perempuan pada kehinaan.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan manusia di dunia memuat aturan-aturan yang memuliakan perempuan. Dan terbukti ketika syariat Islam diterapkan, maka yang terwujud adalah kesejahteraan.
Namun bagaimana tuntunan agama lain mengenai perempuan? Apakah agama lain juga bermaksud untuk memuliakan perempuan sebagaimana dalam Islam?
Bagaimana Bibel berbicara tentang perempuan?
Dalam Bibel, Perjanjian Baru, Timotius 2 :14-15 dikatakan demikian, “Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan”.
Dalam ayat Bibel di atas, wanita disalahkan sebagai biang dosa yang menyebabkan Nabi Adam as turun ke bumi. Kisah tentang Hawa yang memberikan buah terlarang pada Adam (Kejadian 3 :1-19), sehingga Hawa mendapatkan laknat abadi karena mewariskan dosa.
Ajaran-ajaran seperti itulah yang akhirnya menyebabkan Kristen mengganggap perempuan sumber kejahatan dan tipu daya.
Lebih lanjut filosof Barat, Christome menjelaskan : “Perempuan adalah keburukan yang pasti, tipu daya alam dan bencana yang tak terelakkan, bahaya dalam rumah, fitnah yang merusak da ia jahat berlumur darah”. (Well Doran : The History of Civilisation, jilid 16)
Bahkan ada pemikiran, Hawa bukanlah manusia. Dalam sebuah buku, seorang pendeta pernah mengatakan demikian, ”Perempuan tidak ada ikatan atau hubungan spesies manusia”. Wester Mark: The History of Marriage.
Hal senada juga disebutkan dalam sebuah Ensiklopedia, kutipan sebuah hasil rapat dua konferensi kegerejaan mengenai perempuan yang dilaksanakan di Roma tahun 582 M mengeluarkan komunike: ”Perempuan adalah mahluk yang tidak mempunyai jiwa dan oleh sebab itu selamanya tidak akan menikmati taman Firdaus dan tidak masuk kerajaan langit. Perempuan adalah kekejian perbuatan setan, tidak ada hak bicara dan tertawa dan tidak boleh memakan daging, bahkan setinggi-tingginya hak dia adalah menghabiskan semua kesempatan untuk melayani laki-laki tuannya, atau menyembah Tuhan Allah”. (Encyclopedie La Rousse, kata Femme)
Perempuan lebih rendah dari laki-laki, dan di bawah kekuasaan laki-laki, dan boleh diceraikan kapan saja (Ulangan 24 : 1-4)
Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. (I Timotius 2 : 11-12)
Demikian buruknya pandangan gereja terhadap perempuan, sehingga kondisi perempuan terus berjalan dari yang buruk kepada yang lebih buruk hingga abad ke-17 M. Ketika itu perempuan berada pada level perbudakan dan kehinaan yang paling rendah.
Di Inggris ada undang-undang yang memperbolehkan laki-laki menjual istri-istrinya seharga 6 pounsterling. Sekitar tahun 1790, harganya menjadi 2 sen. (Abbas Akkad : Al-mar’ah fil al-Qur’an, hal.192.)
Sehingga kemudian muncullah feminisme. Gerakan ini muncul pada 1785 berawal dari perkumpulan terpelajar kalangan bangsawan di Middleburg-Belanda. Dari Belanda gerakan ini menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika, dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu & Marquis de Condorcet.
Sejatinya, gerakan feminisme muncul sebagai akibat ketidakpuasan perempuan terhadap hukum-hukum Bibel, sebagai bentuk protes terhadap norma-norma sosial saat itu, norma-norma yang didominasi oleh gereja pada abad 18, yang menindas perempuan.
Islam Pembebas Perempuan
Islam justru datang membebaskan perempuan. Islam hadir sebagai ideologi pembaharuan terhadap budaya-budaya, terhadap doktrin-doktrin gereja yang menindas perempuan dan kemudian mengubah status perempuan secara drastis. Tidak lagi sebagai second creation (mahluk kedua setelah laki-laki) atau penyebab dosa. Justru Islam mengangkat derajat perempuan sebagai sesama hamba Allah seperti halnya laki-laki.
Jika feminisme adalah gerakan protes terhadap gereja dan Bibel, maka Islam adalah ideologi yang justru menjawab protes tersebut. Maka, jika saat ini umat Islam masih ada yang ikut-ikutan latah mengampanyekan ide-ide feminisme, maka sungguh, dia adalah Muslim yang buta dengan ajaran-ajaran Islam![]