Pilkada serentak Mahal dan Rentan Konflik
Pilkada serentak Mahal dan Rentan Konflik
Mustanir.com – Wakil Ketua DPR Fadli Zon melihat banyak kelemahan dalam penyelenggaraan pilkada serentak 9 Desember nanti. Termasuk biaya penyelenggaraan yang tinggi dan potensi terjadi konflik horizontal serta maraknya money politic.
“Persentase biaya penyelenggaraan Pilkada mencapai 0,5 hingga 5 persen dari total jumlah APBD dalam sebuah event Pilkada mencakup pembiayaan pada KPU, Bawaslu, TNI-Polri, pengamanan Linmas, hingga anggaran monitoring oleh Kesbangpol,” kata Fadli dalam Diskusi Pilkada Watch di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/10).
Di sisi lain, Fadli menjelaskan, ada politik biaya tinggi dalam Pilkada serentak. Meski dia mengakui bahwa demokrasi memang butuh cost, namun bukan berarti harus high cost. Padahal awalnya semangat menjadikan pilkada serentak itu agar menghemat biaya.
“Pengalaman Pilkada langsung menghadirkan satu potret yang menyuburkan praktik politik biaya tinggi. Mulai dari biaya kampanye untuk tingkatkan popularitas, biaya menggerakkan mesin partai politik, biaya pengawalan suara oleh saksi di TPS, hingga biaya penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi,” terangnya.
Terkait dengan peningkatan eskalasi konflik horizontal di daerah, Fadli menjelaskan, Kemendagri mencatat bahwa sejak 5 Juni 2005 pertama kali Pilkada langsung diselenggarakan, kurang lebih terjadi 25 kerusuhan di 10 provinsi. Kemudian dalam aksi kekerasan akibat Pilkada langsung telah menewaskan 59 orang dan mencederai 230 orang. Kerusakan fisik pun terjadi pada 279 rumah tinggal, 30 kantor pemerintah daerah dan 10 kantor KPU daerah.
“Sentimen primordial ditambah dengan tingkat pendidikan yang belum merata menjadi bahan bakar bagi aksi provokasi yang sangat rentan berubah menjadi bentrokan fisik,” tuturnya.
Politikus Gerindra ini juga mengakui bahwa proses Pilkada memiliki rangkaian yang bisa sangat panjang. Apalagi ketika harus masuk ke dalam putaran II dan Pilkada ulang. Partisipasi terendah pernah terjadi pada Pilkada bupati Bondowoso 2013 di mana tingkat partisipasi hanya 43,21 persen.
“Beberapa catatan lain bisa ditelaah misalnya fenomena maraknya gugatan pasca Pilkada, disharmoni antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta maraknya politik uang,” pungkasnya. (mdk/adj)
Komentar Mustanir.com
Pemilu dalam demokrasi memang mahal dan tidak menghasilkan apa-apa kecuali para tersangka kasus korupsi. Setiap pilkada, baik yang serentak ataupun tidak serentak, sarat dengan money-politic. Money-politic akan tetap ada pada pemilu selama demokrasi menjadi sistem politik negeri ini.
Negeri ini perlu sistem politik baru yang lebih baik dan bersih, serta lebih terjamin kualitasnya, yakni yang telah terbukti membawa kehidupan masyarakatnya kepada kesejahteraan dan kemakmuran. Yakni sistem politik Islam.