Bahagianya Orang Yang Ikhlas
Bahagianya Orang Yang Ikhlas
Oleh Ustadz Firanda Andirja
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Alhamdulillāh washshalātu wassalāmu ’ala Rasūlillāh.
Sesungguhnya orang yang paling berbahagia adalah orang yang paling ikhlash. Semakin dia meningkatkan keikhlasannya maka dia akan semakin berbahagia.
Bagaimana dia tidak berbahagia?
Allāh Subhānahu wa Ta’ālā mengetahui kebaikannya, Allah mengetahui amalannya dan dia menyerahkan ibadahnya semata-mata hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Seseorang di atas muka bumi ini bahagia kalau dia bisa dikenal oleh orang yang mulia, dikenal oleh pejabat. Apalagi dia dikenal oleh misalnya bupati, apalagi dikenal oleh presiden misalnya. Dia bahagia, presiden mengenalnya.
Lantas bagaimana jika yang mengenalnya adalah Rabbul ‘ālamīn, Pencipta dan Penguasa alam semesta ini? Yang jika menghendaki sesuatu hanya mengatakan, “Kun, fayakun”.
Orang yang ikhlash adalah orang yang paling bahagia .
Suatu saat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah berkata kepada Ubay bin Ka’ab, Abu Mundzir radhiallāhu ‘anhu, kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
يَا أُبَيٍّ إِنَّ الله أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ القرآن
“Wahai Ubay, sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’ālā memerintahkan aku untuk membacakan Al Qur’an kepadamu.”
Maka Ubay berkata:
هَلْ سَمَّانِي لك
“Rasūlullāh, apakah Allah menyebutkan namaku kepadamu?”
Kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
سَمَّاكَ لي
“Ya, Allāh Subhānahu wa Ta’ālā telah menyebut namamu dihadapanku.”
فَجَعَلَ أُبَيٌّ يَبْكِي
Maka Ubay bin Ka’ab pun menangis.
Kenapa? Ubay menangis karena sangat gembira.
Allāh Subhānahu wa Ta’ālā mengenalnya, Allah menyebut namanya.
Orang yang ikhlash, dia tahu bahwasannya Allāh mengetahui amal ibadahnya. Meskipun mungkin orang lain tidak ada yang melihatnya.
Mungkin orang lain tidak mempedulikannya, mungkin orang lain merendahkannya, tapi dia tahu dan yakin, bahwasannya apa yang dia lakukan, kebaikan yang dia lakukan diketahui oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullāh dalam kitabnya “Al Wasaail Al Mufidah Lil Hayati Sa’iidah” (Kiat-kiat Untuk Meraih Kabahagiaan), beliau menyebutkan:
“Di antara hal yang bisa mendatangkan kebahagian yaitu seseorang tatkala sedang berbuat baik kepada orang lain, jangan dia menganggap sedang bermuamalah dengan orang tersebut, tetapi sedang bermuamalah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā”.
Tatkala dia memberikan sumbangan kepada orang lain, tatkala dia memberikan bantuan uang kepada orang lain, dia ingat bahwasannya sekarang ini sedang bermuamalah dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, Allāh sedang melihat dia memberi sumbangan.
Muamalah dia bukan dengan orang yang dia bantu, tapi muamalah dia dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Sehingga jika perkaranya demikian, yang dia harapkan hanyalah pujian Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, yang dia harapkan Allāh mengetahui siapa dirinya.
Semakin dia ikhlash, semakin tidak ada orang yang mengetahui amalannya, Allāh akan semakin mengetahui dia, Allāh akan semakin mengenalnya, Allāh akan semakin mencintainya.
Oleh karenanya dia tidak peduli dengan komentar orang-orang yang dia bantu, dia tidak perlu dengan komentar orang lain.
Dan syi’arnya sebagaimana orang-orang yang bertakwa yang Allāh sebutkan dalam Al Qur’an:
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Kami memberi makan kepada kalian karena Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, muamalah kami dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, bukan dengan kalian. Kami tidak butuh dari kalian terima kasih dan kami tidak butuh dari kalian balasan.” (QS: Al-Insaan: 9)
Inilah orang yang paling ikhlash, orang yang paling bahagia.
Adapun orang yang tidak ikhlash, dia senantiasa sibuk mendengar komentar orang lain tentang bagaimana amalan dia. Apakah dia dipuji, apakah dia dicela.
Tapi orang ikhlash, dia tidak peduli dengan perkataan orang lain, yang penting dia baik di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Dia tahu bahwasanya pujian manusia tidak akan meninggikan derajatnya dan dia tahu bahwa celaan manusia pun tidak akan merendahkan derajatnya, yang penting dia baik di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Benar-benar konsentrasi dia, bawasannya dia bermuamalah dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Karenanya, para pemirsa yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, diantara 7 golongan yang akan Allāh naungi pada dihari kiamat kelak, ada dua orang yang ikhlas yang Allāh menyebutkan atau Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam sebutkan tentang ciri khusus mereka itu ikhlas.
#1. Yang pertama, kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِ يَمِينِهِ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
“Seseorang yang dia berinfaq dengan tangan kanannya kemudian dia sembunyikan sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan olah tangan kanannya”.
Dia bahagia tatkala dia tahu bahwasanya hanya Allāh yang mengetahui amalan dia. Dia tidak perdulikan komentar orang lain, bahkan dia sengaja menyembunyikan amalannya, agar yang mengetahui hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’ālā. Dia tidak butuh pujian orang lain.
#2. Yang kedua, kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diantaranya.
رَجُلٌ ذَكَرَ الله خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Seseorang yang tatkala dia mengingat Allāh dalam bersendirian, maka kemudian matanya mengalirkan air mata”
Orang ini, dia bersendirian dan dia begitu merasakan kelezatan tatkala mengingat Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, tatkala mengagungkan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Dia seakan-akan sedang berbicara langsung dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, sehingga diapun menangis meskipun tidak ada yang melihat dia, mengeluarkan air mata kebahagiaan.
Kenapa?
Allāh mengetahui tangisan dia, Allāh mengetahui dia mengagungkan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Bahkan diantara tafsiran para ulama: “Demikian pula seseorang yang tatkala dihadapan orang banyak, namun saking ikhlasnya, dia bisa mengkondisikan dirinya seakan-akan dia sedang sendirian.
Kenapa? Karena dia tidak mempedulikan komentar orang lain.
Sehingga dia tetap menangis meskipun dihadapan banyak orang. Dia yakin sedang bermuamalah dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā. Sehingga meskipun dihadapan banyak orang, dia tetap menangis karena mengagungkan keagungan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Para pamirsa yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, anda akan bahagia jika anda mengikhlashkan amalan ibadah anda hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Adapun jika anda kemudian sibuk dengan komentar orang lain, sibuk dengan pujian orang lain atau sibuk dengan cercaan orang lain terhadap anda, maka anda tidak akan pernah bahagia.
Karena tidak mungkin ada seorangpun yang akan dipuji oleh semua orang, tidak mungkin, mustahil.
Betapapun baiknya anda, pasti ada yang memuji dan pasti ada yang mencela.
Kalau Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, Rabbul ‘ālamīn, Pencipta alam semesta ini tidak selamat dari celaan ciptaan-Nya, ciptaan makhluknya, seperti orang-orang yahudi mengatakan bahwasanya,
يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ
“Tangan Allāh terbelenggu,”
Mereka mengatakan:
إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
“Sesungguhnya Allāh miskin dan kamilah yang kaya.”
Allāh Subhānahu wa Ta’ālā tidak selamat dari cercaan makhluknya.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang memiliki akhlak super mulia pun tidak selamat dari cercaan kaumnya.
Bagaimana dengan kita?
Bagaimana dengan anda?
Tentunya mengharapkan keridhaan seluruh manusia adalah sesuatu yang mustahil, sebagaimana perkataan Imam Syāfi’iy rahimahullāh:
رضا الناس غاية لا تدرك
“Bahwasanya mencari keridhaan manusia adalah suatu hal yang mustahil (tujuan yang mustahil) untuk diraih”.
Karenanya, ikatkan hati anda hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Yakinlah bahwasanya anda sedang bermuamalah dengan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, maka anda akan bahagia karena Allāh yang akan membahagiakan anda dan anda tidak akan memperdulikan komentar manusia.
Wallāhu Ta’ālā A’lam bish-shawāb.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّه وَبَرَكَاتُه