Bayang-bayang Freemason dalam Organisasi Boedi Oetomo, Penggerak Awal Nasionalisme

MUSTANIR.net – Perkumpulan Freemason atau yang di masa kolonial hingga pasca kemerdekaan umumnya disebut Tarekat Mason Bebas, menurut sejarahnya aktif tersebar di seluruh Hindia Belanda (Indonesia) sejak tahun 1762 sampai 1962. Dalam masa 2 abad Freemason di Indonesia, perkumpulan ini pada dasarnya memainkan peran besar dan mempunyai dampak mendalam bagi perjalanan sejarah wilayah Hindia Belanda hingga terbentuk menjadi negara Indonesia.

Pada awalnya pergerakan ini hanya beranggotakan orang Eropa, terutama Belanda, lalu seiring berjalannya waktu, mulai pula orang Indonesia dapat bergabung. Kebanyakan dari kaum ningrat. Menjelang akhir sejarahnya, tarekat ini menjadi tarekat Indonesia.

Menurut Drs. J Diederik van Rossum, Master Agung Tarekat Mason Bebas di bawah Timur Besar Belanda, pergerakan Mason Bebas telah berkiprah lebih dari dua abad di berbagai bagian dunia. Setiap insan Mason Bebas mengemban tugas, di mana pun ia berada dan bekerja, untuk memajukan segala sesuatu yag mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia. Tarekat Mason Bebas menarik anggota ke dalam suatu cara kerja yang simbolis dan merangsang mereka untuk memberi makna kepada pengertian persaudaraan.

Karena tarekat ini tidak menganut sesuatu dogma atau ajaran mengenai perbedaan latar belakang kemasyarakatan, budaya ataupun agama, maka timbul suatu semangat toleransi dan kerja sama. Cara pendekatan ini juga lebih merangsang kemajemukan daripada suatu keseragaman manusia dan budaya.

Drs. J Diederik van Rossum juga menyatakan bahwa selama eksistensi Freemason di Indonesia, ada banyak lembaga masyarakat, sekolah-sekolah, serta badan usaha yang didirikan perkumpulan ini. Melalui banyak pekerjaan pelayanan masyarakat terutama melalui sekolah-sekolah yang bermutu tinggi yang didirikan Freemason, banyak pemuda-pemuda pribumi yang nantinya menjadi sebagian dari elite Indonesia modern.

Beberapa penulis tentang kajian ini menunjukkan adanya pengaruh kaum Freemason atas pendirian Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perhimpunan Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia) yang terkenal. Ada juga penulis yang menggarisbawahi sumbangan kaum Freemason di bidang kesenian dan pendidikan, serta pengaruhnya dalam gerakan nasional Indonesia, bahwa, Kaum Mason Bebas sudah pada tahap dini mengadakan hubungan dengan salah satu organisasi politik Indonesia yang pertama, yang bernama Boedi Oetomo.

Dua Ketua Organisasi Boedi Oetomo adalah Anggota Freemason dari Loji Mataram (Yogyakarta)

Apa yang pada masa sekarang setiap tanggal 20 Mei kita kenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional berasal dari tanggal berdirinya organisasi Budi Utomo, yaitu pada tanggal 20 Mei 1908.

Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, organisasi Boedi Oetomo menggelar kongres pertama di Yogyakarta. Dalam kongres ini Raden Adipati Tirto Koesoemo, Bupati Karanganyar, ditunjuk sebagai ketua umum.

Raden Adipati Tirto Koesoemo adalah anggota Loji Mataram sejak tahun 1895. Loji Mataram adalah Loji Freemason yang berdiri di Yogyakarta. Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY yang terletak di Jalan Malioboro dibangun pada tahun 1878 oleh perkumpulan orang Belanda (Vrijmetselarij) di Yogyakarta. Bangunan ini dipergunakan untuk pertemuan kaum Freemason.

Gedung ini dikenal sebagai Loji Mataram atau Loji Mason. Sementara itu, masyarakat Yogyakarta pada waktu itu menyebutnya ‘Gedung Setan’ karena upacara penerimaan anggota baru Mason selalu diliputi kerahasiaan dan upacara tertentu. Dalam bahasa Belanda disebut Huis van Overdenking sementara dalam bahasa Jawa disebut Omah Pewangsitan.

Sejak akhir abad ke-19, gerakan Freemason mulai menarik perhatian para bangsawan pribumi di lingkungan keluarga Paku Alam. Diawali dengan Paku Alam V yang menjadi anggota Mason, diikuti Paku Alam VI dan Paku Alam VII.

Pada kongres ke dua Boedi Oetomo yang diadakan di Loji Mataram, Raden Adipati Tirto Koesoemo mengusulkan pemakaian bahasa Melayu. Usulannya ini mendahului dalam ‘Sumpah Pemuda’ sekitar dua puluh tahun kemudian yang mencetuskan bahasa melayu (bahasa Indonesia) sebagai bahasa pemersatu.

Pada tahun 1911, Pangeran Ario Noto Dirodjo (1858-1917) menggantikan Tirto Koesoemo sebagai ketua Boedi Oetomo, menjabat antara 1911-1914. Pangeran Ario Noto Dirodjo masuk keanggotaan Loji Mataram pada tahun 1887 dan memegang berbagai jabatan kepengurusan.

Pangeran Ario Noto Dirodjo dikenal sebagai anggota Mason yang cakap dalam mengutarakan pendapatnya dalam bahasa Belanda. Dia mengutarakan pendapatnya agar meningkatkan pengajaran dan pendidikan bagi bumiputra pada sebuah kongres kaum Mason pada bulan Desember 1911 di Jakarta.

Pada tahun 1913, Pangeran Ario Noto Dirodjo mendirikan Sarekat Islam cabang Yogya yang banyak beranggotakan elite Jawa. Noto Dirodjo seorang yang disegani dan dianggap sebagai pendekar pergerakan rakyat Jawa.

Selain Raden Adipati Tirto Koesoemo dan Pangeran Ario Noto Dirodjo, ada pula beberapa tokoh penting organisasi Boedi Oetomo yang juga merupakan anggota dari perkumpulan Freemason, seperti Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodipoera atau Wedyodiningrat (1879-1952).

Dr. Radjiman Wedyodiningrat adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Ia adalah anggota organisasi Boedi Oetomo, pada tahun 1945 terpilih untuk memimpin Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada tanggal 9 Agustus 1945, sehari setelah pengeboman atom di Nagasaki, Radjiman bersama dengan tokoh nasionalis Soekarno dan Mohammad Hatta diterbangkan ke Saigon untuk bertemu dengan Marsekal Lapangan Hisaichi Terauchi, komandan Jepang dari grup Angkatan Darat ekspedisi Selatan.

Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian Indonesia pertama yang dilantik Soekarno) adalah bumiputra yang menduduki jabatan tertinggi di organisasi Freemason, yaitu sebagai Master Agung dari Timur Agung Indonesia atau Federasi Nasional Mason.

Majalah Kemasonan yang beredar di kalangan anggota tarekat (Indisch Maconnek Tijdschrift) mencatat, Soekanto secara resmi mendaftarkan diri sebagai calon anggota Loji Purwa-Daksina pada September 1953. Soekanto akhirnya dianugerahi status sebagai Master Agung Tarekat Kemasonan Indonesia, dilantik menjadi anggota Loji Purwa-Daksina pada 8 Januari 1954. []

Sumber: Ki Kalam Wangi

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories