Belajar Dakwah dari Ibnu Mas’ud

Oleh Roni Ruslan.

Adalah seorang pemusik bernama Dzaadzan, pemilik suara merdu dan penikmat khamer. Saat Dzaadzan sedang berkumpul bermain musik dan minum khamer bersama teman-temannya, lewatlah seorang lelaki berperawakan kurus dan pendek. Lelaki ini  mendekati mereka lalu memukul bejana yang berisi khamer hingga pecah dan berkata,”Alangkah bagusnya suara ini! Seandainya ia membaca Alquran tentu ia lebih baik. Seandainya yang terdengar dari suaramu yang bagus itu adalah Alquran maka engkau adalah engkau…engkau!” Ia pun berlalu meninggalkan mereka.

Dzaadzan bertanya pada kawannya,”Siapa orang ini?”

Mereka berkata,”Dia adalah Abdullah Ibnu Mas’ud!  (Sahabat Rasulullah SAW)

Rupanya kejadian itu membuat perasaan taubat masuk ke dalam hati Dzaadzan. Ia lalu mengejar Abdullah Ibnu Mas’ud sambil menangis.  Setelah mendapatinya Dzaadzan lalu menarik baju Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud pun membalikkan badannya menghadap ke arah Dzaadzan dan memeluknya. Seraya menangis Ia berkata, ”Marhaban wahai orang yang di cintai Allah!, mari masuk dan duduklah!”. Ibnu Mas’ud lalu menghidangkan kurma untuk Dzaadzan. (Siyar an Nubala 4/28)

Di kemudian hari, melalui dakwahnya Abdullah Ibnu Mas’ud, Dzaadzan menjadi seorang ulama besar. Kealiman dan kezuhudannya masyhur di kalangan para  tabi’in. Biografinya terangkum dalam kitab Hilyatul Aulia 4/199, dan Bidayah wan Nihayah 9/74 dan Siyar ‘Alamun Nubala 4/280]

Ibrah Dakwah

Kisah dakwah Abdullah Ibnu Mas’ud di atas memberikan beberapa pelajaran penting. Di antaranya: pertama,keikhlasan Ibnu Mas’ud dalam berdakwah. Ia tidak takut menyampaikan kebenaran meskipun seorang diri dan menghadapi banyak orang. Ia sampaikan kebenaran dengan tangan dan lisannya. Pengagungannya terhadap syiar-syiar Islam melahirkan penghormatan dan pengagungan. Siapa yang membesarkan Allah maka Allah jadikan selainNya kecil baginya.

Amr bin Abdul Qais berkata“Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan menjadikannya takut terhadap segala sesuatu.” (Sifatush shafwah 3/208).

Kedua, kasih sayang dan kelembutan Ibnu Mas’ud terhadap orang-orang yang bertaubat. Hal ini tercermin dari ucapan dan perbuatan beliau terhadap Dzaadzan ”Marhaban wahai orang yang di cintai Allah!, mari masuk dan duduklah!”. Ucapannya bernash Alquran, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri” (Tqs. Al Baqarah [2]: 222)

Ketiga, teknik berdakwah, menjelaskan yang mungkar seraya memberikan solusi pengganti sebagaimana ucapan Ibnu Mas’ud ra,”Alangkah bagusnya suara ini! Seandainya ia membaca Alquran tentu ia lebih baik”, “seandainya yang terdengar dari suaramu yang bagus itu adalah Alquran maka engkau adalah engkau…engkau!” ini juga cermin kecerdasan Sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud dalam meluruskan kesalahan. Ia mengarahkan Dzaadzan si pemilik suara merdu menjadi pembaca Alquran. Suatu arahan yang memperhatikan tabiat seseorang agar sesuai syariah.

Semoga kita diberikan keikhlasan dalam menyampaikan kebenaran, diberikan hati yang lembut dan kasih sayang terhadap orang-orang yang shaleh dan senantiasa bertaubat dan berdakwah di jalan Allah. Diberikan kecerdasan pikir, kefasihan lisan dan perbuatan dalam menyampaikan risalah Islam hingga dakwah ini mampu menghidupkan kembali hati-hati yang hampir mati. Wallahu ‘alam bi ash shawab.

 

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories