Benarkah Memfitnah Lebih Kejam Daripada Membunuh?

membunuh-slow-motion

Benarkah Memfitnah Lebih Kejam Daripada Membunuh?

Oleh: Ustadz Irfan Abu Naveed

Dosa membunuh seseorang yang tidak halal darahnya ditumpahkan, lebih besar daripada dosa memfitnah, maka membunuh bisa dikatakan lebih kejam daripada memfitnah. Hal itu didasarkan pada sejumlah indikasi.
Bagaimana dengan ayat ini?
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
QS. Al-Baqarah [2]: 191
Di antara yang ana temukan, kata fitnah dalam ayat ini menurut para mufassirin yakni kesyirikan. Hal itu pun dipertegas dengan dalil hadits:
اجْتَنِبُوُا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ, قُلْنَا: وَمَا هُنّ يَا رَسُوْلََ اللهِ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالحْقِّ وَأَكْلَ الرِّبَا وَأَكْلَ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلَّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقًَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتَ الْغَافِلَاتِ
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Kami bertanya, Apa itu wahai Rasûlullâh? Beliau menjawab, “Menyekutukan Allâh, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allâh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berlari dari pertempuran, menuduh zina mukminah yang menjaga kehormatannya.” (HR. al-Bukhârî & Muslim)
Asy-Syirk biLlaah, yakni menyekutukan Allah ditempatkan pada urutan pertama, ketiga baru perbuatan membunuh. Lalu bagaimana antara membunuh dan memfitnah? Memfitnah bisa dikatakan sejenis perbuatan mencela, menodai kehormatan seorang muslim.
Dari Abdullah r.a., ia berkata bahwa Nabi -shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Memaki orang muslim adalah kedurhakaan (fasik) dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Hadits Muttafaqun ‘Alayh)
Al-Hafizh Ibn Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan:
قوله: “فسوق” الفسق في اللغة: الخروج. وفي الشرع: الخروج عن طاعة الله ورسوله، وهو في عرف الشرع أشد من العصيان، قال الله تعالى :{ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ}
“Sabda Rasulullah “fusuuq[un]”secara bahasa, al-fisq berarti al-khuruuj (keluar). Secara terminologi berarti keluar dari keta’atan terhadap Allah dan rasul-Nya. Kata “fasik” dalam pandangan syariat lebih tinggi tingkat keburukannya daripada kata maksiat. Allah SWT berfirman: “…dan menjadikan kamu kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan (kemaksiatan).”
Berdasarkan ayat ini (وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ), kata kufr ditempatkan sebelum fusuq yang berarti lebih tinggi tingkatannya daripada kata fusuq dan ‘ishyaan.
Namun walau bagaimanapun memfitnah termasuk dosa besar yang berkaitan dengan hak adami, jati hati-hati. Dan terkadang dari masalah fitnah memfitnah, timbul permusuhan dan akhirnya pembunuhan.
Setelah menjelaskan hadits di atas, al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani pun menegaskan:
ففي الحديث تعظيم حق المسلم والحكم على من سبه بغير حق بالفسق
“Maka dalam hadits ini terdapat pengagungan terhadap hak seorang muslim dan status hukum orang yang mencelanya tanpa alasan yang benar merupakan kedurhakaan.”
Wal’iyaadzu biLlaah. Wallaahu A’lam bish-Shawaab.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories