
Berhala Nasionalisme
MUSTANIR.net – Salah satu konsepsi yang paling kotor yang menyusup ke dalam tubuh umat Islam —dan belum pernah ada sebelum imperialisme Barat— adalah konsepsi yang bernama “tugas ketanahairan/patriotisme/al-wajib al-wathani”.
Sebuah konsepsi yang mencederai tauhid. Salah satu manifestasi (tajalliyat) dari faham nasionalisme yang akan dan terus merebut Islam di dalam hati seorang Muslim, betapa pun sebagian manusia ingin memadukan antara keduanya. Sebab, bagaimana pun Islam akan terus dan tetap menentukan bagi manusia identitas, standar-standar, dan posisi-posisinya, sementara kecenderungan nasionalisme menolak kecuali selalu di posisi terdepan; pemilik identitas utama sekaligus paling kuat dan paling berperan di berbagai sikap. Nasionalismelah pemilik “segala standar” atas bentuk negara, penentu sikap dan loyalitas dan berbagai standar-standar. Bangsa harus tunduk dan taat padanya.
Krisis semakin memuncak saat sebagian gerakan Islam mengadopsi konsepsi ini (tugas ketanahairan) dan menyerukannya di berbagai forum sebagai bentuk penegasan afiliasinya pada tanah air kepada kekuatan-kekuatan nasionalisme yang lain di luar gerakan Islam tersebut.
Ini adalah dosa yang harus dibayar sangat mahal. Sebab, perkaranya tidak berhenti pada sekadar kata-kata. Tetapi dalam pencerapan seorang penerima yang Muslim berubah menjadi sumber lain bagi berbagai standar; apa yang wajib dan apa yang tidak wajib, dan di dalamnya terkandung pencederaan secara tak sengaja terhadap Islam dengan memandangnya menjadi tak lagi memadai untuk menentukan apa yang wajib dan apa yang tidak wajib bagi seorang Muslim. Sehingga, muncul sumber lain yang “disekutukan” dengan Islam dalam memberikan nilai-nilai dan berbagai standarisasi. Karena itu, saya katakan: Sungguh konsepsi ini mencederai tauhid, jika tidak dapat dikatakan membatalkan tauhid!
Dari titik tolak inilah kita menolak total patriotisme-nasionalisme. Dan sejak lama kami tegaskan bahwa patriotisme adalah keburukan yang merata. Kita tak akan mungkin bangkit dari keterpurukan kita di masa kini sampai kita tinggalkan faham ini dan di saat yang sama identitas serta loyalitas kita terbatas pada Islam saja, dan hal itu tanpa mencederai afiliasi secara alami dan fitrah kepada negeri tempat tinggal kita dan ras di mana kita lahir di mana hal ini sebatas sebagai sebuah realitas yang tidak menjadi identitas dan sumber standarisasi-standarisasi, nilai-nilai, dan sikap sebagaimana yang ada pada patriotisme-nasionalisme sebagai faham atau konsepsi. []
Sumber: Syarif Muhammad Jabir
