Cahaya Islam ditengah Rekayasa Adu Domba
Cahaya Islam ditengah Rekayasa Adu Domba
MUSTANIR.COM — Fenomena phobia Islam yang dipicu oleh berbagai pemberitaan media tentang potret umat islam yang penuh dengan pertentangan. Yang terbaru ditunjukkan oleh kasus pembubaran pengajian Ust Khalid Basalamah di Sidoarjo. Pembubaran tersebut menjadi cerminan sederetan persoalan yang muncul di dalam internal kehidupan kaum muslimin. Di antara problem sistemik yang melingkupi kehidupan kaum muslimin diberbagai negara muslim termasuk di Indonesia. Berbagai kasus perpecahan itu menimbulkan keprihatinan mendalam ditengah upaya massif adu domba oleh para penjajah yang penuh rekayasa. Bagaimana sikap seorang muslim seharusnya menghadapi kenyataan-kenyataan tersebut.
Allah swt berfirman dalam Al- Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208, yang artinya :
“Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”
Berislam secara kaffah (menyeluruh) tentu bukan sekedar membahas tentang perkara shalat dan puasa, namun juga mencangkup seluruh aspek kehidupan. Sebab ketika Allah menciptakan alam semesta termasuk dunia, Ia pun juga telah membekalinya dengan seperangkat aturan. Keberadaan aturan tersebut terkandung dalam al-qur’an, hadist, ijma’ sahabat dan qiyash, dan ada dalam kesatuan penerapan Islam kaffah. Islam adalah dien yang sempurna sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Ma’idah ayat 3 yang artinya :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu , dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu”
Umumnya, seorang muslim akan dengan mudah meyakini keberadaan Allah sebagai pencipta dan Rasulullah sebagai pembawa risalah. Akan tetapi tidak banyak yang meyakini dengan keyakinan yang utuh, bahwa dengan menerapkan aturan Allah sebagai pencipta dan menerapkan ajaran Rasulullah adalah satu-satunya yang akan membawa kemashlahatan. Begitupun sebaliknya, bahwa tidak menerapkan aturan Allah sebagai pencipta dan Rasulullah sebagai pembawa risalah tentu akan menjadikan kerusakan demi kerusakan hadir ditengah kehidupan.
Keyakinan utuh tersebut yang pada akhirnya sanggup memberi kekuatan pada Mush’ab bin Umair, seorang sahabat Rasulullah saw. Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan. Wajah yang rupawan, kekayaan dan otak yang cerdas tidak menjadikannya silau dengan kehidupan dunia. Demi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ditanggalkannya semua kesenangan dunia yang dapat dengan mudah Ia dapatkan seandainya tatap berada dalam agama lampaunya. Keyakinan itu pula yang membuat Mush’ab bin Umair yang pada saat perang Uhud dipercaya Rasulullah membawa bendera pasukan Ar-Rayyah, dengan segenap totalitas Ia mengacungkan bendera tinggi-tinggi dan bertakbir dengan gagah berani. Namun kemudian pihak musuh berhasil menebas tangannya hingga putus dan menyerangnya dengan menusukkan tombak ke dada Mush’ab. Di akhir perang, Rasulullah beserta para sahabat meninjau medan perang dan mendapati jasad Mush’ab. Tak sehelai kainpun untuk menutupinya selain sehelai burdah yang andai ditaruh di atas kepalanya terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutup kakinya maka terbukalah kepalanya. Dari kisah tersebut, mari sejenak merenung, sejauh mana keyakinan terhadap Islam? Sudahkah menjadi seorang muslim yang berislam secara kaffah, bukan yang pintar memilih dan memilah aturan Allah, sehingga yang tidak sesuai dihidari sedemikian rupa.
Sesungguhnya kesempurnaan Islam bagaikan sebuah kaca berbingkai, seandainya kaca itu pecah maka yang tampak adalah serpihan-serpihan kaca tajam dan seolah melukai. Sebagaimana mereka yang enggan menerapkan syari’at Islam kaffah berpendapat, teramat kejam hukum Islam yang menghukumi pencuri harus dipotong tangan, pezina harus dirajam dan lain sebagainya. Padahal pada saat Islam diterapkan secara kaffah, semua akan saling berkaitan. Sistem Islam akan menjaminkan ketersediaan aspek lain seperti ketersediaan lapangan pekerjaan dan hasil pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat bukan segelintir orang. Selain itu mindset dari penguasa negara adalah sebagai “peri’ayah” (pengurus ummat), bukan seperti saat ini ketika sistem kapitalisme diterapkan yang berujung pada mindset negara sebagai “pedagang”. Rasulullah saw bersabda : Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya (HR Al-Bukhari dan Muslim). Sehingga akan kecil kemungkinan pencurian, sebab sistem Islam akan menjaminkan ketersediaan berbagai aspek kehidupan. Jikapun masih ada pencurian, maka dalam Islam hukuman tersebut bersifat jawwabir dan jawwazir, yakni mencegah dan menebus. Diberlakukannya hukuman tersebut akan menjadikan efek jera kepada yang lain dan tertebusnya dosa pencurian. Demikian jika semua aspek kehidupan dilangsungkan dengan sistem Islam, baru sebuah kaca tersebut akan utuh dan berfungsi dengan optimal. Selain itu, tentulah kaca perlu bingkai untuk menjaga agar tidak pecah, satu-satunya bingkai yang sanggup melangsungkan penerapan Islam Kaffah adalah institusi daulah Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.
Dari berbagai fenomena yang terjadi saat ini, seharusnya menjadikan ummat muslim semakin bersemangat dalam mengkaji dan turut andil memperjuangkan penerapan Islam kaffah sebagai satu-satunya solusi atas problematika ummat saat ini. Wallahu a’lam bis shawwab. []
Khairun Nisa’ D.N.R.
(Tim Kontak Aktivis Muslimah Kampus Surabaya)