Futuhat Islam dan Kejayaan Andalusia
Oleh: Imam Taufiq Al-Khotob
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) al Huda (petunjuk al Qur’an) dan ad Dînulhaq (agama yang benar) untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At Taubah: 33)
Iftitah; Dustur kemenangan
Ayat di atas merupakan dustur ilahiyah yang menjanjikan sebuah kemenangan Islam di atas seluruh agama yang ada di muka bumi ini. Kebenaran ayat ini di dukung oleh komentar Rasulullah dan para ulama salaf yang menyebutkan secara tegas keunggulan Islam di atas agama yang lain. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda; “Islam itu tinggi, dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR. Al Baihaqi jilid VI/ hal. 205. Syaikh Al Bany dalam Irwâ’ul Ghalil, jilid V, hal. 106. no. 1268) Bahkan untuk sebuah kemenangan agama, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bersemboyan; “Tegaknya Agama yang haq (Islam) ini, wajib dengan menggunakan al Kitab al Huda (al Qur’an sebagai petunjuk) dan as Shoif an Nâshir (pedang sebagai pembela) (Majmû’ Fatawa, Jilid XXV , hal. 365)
Untuk melengkapi makna ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya Allah mengutus Rasul Muhammad dengan membawa al hudâ (petunjuk) dan ad dînulhaq (Agama yang benar). Adapun yang dimaksud dengan al Huda di sini adalah al ‘ilmu an nâfi’ (Ilmu yang bermanfaat) sementara ad dînulhaq bermakna al a’mâl as shâlih (amal baik), atau menurut penafsiran Ibnu Katsir sebagai al a’mâl as sahîh (amal yang benar). (Tafsyîr Karîmurrahmân fî Tafsîril Kalâmil Mannân, hal. 348)
Keberadaan Islam yang secara historis telah melakukan futuhât (penaklukan negeri kafir) di atas bendera da’wah tauhid ini telah diakui kegemilangannya oleh para ahli sejarah klasik maupun kontemporer. Sebelum itu mari kita mengingat kepada peperangan dengan jumlah terbesar yang pernah dialami di masa Rasulullah, yaitu ketika kaum muslimin bersama beliau mampu memenangkan peperangan Hunain saat berhadapan dengan Imperium paling tangguh di zamannya yaitu Kerajaan Romawi berkoalisi beserta suku-suku Arab yang masih enggan tunduk. Maka bergetarlah seluruh penjuru negeri mendengar berita kemenagan ini. Hal ini merupakan kebenaran nubuwah Muhammad di mana Al Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan sebuah haits shahih yang memprediksikan bahwa Islam akan membawa kemenangan hingga belahan bumi di bagian Timur dan Barat melalui riwayat Imam Ahmad dari sahabat Qobishoh Ibnu Mas’ud (Tafsîr Ibnu Katsir, jilid II, hal. 319 )
Futuhat Islam Sebagai Jembatan Kebangkitan Eropa
Andalusia adalah nama yang dikenal di dunia Arab dan dunia Islam untuk daerah Semenanjung Iberia. Saat ini wilayah tersebut terdiri atas negeri Spanyol dan Portugal. Keberadaan Andalusia sendiri dikenal semenjak daerah tersebut berada dalam kekuasaan Imperium Yunani, yang kemudian dilanjutkan oleh Imperium Romawi. Pada zaman inilah, agama Kristiani menjadi agama pemerintahan dan meluas ke daerah-daerah sekitar. Dan pada zaman pertengahan ini pulalah, sejarah mencatat sebuah “cacat peradaban” dari segi perkembangan ilmu penetahuan yang di pertahankan atas nama kekuasaan Gereja.
Futuhat (penaklukan) negeri Spanyol (Andalusia) pada abad 8 Masehi merupakan jembatan pertama masuknya kaum muslim ke wilayah Eropa untuk menebarkan da’wah Islam serta membangun peradaban Ilmu. Peristiwa futuhat negeri ini sangat mafhum terdapat dalam buku-buku sejarah, terjadi pada masa kekuasaan dinasti Bani Umyyah yaitu saat khalifah Walid bin Abdul Malik memimpin kekuasaan. Futuhat ini secara gemilang terjadi melalui tangan salah seorang gubernur wilayah Afrika Utara yang bernama Musa bin Nushair dan panglima perangnya bernama Thariq bin Ziyad pada tahun 92 H bertepatan dengan tahun 711 M.
Namun sangatlah perlu difahamkan bahwa sesungguhnya daerah Afrika dan berikutya Andalusia pernah terlebih dahulu ditaklukkan dan dikuasai oleh kaum muslimin pada masa pemerintahan sahabat Khalifah Utsman bin Affan. Ketika itu Khalifah memerintahkan sahabat Abdullah bin Saad bi Abi Sahr dengan membawa pasukan perang sebanyak 10.000 personil, termasuk di dalamnya terjun pula sahabat mulia Abdullah bin Az Zubair dan Abdullah bin Umar. Di dalam peperangan inilah Abdullah bin Az Zubair berhasil menebas kepala Raja Kerajaan Barbar (penguasa daerah Afrika) yang bernama Jurjir, padahal ketika itu raja Jurjir sempat mengepung kaum muslimin dengan berkekuatan 120.000 personil. Namun atas ketangguhan pemimpin pasukan dan taktik politik sahabat Abdullah bin Az Zubair, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran dan membawa ghaniman yang besar. Disebutkan oleh Imam At Thabari masing-masing pasukan penunggang kuda mendapat 3000 dinar, sementara pasukan artileri mendapat 1000 dinar. Wallâhu Akbar ! (Tarîkh At Thabari, jilid IV, hal. 253 & Ibnu Abdil Hakim, Futuh Mashr wal Maghrib, hal. 248)
Setelah penaklukan Afrika berhasil, Khalifah Ustman bin Affan mengirim Abdullah bin Nafi’ bin Qais dan Abdullah bin Nafi’ bin al Hushain untuk menaklukkan Andalusia melalui jalur laut, hingga kemudian berhasillah misi tersebut. Dalam penaklukkan ini Khalifah mengirimkan sepucuk surat kepada pasukan kaum muslimin yang telah berangkat dengan mengatakan; “Sesungguhnya kota Konstanstinopel ditaklukkan dari jalur laut dan jika kalian dapat menaklukkan Andalusia, berarti kalian juga mendapatkan pahala orang yang menaklukkan kota Konstantinopel di akhir zaman kelak.” (Tarîkh At Thabari, jilid 4, hal. 225). Hanya saja, menurut Dr. Muhammad bin Shamil as Sulami dalam tahqiq kitab Bidayah wa Nihayah milik Ibnu Katsir menjelaskan bahwa penaklukkan ini terlalu dini dan belum ada tindak lanjutnya kecuali pada masa pemerintahan Bani Umayyah ya’ni pada masa Khalifah Khalid bin Abdul Walid sebagaimana disebutkan di atas.
Peradaban Islam mencapai puncaknya di Andalusia pada paruh kedua dari abad ke sepuluh Masehi. Di Abad inilah, seluruh dunia mengakui kejayaan Islam melalui pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari berbagai bidang. Bahkan dalam sejarah penaklukan sebelumya, terdapat satu hal menarik bahwasanya para uskup-uskup Kristiani ternyata sebagian di antara mereka turut serta dalam membantu proses futuhat tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka sendiri merasakan ketumpulan ilmu di bawah bayang-bayang kekuasaan gereja.
Para ahli sejarah menyebutkan bahwasannya kejayaan ilmu di negeri Andalusia ini berkembang ketika tiga kelompok kekuatan kaum muslimin berkuasa dan secara bergantian memimpin Andalusia yaitu; Dinasti Murabitun (1090-1147), Dinasti Muwahidun (1447-1232), dan Dinasti Bani Nasir (1232-1492). Dimasa-masa inilah berbagai bidang ilmu pengetahuan dikembangkan oleh kaum muslimin dari berbagai aspeknya seperti, ilmu bahasa, kedokteran, pertanian, seni, geografi, Astronomi, dan beberapa ilmu dan aliran filsafat yang mendapat banyak kritikan dari para ulama sezamannya. Pada masa ini pulalah muncul para ulama yang sangat fakih di bidang ulûmud dîn semisal; Imam Ibnu Atiah (w.546 H) dan Imam al Qurthubi (w. 671 H) keduanya sebagai pakar tafsyir yang menggunakan penulisan metode Imam At Thabari, dikenal dengan sebutan tafsyîr bilma’tsûr (panafsiran dengan metode periwayatan). Di bidang hadits terdapat nama-nama seperti Imam Ibnu Waddah bin Abdil Barr, al Qadhi bin Yahya al Laisi, Abdul Walid Al Baji, Abdul Walid bin Rusyd, dan Abu Asim yang menulis kitab at Tuhfah. Dalam bidang fikih, lahir pula ulama kenamaan seperti Ibnu Hazm yang menulis kitab al Muhalla dan al Ihkâm fî Ushûlil Ahkâm, Abu Bakar al Qutiyah, Munzir bin Sa’id Al Balluti dan Ibu Rusydi dengan kitabnya Bidâyatul Mujtahid. Kejayaan Islam di atas kekuatan ilmu ini menunjukkan kebenaran firman Allah di atas di mana tidaklah suatu negeri ditaklukkan oleh kaum muslimin yang shalih melainkan akan membumihanguskan menara kebodohan, karena Islam datang dengan al huda dan ad dînulhaq.
Ikhtitam: Akhir Sejarah Andalusia dan sikap kita
Hingga pada akhirnya, tibalah ketetapan Allah Azza Wajalla untuk menghakhiri zaman kekemasan tersebut dengan runtuhnya khilafah Bani Umayyah di tangan orang-ornag Kristiani. Sebab keruntuhan ini akibat fitnah kekuasaan yang mewariskan banyak konflik internal ditubuh kerajaan. Seketika itu muncullah dinasti-dinasti kecil yang mengakibatkan disintegrasi kekuatan Islam di Andalusia. Mereka saling berperang dan bahkan di adu domba oleh pihak ketiga. Keadaan seperti ini, terbaca dan kemudian dimanfaatkan oleh pihak Kristiani dengan bersatunya kerajaan Isabella dari Castilia dengan kerajaan Ferdinan dari Aragon di bawah kekuasaan Dinasti Ahmar di Granada. Setelah Andalusia runtuh dinasti Ahmarpun pada giliranya dikepung dan ditaklukkan oleh penguasa Kristen tersebut. Maka secara politik kekuatan Islam berakhir pada penghujung abad ke XV masehi.
Setelah kekuasaan Kristen menguasai Andalusia maka dilaksanakan usaha-usaha kristenisasi yaitu memaksa para penduduk untuk menganut kambali agama Kristen. Kardinal Ximenes de Cisneros melakukan pemusnahan semua buku-buku Arab yang menguraikan agama Islam dan membakarnya. Pada tahun 1556, Raja Philip II (Raja Spanyol 1556-1598) mengumumkan undang-undang agar kaum muslimin yang masih tinggal di Andalusia untuk membuang keyakinan, bahasa, adat istiadat, dan carta hidupnya. Hingga pada tahun 1609 Raja Philip III (1598-1621) mengusir secara paksa semua kaum muslimin dari Andalusia atau mereka dihadapkan pada dua pilihan untuk masuk Kristen atau keluar dari Andalusia.
Sejarah Andalusia di atas bukanlah akhir dari perjalanan kaum muslimin sesungguhnya. Kejayaan yang pernah diraih ketika itu, juga bukan merupakan kejayaan sesungguhnya yang harus di sanjung-sanjung secara berlebihan karena didalamnya penuh dengan kelebihan dan kekurangan. Konteks tulisan pada kali ini adalah sebuah stimulus yang memberikan makna serta gambaran di mana kaum muslimin sesungguhnya bukanlah kaum yang terbelakang atau selamanya akan terbelakang, akan tetapi kaum muslimin sesungguhnya memilik potensi besar untuk bisa menjadi umat terdepan di segala bidang kehidupan serta membawa kondisi kepada mashlahat umat.
Opini seperti ini adalah sebuah keniscayaan yang sesungguhnya akan terjadi, sebab prediksi Rasulullah menyebutkan hal itu dalam berbagai hadits yang shahih. Oleh sebab itu, wajib bagi kaum muslimin mengimani hal tersebut dan secara lahiriyah turut serta dalam bermujahadah mewujudkan kondisi di atas, sebab kemuliaan Islam di atas segala agama merupakan cita-cita kaum muslimin dan merupakan janji Allah untuk hambanya. Wallahhu A’lam.