
Hariman Siregar: Krisis Terjadi Jika Dolar Tembus Rp16 Ribu
Aksi masyarakata atas kenaikan harga bahan pokok. foto: cnn
MUSTANIR.COM, Jakarta – Aktivis era Orde Baru Hariman Siregar memperkirakan Indonesia bakal diterpa krisis ekonomi jika nilai tukar Rupiah melemah hingga 16-17 ribu per Dolar Amerika.
Hariman menganggap sebagian besar uang di pasar saham di Indonesia adalah milik investor asing. Mereka akan dengan cekatan menarik uang ketika Rupiah semakin tidak berharga dihadapan Dolar AS.
Walhasil, uang menjadi langka dan krisis ekonomi tak bisa terhindarkan.
“Jadi yang ditakutkan saat ini adalah kalau nanti Dolar pecah ke Rp17 ribu, atau Rp16 ribu. Pasti orang-orang menarik uang lalu krisis ekonomi,” ujarnya di kantor Indonesia Law Enforcement Watch (ILEW), Jakarta, Selasa (29/8).
Hariman menyesalkan pemerintah ketika membolehkan pihak asing membeli surat utang negara. Menurut Hariman, ada dampak buruk dari kebijakan tersebut jika nilai tukar Rupiah semakin loyo.
“Padahal di dunia manapun tidak boleh. Kalau bule-bule itu buang surat utang negara, itu akan lebih parah dari [krisis moneter] tahun ’97,” ujar Hariman.
Hariman Siregar adalah aktivis mahasiswa yang aktif medio 1970an silam. Dia sempat bekerja sama dengan Ali Moertopo menghentikan dominasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di lingkungan Universitas Indonesia (UI).
Namun, Hariman justru membelot dengan mendemo pemerintah lantaran terlalu memberikan ruang investasi kepada pihak asing. Dia adalah salah satu aktor demonstrasi saat peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974 terjadi di Jakarta.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono lalu menambahkan apa yang disampaikan Hariman. Ferry menganggap saat ini Indonesia sudah mengalami gejala krisis ekonomi. Menurut Ferry, pelaku pasar modal akan menarik sahamnya ketika nilai tukar Rupiah menyentuh 15 ribu per Dolar AS.
“Angka 15 ribu itu angka psikologis yang bisa membuat orang-orang takut lalu menarik uang,” kata Ferry.
Jika para investor menarik modalnya, maka krisis ekonomi pasti terjadi. Ferry, yang merupakan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran itu pun menilai krisis bisa lebih besar daripada tahun 1998 lalu.
Ferry menganggap 1998 lalu perekonomian masyarakat Indonesia di khususnya unit usaha kecil, menengah, dan koperasi cenderung kuat. Dia menilai fenomena itu Berbeda dengan saat ini, sehingga krisis moneter berpotensi lebih pelik.
“Dulu ’98 itu masih ada yang menahan. Koperasi kecil dan menengah itu kuat. Saat ini kondisi koperasi kecil dan menengah karena jauh hari relatif mati jadi enggak ada lagi yang menopang,” kata Ferry.
(cnnindonesia.com/29/08/2018)