Haruskah Kita Berobat Dengan Pengobatan Nabawi?

Haruskah Kita Berobat Dengan Pengobatan Nabawi?

Pertanyaan : Assalamu ‘alaikum

Saya ingin bertanya terkait dengan pengobatan nabawi :

1. Adakah dalil bahwa Rasulullah SAW memberi resep obat-obatan tertentu dalam hidup beliau?

2. Kalau ada, lalu apa hukumnya bagi kita, apakah kita terikat untuk berobat dengan apa yang beliau ajarkan.

3. Bolehkah kita tidak menggunakan obat-obat yang diajarkan oleh beliau SAW?

Terima kasih sebelumnya.

Wasslam

Wassalamu ‘alaikum

Jawaban :

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Riwayat Rasulullah SAW Mengurusi Masalah Pengobatan

Tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam hadits nabawi banyak disebutkan riwayat tentang pengobatan di masa Rasulullah SAW. Kadang hadits berupa saran dari beliau SAW, bahkan tidak jarang beliau sendiri yang menggunakannya untuk obat.

Setidaknya lebih dari selusin metode pengobatan yang disebutkan dalam nash-nash hadits. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Madu

Cukup banyak hadits Nabi SAW yang merekomendasikan penggunaan madu untuk pengobatan, salah satunya adalah hadits berikut ini :

عليكم بالشفاءين: العسل والقرآن

Gunakanlah dua jenis penyembuh, yaitu madu dan Al-Quran. (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

2. Bekam

Berbekam juga salah satu metode yang dahulu pernah digunakan Nabi SAW untuk mengobati penyakit. Ada banyak hadits terkait dengan berbekam ini, salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam haditsnya.

احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ

Nabi SAW pernah berbekam dalam keadaan puasa. (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya pengobatan paling utama yang kalian lakukan adalah hijamah (berbekam).”(HR. Bukahri)

3. Kay

Kay adalah teknik pengobatan yang dikenal di masa Nabi SAW, meskipun caranya yang sangat menyakiti dan menyiksa badan. Sebab kay dilakukan dengan menyundutkan bara besi ke kulit hingga hangus. Namun ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW merekomendasikan kay sebagai obat terakhir, asalkan dengan syarat tertentu.

Ibnu Abbas radiallahhuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :

الشِّفَاءُ فيِ ثلَاَثٍ: شُرْبَةُ عَسَلٍ وَشُرْبَةُ مُحْجَمٍ وَكُيُّهُ نَارٍ وَأُنْهِى أُمّتِى عَنِ الكَيِّ

“Penyembuhan itu ada pada tiga cara: minum madu, mengeluarkan darah dengan alat bekam dan kayy (memanaskan besi dengan api lalu menempelkannya pada bagian tubuh yang sakit) akan tetapi aku melarang umatku dari kayy.” (HR. Bukhari)

4. Air Dingin
Nabi SAW juga pernah meminta agar menyembuhkan demam dengan menggunakan air dingin.

الحُمَى كِيْرٌ مِنْ كِيْرِ جَهَنَّمَ فَنْحُوهَا عَنْكُمْ باِلماَءِ البَارِد

Dari Nabi SAW, beliau bersabda: Panas demam itu berasal dari didihan api neraka Jahanam. Karena itu dinginkanlah derajat panasnya dengan air!. (HR. Muslim)

5. Air Zam zam

Selain air dingin, Nabi SAW  juga memerintahkan untuk menggunakan air zamzam sebagai upaya penyembuhan dan pengobatan.

زَمْزَمُ لِمَا شُرِبَ لَهُ

“Air zamzam itu sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya”.

الحُمَى مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ فاَطفِئُوهَا عَنْكُمْ بِماَءِ زَمْزَمٍ

Demam itu akibat dari panas jahannam, turunkan panas itu dengan air zam-zam.

Mujahid rahimahullah, salah satu ahli tafsir dari kalangan tabi’in, berkata,

“Air zamzam sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya. Jika engkau meminumnya untuk kesembuhan, maka Allah akan menyembuhkanmu. Apabila engkau meminumnya karena kehausan, maka Allah akan memuaskanmu. Dan apabila engkau meminumnya karena kelaparan, maka Allah akan mengenyangkanmu. Ia adalah usaha Jibril dan pemberian (air minum) Allah kepada Isma’il”.

Ibnul Qayyim berkata,

“Aku telah mencobanya begitu juga orang lain. Berobat dengan air zamzam adalah hal yang menakjubkan. Dan aku sembuh dari berbagai macam penyakit dengan ijin Allah.

5. Habbah Sauda’

Habbah Sauda’ adalah jintan yang berwarna hitam. Di masa nabi banyak digunakan orang untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Dan tercatat di dalam hadits bahwa Rasulullah SAW merekomendasikan penggunaannya :

عَلَيْكُمْ بِالحَبَّةِ السَّوْدَاءِ فَإِنَّ فِيْهَا شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ

Gunakanlah habbah sauda’, karena benda itu adalah obat dari segala sesuatu.

Di dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Sungguh dalam habbatus sauda’ itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-sam.” Saya bertanya, “Apakah as-sam itu?” Beliau menjawab, “Kematian”. (HR. Bukhari)

6. Kurma

Selain berfungsi sebagai makanan, di masa Nabi SAW kurma juga digunakan sebagai penyembuh penyakit, khususnya kurma ajwa yang sering disebut dengan kurma Nabi.

مَنْ تُصْبِحُ كُلَّ يَوْمٍ بِسَبْعِ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ لَمْ يَضُرْهُ فيِ ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وِلاِ سِحْرٌ

Dari Saad bin Abi Waqqash radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersbda,”Orang yang tiap pagi makan tujuh butir kurma ajwah, pada hari itu tidak akan terkena racun atau pun sihir”. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ سَعْدٍ قَالَ: مَرِضْتُ مَرَضًا أَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ يَعُودُنِي فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا عَلَى فُؤَادِي فَقَالَ: إِنَّكَ رَجُلٌ مَفْئُودٌ ائْتِ الْحَارِثَ بْنَ كَلَدَةَ أَخَا ثَقِيفٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ يَتَطَبَّبُ فَلْيَأْخُذْ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِنْ عَجْوَةِ الْمَدِينَةِ فَلْيَجَأْهُنَّ بِنَوَاهُنَّ ثُمَّ لِيَلُدَّكَ بِهِنَّ

“Sa’ad berkata,”Aku sakit dan Rasulullah SAW menjengukku. Beliau meletakkan tangannya di antara kedua putingku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya tangan beliau. Kemudian beliau bersabda,”Kamu menderita penyakit jantung, temuilah Al-Harits bin Kalidah dari Bani Tsaqif, ia seorang tabib. Dan hendaknya dia mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian kamu minum. (HR. Abu Daud)

7. Air Kencing dan Susu Unta

Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengizinkan seorang shahabatnya minum air kencing unta dan juga susunya sebagai obat untuk penyembuhan.

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا.

Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah. Tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mendatangi unta-unta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu unta-unta tersebut. (HR. Bukhari Muslim)

8. Minyak Zaitun

Minyak Zaitun juga termasuk jenis makanan yang diperintahkan di dalam hadits nabi SAW :

كُلُوا الزَّيْتَ وَادْهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Makanlah zaitun dan pergunakanlah ia sebagai minyak, karena sesungguhnya ia berasal dari pohon yang diberkati.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi)

9. Ruqyah

Sesungguhnya ruqyah bukan sejenis makanan yang dijadikan obat, melainkan serangkaian bacaan yang terdiri dari ayat Al-Quran dan doa-doa yang dibacakan untuk mengusir setan. Ruqyah sendiri sudah digunakan oleh para dukun di mas Jahiliyah dengan bantuan setan dan jin.

Namun Rasulullah SAW mengajarkan ruqyah yang menggunakan doa dan ayat Al-Quran.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كُنَّا فِي مَسِيرٍ لَنَا فَنَزَلْنَا فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ فَقَالَتْ إِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ سَلِيمٌ (لذيغ) وَإِنَّ نَفَرَنَا غَيْبٌ فَهَلْ مِنْكُمْ رَاقٍ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مَا كُنَّا نَأْبُنُهُ بِرُقْيَةٍ فَرَقَاهُ فَبَرَأَ فَأَمَرَ لَهُ بِثَلَاثِينَ شَاةً وَسَقَانَا لَبَنًا فَلَمَّا رَجَعَ قُلْنَا لَهُ أَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً أَوْ كُنْتَ تَرْقِي قَالَ لَا مَا رَقَيْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْكِتَابِ قُلْنَا لَا تُحْدِثُوا شَيْئًا حَتَّى نَأْتِيَ أَوْ نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ذَكَرْنَاهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَمَا كَانَ يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ )

Dari Abu Said al-Khudri RA berkata, “ Ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami singgah di suatu tempat. Datanglah seorang wanita dan berkata, “ Sesungguhnya pemimpin kami terkena sengatan, sedangkan sebagian kami tengah pergi. Apakah ada di antara kalian yang biasa meruqyah?” Maka bangunlah seorang dari kami yang tidak diragukan kemampuannya tentang ruqyah. Dia meruqyah dan sembuh. Kemudian dia diberi 30 ekor kambing dan kami mengambil susunya. Ketika peruqyah itu kembali, kami bertanya, ”Apakah Anda bisa? Apakah Anda meruqyah?“ Ia berkata, ”Tidak, saya tidak meruqyah kecuali dengan Al-Fatihah.” Kami berkata, “Jangan bicarakan apapun kecuali setelah kita mendatangi atau bertanya pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika sampai di Madinah, kami ceritakan pada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Dan beliau berkata, “ Tidakkah ada yang memberitahunya bahwa itu adalah ruqyah? Bagilah (kambing itu) dan beri saya satu bagian.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata, ”Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya, “ Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Perlihatkan padaku ruqyah kalian. Tidak apa-apa dengan ruqyah jika tidak mengandung kemusyrikan .” (HR Muslim)

10. Dan Lain-lain

Selain hadits-hadits di atas, masih banyak lagi hadits lain, yang menunjukkan ragam pengobatan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. Di antaranya :

a. Talbinah : perasan gandum dimasak seperti air tajin pada nasi.

b. Itsmid : pengobatan dengan itsmid alias celak mata

c. Kam’ah : sejenis tumbuhan atau jamur tanah,

d. Ud Hindi atau Qusthul Bahri yaitu tanaman obat/akar akaran (famili jahe).

e. Gajih Ekor Kambing : Rasulullah SAW merekomendasikan gajih ekor kambing sebagai obat tertentu.

f. Sana dan Sanut :  sejenis rumput obat.

g. Utruj : Beliau juga menyarankan memakan obat berupa utruj (limau),

h. Urz : beras

i. Iidzkir, bittikh (semangka), cuka. labu dan lainya.

Dan masih banyak lagi makanan yang direkomendasikan Nabi SAW di masanya untuk dijadikan sebagai penyembuh atau obat dari suatu penyakit.

B. Apakah Bernilai Syar’i?

Tidak ada seorang pun yang memungkiri kebenaran hadits-hadits di atas. Benar sekali bahwa Rasulullah SAW semasa hidup beliau banyak menggunakan jenis makanan tertentu sebagai obat. Atau setidaknya memberikan semacam rekomendasi dan informasi tentang makanan apa yang bisa dijadikan penyembuh dari suatu penyakit.

Namun yang jadi masalah penting adalah : apakah otomatis kita jadi terikat secara syariah untuk berobat dengan menggunakan makanan-makanan yang ada di dalam hadits? Apakah hukumnya menjadi wajib untuk dikerjakan oleh kita di masa sekarang ini? Atau kalau pertanyaannya dibalik, apakah kita jadi berdosa bila berobat dengan selain yang disebutkan di atas?

Apakah Rasulullah SAW selain diutus untuk menjadi nabi juga berperan sebagai dokter dan apoteker? Dan bagaimana posisi kita terhadap hadits-hadits yang shahih dimana Rasululah SAW memberi petunjuk dalam masalah pengobatan?

Apakah perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW yang seperti menginformasikan atau memberitahu tentang berbagai jenis penyakit fisik atau non fisik yang dialami para shahabat, serta berbagai penjelasan beliau SAW tentang tata cara mengatasi dan obat-obatnya itu, merupakan bagian dari syariat Islam dan bernilai tasyri’?

Ataukah semua itu hanya bagian dari kecerdasan beliau SAW yang bersifat manusiawi? Sehingga dimungkinkan untuk diperbaharui, dikaji, dikritisi dan juga bisa kurang sesuai dengan zaman dan tempat?

Dengan kata lain yang lebih sederhana, adakah metode pengobatan dengan metode Nabi SAW? Kalau memang ada, lalu apakah hukumnya bagi umat Islam? Apakah umat Islam di seluruh dunia wajib untuk menjalankan semua bentuk praktek pengobatan dengan menggunakan metode-metode itu? Apoakah hukumnya menjadi wajib, ataukah sunnah? Atau boleh dipakai sebagai alternatif, tetapi kalau tidak cocok boleh juga ditinggalkan?

Para ulama sepanjang zaman telah berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian dari mereka tegas meyakini adanya tibbun nabawi, dan bahwa Rasulullah SAW selain punya misi untuk membawa risalah ukhrawi, beliau juga diyakini bertugas untuk mengajarkan ilmu pengobatan dan kesehatan.

Sementara sebagian ulama lainnya justru meyakini kebalikannya, yaitu bahwa tidak ada istilah tibbun nabawi. Dalam pandangan mereka, misi Rasulullah SAW tidak termasuk di dalamnya mengajar ilmu pengobatan.

C. Hujjah Para Pendukung

Ada banyak kalangan yang mendukung keberadaan pengobatan ala Nabi SAW ini.

1. Perkataan Beliau SAW adalah Wahyu

Beliau tidak mungkin berucap satu patah katapun, kecuali semua atas kehendak Allah SWT. Dan tentunya merupakan wahyu dari Allah SWT juga. Hal itu seusai dengan firman Allah SWT :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّّ وَحْيٌ يُوحَى عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى

Dan (muhammad itu) tidaklah berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Yang dia ucapkan itu tidak lain adalah wahyu yang diajarkan oleh Allah Yang Maha Kuat (QS. An-Najm : 3)

Karena itulah maka apa pun yang kita dengar dan kita lihat dari diri Rasulullah SAW, semuanya merupakan petunjuk wahyu.

2. Kewajiban Melaksanakan Perintah Rasulullah SAW

Oleh karena semua perkataan dan perbuatan beliau SAW adalah wahtu, maka kita wajib menjadikan semua perbuatan dan perkataan beliau sebagai bagian dari syariat Islam. Dan semuanya mengikat diri kita.

Dasarnya adalah firman Allah SWT :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa yang diberikan Rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah (QS. Al-Hasyr: 7)

3. Keberkahan

Diri Rasulullah SAW adalah keberkahan, sehingga apa pun yang beliau lakukan dan katakan, tidak lepas dari keberkahan itu. Termasuk para shahabat selalu berpikir untuk bisa mencium tubuh Rasulullah SAW, seperti yang dialami oleh Ukasyah.

Dia adalah shahabat Nabi SAW dengan cerdas sempat mencium langsung tubuh beliau SAW yang bertelanjang dada. Alasannya, untuk membalas perbuatan nabi SAW yang katanya pernah mencambuknya. Dan saat itu Ukasyah mengaku sedang tidak memakai pakaian.

Tatkala Nabi SAW telah membuka bajunya siap untuk menerima pembalasan atas cambukan Ukasyah, dengan serta merta Ukasyah memeluk dan menciumi tubuh beliau SAW.

Hasilnya, beliau dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW, ketika shahabat yang lain iri melihat apa yang diterima Ukasyah dan meminta Rasulullah SAW menjaminkan surga untuknya, beliau SAW menjawab,

سَبَقَكَ عُكَاشَة

“Ukasyah sudah mendahuluimu”.

Kalau menciumi tubuh Nabi SAW mendapatkan keberkahan dijamin masuk surga, maka mengikuti langkah-langkah nabi SAW dalam pengobatan tentunya juga akan mendapatkan keberkahan.

D. Hujjah Yang Tidak Mendukung

Mereka yang tidak mendukung masyru’iyah pengobatan nabawi ini bukan berarti menolak hadits-hadits shahih di atas. Yang mereka tolak adalah kalau semua itu dikaitkan dengan wahyu, apalagi dengan hukum yang bersifat mengikat menjadi wajib.

1. Rasulullah SAW Manusia Biasa

Meski pun Rasulullah SAW seorang nabi yang mendapat wahyu dari langit, namun dimensi kemanusiaan beliau tetap melekat, sehingga kadang beliau sedih, marah, gembira, tertawa bahkan melucu dan lainnya. Beliau juga makan, minum, berjalan di pasar, menikahi wanita dan seterusnya, layaknya seorang manusia.

Dimensi kemanusiaan beliau SAW tidak bisa dinafikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu ditegaskan di dalam Al-Quran Al-Kariem.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ

Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku.”(QS. Al-Kahfi: 110)

Khususnya ketika Nabi SAW merekomendasikan obat tertentu, menurut mereka datangnya informasi ini bukan lewat wahyu, tetap semata-mata berdasarkan kecerdasan dan pengalaman hidup beliau semata.

Oleh karena itu tidak wajib diikuti, karena selain kebenarannya tidak mutlak, juga ada fakta bahwa penyakit itu berkembangan, dan obat-obatan mengalami perkembangan juga. Obat penyakit tertentu yang di masa lalu mujarab dan tokcer, belum tentu cocok dengan kondisi penyakit di masa sekarang.

2. Nabi SAW Pernah Keliru Tanpa Wahyu

Dalam sirah nabawiyah kita menemukan beberapa kali Rasulullah SAW bertindak tidak berdasarkan wahyu, tetapi semata-mata berlatar belakang logika dan pendapat subjektif beliau SAW. Hal itu dibolehkan, selama memang tidak ada wahyu atau tidak bertentangan dengan wahyu.

Ketika Rasulullah SAW dalam para shahabat tiba di wilayah Badar, sebagai panglima pasukan muslim beliau memilih suatu tempat sebagai basecamp pasukan.

Namun seorang shahabat yang cukup berpengalaman dalam peperangan dan kebetulan berada diantara yang ikut dalam perang Badar itu, Al-Hujab Ibnul Mundzir radhiyallahuanhu, menilai bahwa posisi tersebut kurang menguntungkan. Maka dia pun bertanya :

يَا رَسُولَ اللهِ هَذَا مَنْزِلٌ أَنْزَلَكَهُ اللهُ تَعَالىَ لاَ تَتَقَدَّمَهُ وَلاَ تَتَأَخَّرَ عَنْهُ أَمْ هُوَ الرَّأْيُ وَالحَرْبُ وَالمَكِيْدَة؟

Ya Rasulallah, apakah tempat ini adalah tempat yang Allah SWT tetapkan untuk Anda, dimana Anda tidak bisa maju atau mundur lagi, ataukah posisi ini hanyalah sebuah pendapat, peperangan dan tipu daya?

بَلْ هُوَ الرَّأْيُ وَالحَرْبُ وَالمَكِيْدَة

Posisi ini hanya sebuah pendapat, bagian dari siasat perang.

Maka Rasulullah SAW mendengarkan dan menjalan ide dan siasat dari Al-Hujab yang cukup beralasan, yaitu mengambil posisi yang dapat memotong jalur akses air minum pasukan Quraisy dari sumur-sumuber Badar.

Dengan cara itu, pasukan lawan akan runtuh sebelum bertempur, karena kehabisan air minum yang sangat vital untuk bisa hidup bertahan di tengah padang pasir. Siasat itu ternyata berhasil dan pasukan muslimin mendapat kemenangan besar dalam perang Badar ini.

Peristiwa ini membuktikan bahwa tidak selamanya Rasulullah SAW bertindak berdasarkan wahyu yang turun dari langit. Terkadang beliau juga menggunakan akal dan logika pribadi, dan ketika hal itu terjadi, dimungkin bahwa hasilnya kurang akurat. Ide Al-Hujab itu membuktikan bahwa Rasulullah SAW mengakui bahwa hasil pemikiran pribadinya masih bisa dikritisi oleh orang lain.

3. Tawanan Perang Badar

Rasulullah pernah salah ketika berijthad masalah tawanan perang Badar. Dalam syura beliau lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu yang ingin membebaskan para tawanan, lantaran mereka masih kerabat dan keluarga.

Sementara Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu cenderung untuk tidak memberi kasihan kepada para pemuka Qurais ini, yang selama ini memang nyata-nyata menunjukkan permusuhan. Bagi Umar mereka semua harus dibunuh saja.

Rasulullah SAW cenderung tidak menerima pendapat Umar bin Al-Khattab. bahwa tawanan itu harus dibunuh. Lalu Allah SWT menegur beliau dalam surat Al-Anfal.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللّهُ يُرِيدُ الآخِرَةَ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Anfal: 67)

Akhirnya beliau sadar bahwa ijtihadnya salah dan membenarkan pendapat shahabatnya, Umar bin Al-Khattab ra. Sehingga beliau sampai berkata bahwa seandainya dari langit turun azab, pastilah tidak ada yang selamat kecuali hanya satu orang, yaitu Umar bin Al-Khattab ra. Sebab pendapat beliau saja yang dibenarkan Allah SWT.

4. Penyerbukan Bunga Kurma

Rasulullah SAW pernah menolak talqih (penyerbukan pohon kurma) di Madinah sehingga mengakibatkan gagal panen.

أَنَّ النَّبِيَّ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ: لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ. قَالَ: فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ: مَا لِنَخْلِكُمْ؟ قَالُوا: قُلْتَ كَذَا وَكَذَاز قَالَ: أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ

Nabi SAW melalui beberapa orang yang sedang melakukan penyerbukan kurma, beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Kalaulah kalian tidak melakukan hal yang demikian maka hasilnya akan baik”. (Para sahabat mengikuti perkataan beliau) kemudian hasil kurmanya jelek. Nabi SAW melalui mereka lagi dan berktanya, “Mana kurma kalian?” mereka mengatakan, “Anda katakan demikian dan demikian (agar tidak menyerbukan kurma)” Kemudian beliau SAW bersbda, “Kalian lebih paham berilmu tentang urusan dunia kalian.

Ternyata sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Makkah yang memang tidak ada tumbuhan, pengetahuan dan wawasan Rasulullah SAW kalah dengan pengetahuan orang Madinah yang memang sangat ahli dalam bercocok tanam. Ketika Rasulullah SAW berpendapat tidak perlu melakukan talqih, ternyata para shahabat mengira itu datang dari wahyu.

5. Bukan Disambut Malah Disambit

Tatkala Abu Thalib dan Khadijah radhiyallahuanhu wafat di tahun duka cita, Rasulullah SAW sudah tidak lagi memiliki orang yang melindunginya di Mekkah. Maka beliau mulai berpikir untuk hijrah ke luar Mekkah, menuju Thaif. Dalam perkiraan beliau, Thaif akan dengan hangat menyambutnya. Namun kenyataannya, beliau bukan disambut tapi malah disambit.

Padahal pilihan Thaif sebagai tujuan hijrah beliau diperkirakan akan mulus serta akan mendapakatkan daerah dakwah yang baru. Tapi nyatanya, malah beliau berdarah-darah dan lari tunggang-langgang meninggalkan kota itu.

Ini menunjukkan bahwa sekali lagi perhitungan strategis beliau meleset jauh dari perkiraan sebelumnya. Dan ini fakta yang tidak bisa dipungkiri. Kalau beliau 100% tidak pernah salah, seharusnya tidak perlu ada kejadian seperti ini. Sampai-sampai beliau bermunajat kepada Allah SWT dengan lafadz doa yang panjang, sambil bermohon pertolongan.

6. Mengizinkan Munafikin Bolos Perang

Rasulullah SAW juga pernah salah dalam berijtihad, ketika tidak melakukan tabayyun (pengecekan) terhadap alasan orang-orang munafiqin yang tidak ikut dalam perang Tabuk. Beliau secara gampang begitu saja memberi izin kepada mereka.

Sehingga Allah SWT akhirnya menegurnya atas kemudahan yang beliau berikan, meski pun juga sambil memberi maaf kepadanya dengan firman-Nya:

عَفَا اللّهُ عَنكَ لِمَ أَذِنتَ لَهُمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُواْ وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ

Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka, sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (QS At-Taubah: 43)

7. Bermuka Masam

Rasulullah SAW pernah ditegur Allah SWT karena bermuka masam tatkala seorang buta, Abdullah bin Ummi Maktum rahiyallahuanhu, mendatanginya untuk masuk Islam dan diajarkan hal-hal yang terkait dengan agama.

Sikap yang kurang etis itu cukup manusia bila dilakukan oleh seorang Muhammad SAW, mengingat saat itu beliau sedang disibukkan untuk mengurusi para pembesar Quraisy.

Sebenarnya Abdullah bin Ummi Maktum tidak sampai diusir atau dihardik saat itu, Rasululah SAW hanya menunjukkan wajah masam yang agak kurang mengenakkan saja.

Namun demikian, teguran dari Allah SWT atas perbuatan yang sebenarnya sangat manusiawi itu lumayan tegas, bahkan menjadi abadi sepanjang zaman sampai datangnya hari kiamat. Karena ternyata Allah SWT menegurnya dalam format ayat Al-Quran, yang tentunya akan dibaca terus-menerus oleh umat Islam sepanjang zaman.

عَبَسَ وَتَوَلَّى أَن جَاءهُ الأَعْمَى وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ الذِّكْرَى أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى فَأَنتَ لَهُ تَصَدَّى وَمَا عَلَيْكَ أَلاَّ يَزَّكَّى وَأَمَّا مَن جَاءكَ يَسْعَى وَهُوَ يَخْشَى فَأَنتَ عَنْهُ تَلَهَّى

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. (QS. Abasa : 1-10)

E. Kesimpulan

Memang tidak mudah menyatukan kedua aliran di atas, sebab masing-masing merasa hanya pendapatnya saja yang benar. Sedangkan pendapat lainnya akan selalu dianggap salah dan keliru.

Agar tidak terlalu bingung, maka kami memberikan beberapa saran yang boleh dijadikan bahan pertimbangan dalam bersikap. Namun ini hanya saran dan bukan keharusan, sebab biar bagaimana pun kita tetap wajib saling menghormati pendapat yang berkembang, selama datang dari para ulama yang punya kompetensi di dalamnya.

1. Tidak mengingkari adanya pengobatan Nabi SAW, selama haditsnya shahih dan bisa diterima.

2. Ada pesan khusus di balik tiap jenis obat yang disebutkan beliau SAW, sebagai bagian dari bahan eksperimen untuk zaman kita.

3. Tidak semua jenis obat yang ada di hadits Nabi SAW itu cocok untuk setiap tempat dan lingkungan. Bahkan belum tentu cocok untuk para shahabat yang hidup di masa itu.

4. Maka hukumnya bukan merupakan kewajiban yang bersifat mutlak untuk menggunakan obat-obatan sesuai hadits Nabi SAW.

5. Kalau pun menggunakan obat-obatan yang disebutkan dalam hadits, tetap harus dengan lewat orang yang ahli (dokter). Sebab jumlah jenis penyakit itu sangat beragam, dan tiap satu penyakit ada pecahan-pecahannya lagi. Dan tiap detail penyakit harus diobati sesuai dengan jenis penyakitnya dengan dosis dan takaran yang pas.

6. Obat-obat yang banyak beredar di masa sekarang banyak yang diklaim sebagai obat dari nabi. Namun dalam prakteknya, semua hanya klaim dan tidak ada yang 100% memastikan keasliannya.

7. Selain itu kita tetap harus tetap hati-hati dalam memilihinya. Periksa dulu kadarnya, kandungan, zat-zat tambahan, campuran, cara pengolahan, pengemasan, dosis, serta tanggal kadaluarsanya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories