Jangan Salah, Jihad Masih Akan Senantiasa Ada
Jangan Salah, Jihad Masih Akan Senantiasa Ada
Dalam perang melawan kelompok jihadis (kontra terorisme), AS mulai menyadari bahwa konfrontasi militer bukanlah satu-satunya jalan yang efektif untuk mengalahkan mereka. Karena fakta menunjukkan bahwa setelah Amerika berhasil menghancurkan beberapa basis inti kelompok jihadis Al-Qaidah dan berhasil membunuh sebagian pimpinan mereka, ternyata kelompok jihadis bukan malah berkurang. Akan tetapi keberadaan mereka terus bertambah dan terus berkembang dari negara Filipina di timur hingga Mali di barat.
Fakta tersebut telah menyadarkan AS bahwa mereka telah melakukan pertempuran yang salah. Karena pusat gravitasi sesungguhnya dari musuh mereka ada pada narasi atau gagasan ideologi itu sendiri. Sehingga, meskipun mereka mampu membunuh beberapa pimpinan kelompok jihadis, narasi ideologi jihad masih terus hidup dan mampu mempengaruhi persepsi dan perilaku ribuan pemuda muslim di seluruh penjuru dunia.
Kini fokus AS dan lembaga kontra terorisme pun bergeser. Mereka memberikan perhatian yang sangat besar pada sisi yang ‘lebih lunak’ dalam perang melawan terorisme. Perang melawan terorisme tidak hanya dilakukan dengan konfrontasi militer, namun kini lebih fokus dimainkan dalam ruang komunikasi yang meliputi ide, nilai-nilai, dan persepsi.
Adalah jihad fi sabilillah, salah satu tema utama yang mereka mainkan untuk menyerang para jihadis. Tentunya langkah yang sering ditempuh adalah dengan menyelewengkan makna jihad dari pengertian yang sebenarnya. Kemudian menyebarkan berbagai macam ide atau persepsi yang menyudutkan makna jihad. Seperti paham yang menyatakan bahwa tidak ada jihad tanpa khilafah, Islam rahmatan lil ‘alamin sedangkan perang adalah tindakan anarkis, jihad sudah dihapus dan tidak relevan dengan zaman sekarang atau paham-paham lain yang bertentangan dengan tujuan jihad itu sendiri.
[Baca Juga: Jokowi Turun, Lalu Apa?]
Jihad adalah Jihad Fii Sabilillah
Secara bahasa kata jihad memiliki arti kesungguhan, kekuatan, kelapangan atau dapat diartikan sebagai bersungguh-sungguh dalam mengerahkan segenap potensi secara maksimal baik dalam ucapan maupun perbuatan. (Lisanul Arab, 3/109)
Sementara dalam pengertian syar’i, jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dan upaya untuk memerangi orang kafir demi membela agama Islam. (Nailul Authar, 11/483, Subulussalam, 6/119, Hasyiah Ibnu ‘Abidin, 4/121)
Imam Nawawi berkata, “Kata jihad secara syar’i adalah mengerahkan segala bentuk kesungguhan dalam memerangi orang kafir, dan secara mutlak juga bermakna jihad melawan nafsu, syetan dan kefasikan.” (Fathul Bari, 8/365)
Namun yang perlu diperhatikan adalah jika kata ‘jihad’ digandengkan dengan ‘fi sabilillah’, maka maksud dari jihad di sini adalah definisi jihad secara terminologi (istilah), bukan definisi etimologi (bahasa). (Al-Jihad Sabiluna, hal. 12)
Rahmat dalam Jihad
Di antara bentuk rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah menetapkan maqashid (tujuan) dan hikmah dalam setiap syariat yang diturunkan. Semuanya bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam hal ini syariat jihad juga memiliki tujuan yang membuahkan hikmah yang luar biasa bagi kemaslahatan manusia.
Islam menetapkan bahwa tujuan utama dan terpenting dari adanya syariat jihad adalah mengembalikan umat manusia kepada fitrahnya, yaitu menjadikan mereka tunduk dan taat hanya kepada Allah semata serta membebaskan mereka dari segala bentuk ketundukan dan perbudakan kepada sesama manusia. (Ahammiyah Al-Jihad karya Ali Nafi’ Al-‘Ulyani, hal: 158)
Tujuan jihad ini tersurat dalam firman-Nya, “Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah …”(QS. Al-Baqarah: 193)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesyirikan dan kekufuran, maknanya perangilah kaum musyrikin sehingga ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah dan kesyirikan atau kekufuran itu lenyap di muka bumi ini.” ( Tafsir Al-Qurthubi, 2/236, Tafsir At-Thabari, 2/200, Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan, hal. 89)
Kemudian selain itu, jihad juga menjadi perisai umat dalam menjaga agama dari segala bentuk permusuhan orang-orang kafir.
Dalam Al-Qur`an disebutkan, “Dan perangilah, fi sabilillah, orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampau batas.” (Al-Baqarah: 190)
Tentunya masih banyak tujuan-tujuan lain di dalam Islam dengan adanya syariat jihad, di antara tujuan yang tidak kalah pentingnya juga adalah untuk melindungi dan mengawal dakwah Islam serta menyingkap segala penghambat yang dapat menghalangi jalan dakwah. Sehingga dakwah bisa menyebar ke segala penjuru dunia dan dapat menembus berbagai aspek kehidupan. Dengan seperti itu akan terbuka jalan bagi umat manusia untuk memasuki agama Islam atau tidak. Semuanya sesuai dengan kehendak dan pilihan mereka, tanpa ada paksaan apa pun. Sebab agama adalah kepercayaan, dan kepercayaan adalah pilihan hati nurani. Untuk itu tidak ada paksaan untuk masuk ke dalam agama Islam. (Abdul Baqi Ramdhun, Jihad Jalan Kami, hal. 125-126)
[Baca Juga: Jokowi Turun, Lalu Apa?]
Jihad Tetap Berlangsung Sepanjang Masa
Jihad merupakan puncak ajaran Islam. Ia memiliki tujuan yang cukup mulia dan menyimpan hikmah yang mendalam bagi kemaslahatan hidup manusia. Ada beberapa alasan yang menguatkan bahwa amalan jihad tidak akan pernah padam dari kehidupan manusia. Di antaranya adalah ditinjau dari tujuan jihad itu sendiri.
Sebagaimana disebutkan bahwa salah satu tujuan jihad adalah menjadi sarana dalam mengawal jalannya dakwah Islam, yaitu menyelamatkan manusia agar kembali kepada fitrahnya yang tunduk kepada Allah semata.
Namun dalam usaha menyebarkan dakwah ini, umat Islam pasti akan mendapat respon yang beragam. Mulai dari yang menerima dengan dada yang lapang, hingga yang memusuhi dengan menghunus pedang. Sehingga jihad menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan umat dari kezaliman thaghut yang mencegah tersampainya dakwah kepada manusia.
Dengan adanya tujuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jihad adalah syariat yang tidak akan pernah berhenti. Karena di samping adanya syetan yang senantiasa menyelewengkan manusia, perang antara kebenaran dan kebatilan akan terus ada hingga hari kiamat. Tentunya hal ini bukan kesimpulan yang dibangun tanpa dasar, namun ia memiliki dalil dan argumentasi yang cukup kuat, di antara dalilnya adalah:
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 39, Allah ta’ala memerintahkan kaum muslimin agar senantiasa memerangi kekufuran sampai tidak ada agama kecuali hanya milik Allah semata. Firman-Nya:
وَقَٰتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌۭ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ ٱنتَهَوْا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌۭ
“Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan agama seluruhnya menjadi milik Alloh, jika mereka berhenti maka sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 39)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menegur para sahabatnya yang menduga bahwa jihad telah berhenti. Diriwayatkan dari Salamah bin Nufail Al-Kindi ia berkata, “Aku sedang duduk bersama Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian seseorang berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah! Manusia telah melalaikan kuda perang, dan telah meletakkan pedang mereka seraya berkata: tidak ada jihad lagi dan peperangan telah usai, maka kemudian Rasulullah menghadapkan wajah kepadanya dan bersabda: Mereka telah berdusta, sekarang ini telah datang waktunya untuk berperang dan akan selalu ada dari umatku sekelompok orang yang berperang di atas kebenaran dan Allah mencondongkan hati suatu kaum kepada mereka dan memberi rezeki dari mereka hingga datang hari kiamat nanti dan hingga datang janji Allah. Kuda-kuda perang tertambat kebaikan di ubun-ubunnya hingga hari kiamat. Dan Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa aku akan dicabut nyawanya tidak lama lagi dan kalian akan mengikutiku dengan berkelompok-kelompok yang sebagian kalian akan menyerang sebagian yang lainnya dan pusat negeri kaum muslimin adalah Syam” (HR. An-Nasa’i dan dishahihkan oleh Al-Albani, no:1935)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لن يبرح هذا الدين قائماً يقاتل عليه عصابة من المسلمين حتى تقوم الساعة
“Sekali-kali akan tetap ada dalam agama ini sekelompok orang dari kaum muslimin yang senantiasa berperang hingga datangnya hari kiamat.” (HR. Muslim)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran yang selalu menang hingga hari kiamat.” (HR. Muslim)
Dari Muawiyah bin Abi Sofyan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang hendak diberikan kebaikan oleh Allah maka dia akan memahamkannya tentang agama. Dan akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas al-haq dan mereka selalu menang hingga hari kiamat.” (H.R Muslim)
Dari Urwah Al-Bariqi radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan senantiasa tertambat kebaikan pada ubun-ubun kuda hingga hari kiamat, yaitu pahala dan ghanimah.” (HR. Bukhari)
Ibnu hajar menjelaskan, “Kandungan hadis ini membawa kabar gembira bahwa Islam beserta umatnya akan senantiasa eksis hingga hari kiamat kelak. Karena di antara konsekuensi dari eksisnya jihad adalah eksisnya para mujahidin dan mereka adalah kaum muslimin.” (Fathul Bari, 6/70)
Bahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan dari Anas bin Malik radhiyallhu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِيَ اللهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِيْ الدَّجَّالَ لاَ يُبْطِلُهُ جُوْرُ جَائِرٍ وَلاَ عَدْلُ عَادِلٍ
“Jihad akan senantiasa berlangsung sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, ia tidak akan dihentikan oleh kejahatan orang jahat ataupun keadilan orang adil.” (HR. Abu Dawud)
Penulis kitab `Aunul Ma`bud, ketika menjelaskan hadits ini berkata, “Kalimat ‘Jihad akan tetap berjalan sejak Alloh mengutusku’ Maksudnya sejak dimulainya era di mana Rasulullah diutus, ‘hingga umatku yang terakhir’ maksudnya adalah Nabi Isa atau munculnya Imam Mahdi, ‘memerangi Dajjal’ Dajjal dalam konteks hadits di sini sebagai kata obyek. Setelah Dajjal terbunuh, selesailah sudah jihad.” (lihat: Aunul Ma’bud, 7/147)
Sayyid Quthb berkata, “Jihad di jalan Allah adalah ikatan janji yang senantiasa terikat pada setiap orang mukmin, yaitu sejak awal diutusnya rasul dan adanya agama ini. Ia merupakan sunnah yang senantiasa ada, karena kehidupan ini tidak akan damai tanpa adannya jihad. sehingga meninggalkannya dapat menyebabkan aturan hidup ini kacau. kemudian Sayid mengutip firman Allah ta’ala:
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Al-Baqarah: 251)
“Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nam a Allah.” (Al-Hajj: 40)
Seluruh dalil di atas menjadikan permasalahan ini semakin jelas bahwa jihad akan senantiasa berlangsung sampai hari kiamat. Jihad memerangi orang kafir tidak akan berhenti dan tidak dapat dihentikan oleh siapa pun, baik oleh pemimpin yang lalim maupun imam yang adil. Jihad akan terus berlangsung sehingga seluruh umat manusia kembali kepada fitrahnya yaitu menerima Islam, atau tunduk kepada hukum Islam dan membayar jizyah sedangkan mereka dalam keadaan rendah dan hina. Wallahu a’lam bisshawab!