Karena Nasionalisme: Indonesia Tolak Muslim Rohingya
Karena Nasionalisme: Indonesia Tolak Muslim Rohingya
Pengakuan TNI yang menolak pengungsi minoritas Muslim Myanmar (Rohingya) berlabuh di pantai Indonesia, menurut Farid Wadjdi, anggota Maktab I’lami DPP HTI, merupakan buah dari ikatan nasionalisme.
“Inilah buah nasionalisme, yang menjadikan kepentingan nasional di atas segalanya, menghilangkan kepedulian terhadap umat, memecahbelah dan memperlemah umat,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Kamis (14/5) melalui surat elektronik.
Dalam Islam, lanjut Farid, ikatan sejati dan tertinggi adalah akidah Islam yang mewajibkan persatuan umat dan kepedulian terhadap umat yang menderita dan dalam Islam juga umat Islam adalah umat yang satu, bagaikan satu tubuh, kalau satu bagian tubuh yang satu sakit maka bagian yang lain ikut menderita.
Penolakan Indonesia ini juga menunjukkan meski penduduknya mayoritas Muslim tetapi pemerintahannya sekuler. “Cerminan pemerintahan sekuler, yang tidak peduli terhadap nasib umat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Juru bicara Mabes TNI Mayjen Fuad Basya mengakui Indonesia telah meminta sebuah kapal pengungsi Rohingya yang berada di perairan Aceh untuk memutar arah dan tidak mendarat di wilayah Indonesia. Fuad juga mengatakan para pengungsi tersebut diberikan bantuan bahan bakar minyak dan juga makanan untuk dapat bertahan.
“Mereka itu masih berada di tengah laut dan kebijakan Panglima TNI (Jenderal Moeldoko) agar mereka yang masih berada di tengah laut untuk dicegat tidak masuk perairan Indonesia,” jelas Fuad kepada wartawan BBC Indonesia, Sri Lestari.
Usir Pengungsi Rohingya, Pertanda Tumpulnya Nurani Kemanusiaan Para Pemimpin ASEAN
Penolakan bahkan pengusiran para pengungsi Rohingya oleh sejumlah negara ASEAN menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto sebagai pertanda tumpulnya nurani kemanusiaan para pemimpin ASEAN.
“Jadi ini, pertanda tumpulnya nurani kemanusiaan yang sedemikian parah dari para pemimpin negara-negara ASEAN,” tegasnya kepada mediaumat.com, Sabtu (16/5) melalui telepon.
Mereka semua tahu bahwa orang-orang ini harus segera ditolong, sebab kalau tidak, akan semakin menderita dan faktanya sudah banyak yang meninggal di tengah laut. Tapi masih tega juga diusir dari perairan negara masing-masing.
“Ini mengherankan, sebab atas nama apa pun semestinya mereka peduli, tapi tidak ada satu pun dari negara tetangga yang mau menerima dia. Bangladesh menolak, Malaysia menolak, Indonesia menolak,” keluhnya.
Pemerintah Indonesia, lanjut Ismail, paling tidak atas nama kemanusiaan menampung mereka. Indonesia mempunyai pengalaman yang cukup bagus ketika menampung ribuan pengungsi Vietnam dulu yang kemudian ditampung di Pulau Galang.
“Kenapa hal serupa tidak dilakukan untuk Rohingya? Betul sekarang di Indonesia banyak masalah, tapi tidak berarti kemudian kehilangan rasa kemanusiaan, rasa welas asih terhadap orang yang sedang menderita. Apalagi kemudian Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar sedunia, semestinya lebih tergerak lagi begitu melihat Muslim Rohingya yang terusir dari negerinya karena didzalimi oleh pemerintah Budha di sana,” pungkasnya
Tiga Akar Masalah Teraniayanya Muslim Rohingya
Kebencian yang luar biasa dari para biksu Budha Burma, nasionalisme dan ketiadaan khilafah, menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia tiga akar masalah yang membuat teraniayanya Muslim Rohingya. Hal itu terungkap dalam wawancara dengan mediaumat.com, Sabtu (16/5) melalui telepon.
Akar pertama, kebencian yang luar biasa para biksu terhadap Muslim di sana. Mereka memang selalu mengungkit di Indonesia dulu itu adalah mayoritas Hindu-Budha tetapi setelah masuknya dakwah Islam berubah menjadi mayoritas Muslim, para biksu ini tidak mau hal yang sama terjadi di Burma/Myanmar.
“Nah, tapi itu kan sejarah perubahan sosial yang berlangsung secara alamiah artinya perkembangan peradaban biasa. Dan tidak pernah juga orang Hindu atau Budha diusir dari Indonesia meski penduduknya sudah mayoritas Muslim. Jadi mereka tidak punya alasan mengusir Muslim Rohingya,” ujarnya.
Kedua, penolakan terhadap para pengungsi Muslim Rohingya menunjukkan bagaimana nasionalisme telah membuat negara-negara itu bertindak demi kepentingan yang sempit dari negara masing-masing tanpa melihat persoalan orang lain yang lebih besar.
“Kalau Indonesia peduli kepada Palestina mengapa tidak kepada Rohingya? Ini patut dipertanyakan. Kalau dulu kita dapat menampung pengungsi dari Vietnam mengapa sekarang dari Rohingya tidak? Ini juga patut dipertanyakan. Ini juga termasuk aneh kalau dari Rohingya malah diusir-usir begitu,” tanyanya retorik.
Ketiga, inilah cermin dari Muslim yang terpecah belah setelah tidak ada khilafah. “Harkat, martabat dan kehormatan kaum Muslim itu begitu direndahkannya, dicabik-cabik nyawanya dengan sangat mudah,” pungkasnya. (mediaumat/adj)