Karut Marut Bisnis Elpiji Di Indonesia
Karut Marut Bisnis Elpiji Di Indonesia
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri makin aktif membongkar borok pengelolaan sektor energi nasional. Kali ini dia membeberkan keganjilan dalam bisnis gas 3 Kilogram (Kg).
Faisal membeberkan, praktik culas yang dijalankan di tubuh Pertamina. Istilahnya perampokan isi tabung gas.
Dijelaskannya, sesungguhnya setiap tabung gas 3 kg tidak diisi penuh alias masih menyisakan ruang 5-10 persen. Dari situ mereka mengambil untung yang dijual ke Stasiun Pengisian Bahan Elpiji (SPBE). Satu tabung gas sekitar Rp 300.
“Setiap tabung menyisakan sekitar 5 sampai 10 persen elpiji,” ujar Faisal.
Masyarakat pun menyadari dan mengeluhkan susutnya isi atau volume tabung gas yang tidak sesuai dengan berat aslinya, baik untuk gas elpiji bersubsidi tiga kilogram maupun yang non subsidi kemasan tabungan 12 kilogram.
“Biasanya setiap kali memasang gas elpiji tiga kilogram akan habis dalam jangka waktu dua minggu, tapi sekarang baru satu minggu sudah habis. Padahal saya gunakan juga jarang, karena jarang masak juga,” ujar seorang warga, Ani di Jakarta.
Kondisi seperti itu, jelas merugikan masyarakat sebagai konsumen atau penjual gas elpiji yang bersubsidi atau yang tidak. “Kami meminta Pertamina bersama pemerintah bisa menindak oknum karena dengan sengaja mengurangi volume gas elpiji,” jelas dia.
Berikut dikutip dari merdeka.com akan merangkum karut marutnya bisnis gas di Indonesia:
“Gas 3 kilogram coba timbanglah,” kata JK di Jakarta.
Jika benar bobot tabung gas itu lebih ringan dari seharunya. Maka, JK menjamin, tabung gas itu bisa ditukar kembali.
“Nanti suruh timbang orang. Kalau nggak, kasih kembali,” terangnya.
Petugas Operasional SPBE, Subagio menceritakan sulit melakukan kecurangan dalam pengisian gas di SPBE. Setiap hari, mereka seolah dimata-matai.
“Pengawasan di sini dari Pertamina, di mana-mana kan ada kamera. Setiap bulan rekamannya diambil (sama pertamina),” jelasnya.
Tidak banyak pekerja di SPBE tersebut. Dalam satu hari hanya dua shift, yakni pagi sama sore. Masing-masing maksimal 15 orang. Terkadang hanya 10 orang karena ada yang terpaksa absen kerja dengan alasan kesehatan.
“Kerja begini kan kerja kuli pak. Jadi jaga kesehatan juga,” keluhnya.
Ekonom Faisal Basri menegaskan, permainan ini hanya diketahui persis ‘orang dalam’ Pertamina. Sebab mereka tahu betul berat tiap tabung gas yang masuk ke SPBE.
Faisal menaruh curiga setelah ada rekannya yang mencoba menimbang ulang tiap tabung gas di SPBE namun dilarang Pertamina.
“Ada kawan saya yang beli alat timbang Rp 5 miliar, tapi tidak boleh sama Pertamina karena tidak boleh ada pengukuran ulang. Negara apa ini?” katanya heran.
“Timbangan adalah alat vital dalam perdagangan. Jika mempermainkan timbangan sudah mendarah daging, sistemik dan massif, peradaban bakal terancam,” tegas Faisal.
PT Pertamina menegaskan tidak pernah melarang agen penjual elpiji 3 kilogram (Kg) menimbang ulang saat pengambilan tabung di stasiun pengisian dan pengangkutan bluk elpiji (SPPBE). Bahkan mereka siap untuk memfasilitasi alat timbangan tersebut.
“Pertamina tidak pernah melarang SPPBE untuk melakukan penimbangan ulang ataupun memiliki alat ukut sendiri,” terang VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro, saat dihubungi di Jakarta.
Mantan VP Gas Elpiji Pertamina Gigih Hari Wahyu menambahkan, tidak pernah ada kecurangan yang dilakukan salah satu Badan Usaha Milik Negara tersebut. Pasalnya, audit kinerja program selalu dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Demi memastikan tidak ada oknum yang mengambil keuntungan secara pribadi.
“Kami diaudit juga sama BPK jadi gak mungkin. Kami sudah diaudit. Kami udah diaudit BPK dan internal audit kami juga ada Dirjen Migas,” tegasnya.
Beras dan gas merupakan salah satu hal pokok untuk berlangsungnya kehidupan sehari-hari. Setiap hari, tanpa disadari kita membutuhkan keduanya.
Namun belakangan ini, harga beras meroket naik, sedangkan elpiji 3 kg kerap langka. Kemahalan beras dan kelangkaan gas elpiji membuat resah warga, khususnya para ibu rumah tangga.
“Kalau beras mahal, gas elpiji langka, apakah saya harus setop masak? Anak-anak saya makan apa nanti? Mohon pemerintah cepat tanggap dalam hal ini,” Lita (38), warga Sunter Jaya, Jakarta Utara saat berbincang dengan merdeka.com.
Mahalnya harga beras dan langkanya gas elpiji 3 kg memang membuat resah sebagian ibu-ibu, seperti wilayah Jakarta Utara. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menunggu kebijakan pemerintah dalam menanggapi hal ini. Diharapkan pemerintah lebih sigap menanganinya.
Komentar
Wajar jika karut marut ini terjadi. Negeri ini memang salah kelola. Serahkan pengelolaannya kepada para negarawan yang paham hukum Syara. Atur Indonesia dengan Syariah Islam.