Ketika Dunia Terlupa Pembantaian Muslim Bosnia

Ribuan orang berkumpul di Srebrenica pada hari Selasa (12/07)untuk memperingati pembantaian terhadap sekitar 8.000 Muslim Bosnia di tahun 1995. foto: ArrahmahNews


MUSTANIR.COM – ‘’Mereka itu Nazi. Dia datang menembaki semua orang.’’ Fatma, perempuan setengah baya yang menjaga gerai di sebuah hotel di Sarajevo terlihat tercekat ketika menceritakan soal perang saudara yang pernah berkecamuk di negerinya. Dia berbicara lirih dan dingin seperti suara gesekan udara di akhir musim semi di ibu koa Bosnia.

‘’Are you Muslim,’ tanyanya. Saya pun menangguk. Perempuan dengan dua orang cucu tersenyum manis. Dia bertanya lagi dari mana asal saya: Are you Malaysia? tukasnya. Begitu saya menyebut Indonesia, dia segera menyahut. “Ya, di sini ada Masjid Indonesia. Masjid Soeharto. Di pusat kota,’’ tukas Fatma lagi.Seperti warga Muslim Bosnia lainnya, memang masjid Indonesia yang dibangun Presiden Soeharto melekat di mata dan hati orang mereka.

Benar, tempat ibadah umat Islam yang di dalamnya terdapat mimbar berukir sumbangan BJ Habibie, di pusat kota Sarajevo masjid karya aritek asal Bandung, Ahmad Nuqman, itu tampak berdiri megah. Di sebelahnya ada lapangan sepakbola. Tak jauh dari masjid ada jalur trem yang membelah kota yang di dekatnya ada trotoar yang sangat enak untuk berjalan kaki. Masjid itu berada dicekungan bukit. Letaknya sebenarnya yak begitu jauh dari lapangan terbang Sarajevo. Para jejaka dan gadis berdandan modis lalu lalang di situ.

Kata warga setempat, dahulu semasa perang perbukitan di sekeliling masjid itu sangat berbahaya. Di sana bertebaran sniper dan senjata berat dari Serbia. Siapa pun yang berani masuk ke arah lapangan terbang yang searah dengan lokasi masjid tak ada yang bisa selamat. Sisa-sisa bekas perang di beberapa gedung pun masih terlihat. Meski begitu Sarajevo tetap kota yang cantik. Ciri sebuah kota megah yang pernah menjadi pusat Olimpida Musim dingin pada tahun 1982, masih terasa adanya.

Ya memang kota ini memang sekarang tentram. Tapi nun 23 tahun silam, tempat ini malah menjadi ajang konflik akibat runtuhnya Yugoslavia menjadi tujuh negara. Bekas kekuasan diktator Joseph Broz Tito hancur berkeping-keping. Celakanya tak hanya konflik, tapi perpecahan ini malah kemudian memantik perang dan pembantaian massal. Sisa konflik itu berbekas pada bekas taman di tengah kota yang menjadi tempat pekuburan masal. Taman bunga melati dan mawar sesuai perang berubah menjadi pemakaman massal. Lokasi memanjang serta meninggi ke arah sebuah bukit.

‘’Saudara saya banyak yang mati menjadi korban. Entah apa tiba-tiba Serbia datang menyerbu dan membantai seperti Nazi,’’ Fatma berulangkai mengulang kata ‘Nazi’. Tampak ada kepilaun yang mendalam di wajahnya ketika menyebut kata itu. Dan memang dari sejarahnya wilayah Bosnia atau Balkan banyak bersinggungan dengan ekspansi Hitler semasa perang dunia II.

‘’Mereka bantai kami karena Muslim,’’ ujarnya lagi. Bukan hanya itu, lanjut Fatma, tak cukup membunuh mereka juga memperkosa. Dan hasilnya setelah itu banyak perempuan Bosnia yang pikirannya terganggu dan mendapat anak hasil tindakan perkosaan.’’Mereka ingin menghilangkan darah dan keturunan asli orang Bosnia,’’ ujarnya lagi. Setelah berkata seperti itu dengan terbata Fatma membaca Alfatihah yang ternyata masih bisa diingatnya. Sesaat dia kemudian berhasil menguasai emosinya yang sempat bergejolak hebat.

Memang bekas pembantaian kini tak begitu terlihat di Sarajevo. Namun ketika pergi menuju sebuah kota kecil yang berada di sebelah timur, Srebenica, nuansa horor pembantaian dapat segera terlihat. Begitu masuk kota Srebrenica, sebuah pekuburan masal segera terlihat. Letaknya persis di pinggir jalan besar. Dalam pemakaman masal tercantum nama para korban. Semua Muslim dan ini bisa terlihat dari namanya yang memakai nama Islam meski dalam ejaan Bosnia yang agak mirip dengan bahasa Turki.

‘’Sampai kini sisa konflik masih tersisa. Orang Serbia yang melintas di dekat pemakaman masal itu kerap memancing keributan dengan membunyikan klakson mobil keras-keras. Akibatnya, warga Srebrenica banyak yang kesal dan membalas dengan melempari mobil itu,’’ kata seorang warga Bosnia yang menjadi mengelola sebuah restoran ala Turki di sebuah pinggir jalan sebelum masuk ke Srebrecina.

Tak hanya itu, dendam kesumat antara warga Serbia dan Bosnia bahkan sempat terjadi langsung di sebuah plaza. Entah mengapa tiba-tiba ada dua kelompok orang ribut sambil memakai. Tak jelas apa yang mereka pertengkarkan karena memakai bahasa lokal. Namun dari cerita orang-orang ada disekitarnya yang ikut menjaga toko, menyebutnya sebagai perterungan ‘Derbi’ (pertarungan orang sekota). Kedua kelompok itu bertengkar kata saling mengejek dan menantang. Yang satu menuduh orang Bosnia pengecut, yang satu menyebut orang Serbia penjajah dan pembantai. Perang kata-kata berlangsung cukup lama, meski tidak sampai kemudian terjadi keributan fisik.

‘’Orang Bosnia dan Serbia masih saling bertengkar ketika bertemu,’’ kata Nadeem pemandu wisata asal Belanda yang keturunan Turki. Kebetulan dia adalah saksi mata langsung tragedi pembantaian itu. Tak hanya itu Nadeem hadir sebagai relawan yang pertama pada hari-hari sesuai terjadi pembantaian dan pengungsian besar-besar Muslim Srebrenica.

’’Mengenang pembantaian itu saya pun masih emosi. Setiap datang ke sini saya sedih luar biasa,’’ ujarnya.
(republika.co.id/12/7/18)

About Author

Categories