Khilafah adalah Tharîqah, Wajib Hukumnya, Bukan Sekadar Wasilah yang Mubah

MUSTANIR.netSalah satu sikap berargumentasi yang keliru dan fatal adalah defensif apologetik. Yakni sikap bertahan, untuk membela diri, dengan mencari dalih pembenar (apologi) agar bisa dibenarkan lawan. Sikap seperti ini tidak lahir melainkan dari orang yang inlander, mental inferior dan introvert.

Contohnya adalah khilafah. Saat ada yang mengkritik tujuan beragama bukan khilafah tetapi menegakkan tauhid, lalu para pembela khilafah sibuk membela diri dengan narasi khilafah hanyalah sarana (wasilah). Seolah-olah jika khilafah tegak, tauhid tidak tegak. Padahal untuk menegakkan tauhid, menjadikan hanya Allah subḥānahu wa taʿālā pemilik kedaulatan, mutlak dibutuhkan khilafah.

Sama juga ketika orang mengkritik khilafah sebagai kekuasaan yang otoriter, karena khalifah dipilih dan dibai’at dan menjabat hingga meninggal dunia, lalu membela diri dengan ungkapan “dalam Islam juga terdapat nilai nilai dan menerapkan demokrasi”. Seolah-olah, pangkal kezaliman adalah jabatan khilafah yang hingga akhir hayat. Padahal, pangkal kezaliman adalah tidak diterapkannya hukum syariat.

Sepanjang khalifah terikat dengan syariat, hanya menerapkan hukum Allah, maka kekuasaan khilafah hingga meninggal dunia wajib dijaga karena esensinya menerapkan hukum Allah subḥānahu wa taʿālā. Namun apabila khalifah maksiat, kewajiban rakyat adalah mengoreksinya. Bahkan jika khalifah menerapkan kekufuran yang nyata (kufron bawahan), maka kewajiban rakyat adalah memecatnya dan segera membai’at khalifah yang baru.

Dalam sistem demokrasi, kendati pemimpinnya dipilih rakyat namun pemimpinnya menerapkan hukum kedaulatan rakyat, hukum hawa nafsu. Maka sejak hari pertama pemimpin demokrasi dilantik, sejatinya dia telah melakukan kezaliman karena menentang hukum Allah subḥānahu wa taʿālā.

Perlu kembali ditegaskan bahwa khilafah adalah tharîqah. Bukan wasilah. Ada perbedaan antara fikrah dan tharîqah yang bersifat baku (wajib), dengan uslub dan wasilah yang bersifat mubah (boleh).

Dalam kitab Mafahim dijelaskan bahwa Islam adalah akidah yang memancarkan sistem. Sistem ini adalah hukum-hukum syara’ yang digali dari dalil-dalil tafshîlî (kasus per kasus).

Di dalam sistem tersebut, Islam telah menjelaskan tata cara yang digunakan untuk menerapkan hukum-hukumnya melalui hukum syara’. Dan hukum-hukum syara’ yang menjelaskan tata cara untuk menerapkan (hukum) inilah –yang disebut– tharîqah, sementara yang lain adalah fikrah.

Hukum-hukum syara’ yang menjelaskan tata cara menerapkan solusi-solusi (hukum-hukum syara’) ini, serta tata cara mempertahankan akidah dan mengemban dakwah itu juga merupakan tharîqah.

Dan selama tharîqah tersebut terdapat di dalam syariah, maka dalam masalah tharîqah itu wajib hanya mengambil apa yang dinyatakan oleh syara’ dan apa yang digali dari nas-nasnya.

Demikianlah, hukum-hukum tharîqah yang lain itu digali berdasarkan ijtihad dari al-kitab, as-sunnah, ijma’ sahabat dan qiyas, sebagaimana hukum-hukum yang lain. Ketika as-sunnah berfungsi untuk menjelaskan al-kitab, maka fikrah itu juga dinyatakan secara mujmal dalam al-kitab, sementara di dalam as-sunnah dinyatakan secara detail. Begitu juga tharîqah telah dinyatakan dalam al-kitab secara mujmal, sementara di dalam as-sunnah telah dinyatakan secara detail.

Khilafah adalah thariqoh, yakni metode baku untuk menerapkan akidah dan hukum syara’ dalam kehidupan. Karena tanpa khilafah, seluruh hukum syara’ yang menyandarkan pelaksanaannya pada khilafah, tidak dapat diterapkan.

Hukum hudud, qisos, diyat, ta’jier, dan mukholafah adalah hukum Islam yang merefleksikan penegakan tauhid. Jika hukum ini tetegakkan, maka tauhid juga tegak. Jika hukum ini ditelantarkan, maka tauhid akan roboh.

Karena itu tidak boleh mengatakan bahwa khilafah hanya wasilah yakni sarana untuk menegakkan hukum Islam. Sebab, pemikiran seperti ini mengandung potensi alternatif penegakan hukum Islam, yang bisa saja diterapkan dalam sistem demokrasi, karena khilafah hanya dianggap wasilah (sarana).

Harus ditegaskan, bahwa khilafah adalah tharîqah. Hanya dengan khilafah, hukum Islam ditegakkan. Penegakan hukum Islam melalui sistem demokrasi ataupun kerajaan, menyelisihi syariat sehingga hukumnya batil. Alhasil tidak ada metode lain untuk menerapkan hukum Islam dan menegakkan tauhid, kecuali hanya dengan menegakkan daulah khilafah. []

Sumber: Ahmad Khozinudin

About Author

Categories