Khilafah : Ditolak Atau Diterapkan?

Khilafah : Ditolak Atau Diterapkan?

MUSTANIR.COM – Sebagaimana shalat 5 waktu mengangkat seorang Khalifah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah atas manusia adalah kewajiban syar’i bagi setiap muslim. Bahkan bila ada yang menolak dan menentang kewajiban shalat itu, misalnya dengan tidak mau mengerjakan shalat atau meragukan kewajibannya atau menghalangi manusia mengerjakan shalat atau mengajak manusia untuk menolak dan menentang kewajiban itu, maka shalat tetaplah kewajiban syar’I bagi setiap muslim. Karena kewajiban itu datang dari Allah bukan dari manusia atau atas persetujuan manusia.

Begitu halnya dengan Khilafah atau mengangkat seorang Khalifah yang akan menerapkan aturan Allah baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Walaupun ada yang menolak dan menentangnya, meragukannya, menghalangi manusia dari mengusahakannya, mengajak manusia untuk mengahalanginya, menentang atau memboikot usaha untuk memahamkan umat akan kewajibannya dan lain sebagainya, maka Khilafah tetaplah menjadi kewajiban syar’I bagi setiap muslim.

Urgensitas Khilafah atau Imamah ini telah banyak ditegaskan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Hujjatul Islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, misalnya, dalam kitabnya, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, menyatakan,6 “…Agama dan kekuasaan itu ibarat (dua saudara) kembar…Agama itu pondasi, sedangkan kekuasaan itu adalah penjaga. Sesuatu yang tanpa pondasi akan roboh dan sesuatu yang tanpa penjaga akan hilang…Jelaslah bahwa sesungguhnya kekuasaan itu urgen…Dengan demikian kewajiban mengangkat imam (khalifah) itu adalah termasuk salah satu dari hal-hal yang urgen secara syar’i.”

Imam Ibn Hajar al-Haitami al-Makki asy-Syafii, dalam kitabnya, Shawâ’iq al-Muhriqah (I/25) juga menyatakan, “…Para Sahabat ra. telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah masa kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan kewajiban tersebut sebagai yang paling penting saat mereka lebih menyibukkan diri dalam urusan mengangkat imam (khalifah) daripada memakamkan (jenazah suci) Rasulullah saw.”

Seorang Ulama Ahli Tafsir Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya saat menjelaskan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 30.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Dan ingatlah ketika TuhanMu berfirman kepada Malaikat “sungguh aku akan menjadikan di atas bumi ini seorang Khalifah” (TQS. Al-Baqarah : 30)

Beliau menjelaskan dalam tafsirnya :

هَذِهِ الْآيَةُ أَصْلٌ فِي نَصْبِ إِمَامٍ وَخَلِيفَةٍ يُسْمَعُ لَهُ وَيُطَاعُ، لِتَجْتَمِعَ بِهِ الْكَلِمَةُ، وَتَنْفُذُ بِهِ أَحْكَامُ الْخَلِيفَةِ. وَلَا خِلَافَ فِي وُجُوبِ ذَلِكَ بَيْنَ الْأُمَّةِ وَلَا بَيْنَ الْأَئِمَّةِ إِلَّا مَا رُوِيَ عَنِ الْأَصَمِّ

“…ayat ini adalah dalil pokok dalam persoalan pengangkatan imam dan khalifah yang wajib didengar dan dita’ati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan, hukum-hukum khalifah. Tidak ada perbadaan tentang wajibnya hal tersebut diantara umat, tidak pula diantara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham. [Al Imam Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farah Al Qurthubi, Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an, juz 1 hal 264-265]

Begitu pula dalam Kitab Tafsir Al-Munir penulisnya Dr. Wahbah Az-Zuhaili menyatakan demikian dengan memperjelas yang menolak itu adalah Abu Bakar Al-‘Asham dari Mu’tazilah (Tafsir Al-Munir fi Al-‘Aqidah wa Asy-Syari’ah wa Al-Manhaj Juz 1 hal 129)

إن هذه الآية أصل في نصب إمام حاكم، وخليفة يسمع له ويطاع، لتجتمع به الكلمة، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف بين العلماء في وجوب ذلك، إلا ما روي عن أبي بكر الأصم من المعتزلة.

Begitu pula dalam Kitab Tafsir Adhwaul Bayan fi idhahi Al-Quran bi Al-Quran, Imam Muhammad Al-Amin Asy-syinqithi menjelaskan wajibnya mengangkat seorang Khalifah. Beliau bahkan menyebutkan ayat lain yang menjadi sandaran diwajibkannya mengangkat seorang Khalifah atas umat Islam. Misalnya firman Allah :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْض

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,….(TQS. An-Nur : 55)

Selanjutnya beliau mengatakan :

وَأَجْمَعَتِ الصَّحَابَةُ عَلَى تَقْدِيمِ الصِّدِّيقِ بَعْدَ اخْتِلَافٍ وَقَعَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ فِي التَّعْيِينِ

Dan para sahabat sepakat (ijma’) atas pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq sebagai Khalifah setelah terjadinya perbedaan pendapat diantara muhajirin dan Anshar di Balai pertemuan Bani Sa’idah.

Dalam kitab Al-Asas fi At-tafsir dinyatakan :

فصل في منصب الخلافة وضرورة إحيائه

Pasal Pengangkatan Khalifah dan Pentingnya Menghidupnnya (Kembali). (Sa’id Hawwa, Al-Asas fi At-tafsir Juz 1 hal 130)

Disebut sebagai Kewajiban syar’I adalah bahwa ia datang dari Allah atau atau RasulNya atau lebih mudahnya kewajiban ini memiliki sandaran dalil yang jelas yang tidak terbantahkan. Kewajiban mengangkat Khalifah didasarkan kepada Nash Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma’ Sahabat. Lebih jelasnya bisa dibuka di kitab Ajhizatu Daulatil Khilafah fi Al-Hukmi wa Al-Idarah.

Berikut kami kutipkan pendapat Ulama Syafiiyah akan wajibnya Khilafah agar kita faham bahwa kewajiban ini tidak datang dan diwajibkan oleh Hizbut-Tahrir saja, melainkan ia adalah kewajiban yang telah dijelaskan oleh para Ulama kaum muslimin jauh sebelum masa kita sekarang.

Imam An-Nawawi as-Syafi’i dalam kitab Raudhatut Thalibin menyatakan :

الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها مواضعها. قلت تولي الإمامة فرض كفاية ……

“…Pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan mengenai metode (jalan untuk mewujudkannya). Adalah suatu keharusan bagi umat adanya seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela orang yang didzalimi, menunaikan hak, dan menempatkan hak pada tempatnya. Saya nyatakan bahwa mengurusi urusan imamah itu adalah fardhu kifayah”.[Imam Al Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa An Nawawi, Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III hal 433].

Beliau juga menyatakan

يَجُوْزُ أَنْ يُقَالَ لِلْإِمَامِ : الْخَلِيْفَةُ ، وَالْإِمَامُ ، وَأَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Imam boleh juga disebut dengan khalifah, imam atau amirul Mukminin”. [Syeikhul Islam Imam Al Hafidz Yahya bin Syaraf An Nawawi, Raudhah Ath Thalibin wa Umdah Al Muftiin, juz X hal 49; Syeikh Khatib Asy Syarbini, Mughnil Muhtaj, juz IV, hal 132]

Beliau yakni Imam Abu Zakaria an-Nawawi Asy-Syafi’I juga menyatakan :

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ يَجِب عَلَى الْمُسْلِمِينَ نَصْبُ خَلِيفَةٍ وَوُجُوبُهُ بِالشَّرْعِ لاَ بِالْعَقْلِ،

Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah. Kewajiban ini ditetapkan berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal. (Imam Abu Zakaria an-Nawawi,Syarh Shahih Muslim, VI/291).

Imam An-Nawawi As-Syafi’i adalah Ulama besar yang sangat terkenal. Beliau adalah sosok Ulama yang didambakan umat, Ulama yang tidak takut kepada manusia atau penguasa, tidak luluh dan luntur dalam membela agama Allah walau dirayu dengan harta dan tahta sekalipun. Ulama yang hanya takut kepada Allah yang jujur dalam perkataan dan perbuatan.

Beliau tahu bahwa kewajiban dari Allah tidak perlu persetujuan dari manusia, baik manusia itu menolak maupun menerima maka ia tetaplah kewajiban sebagaimana sholat. Perhatikanlah apa yang beliau sampaikan sebagaimana diatas.

Siapa saja yang menolak kewajiban dari Allah, maka ia akan mendapatkan dosa. Tentu berbeda antara yang menerima dan menolak kewajiban ini. Apalagi penolakan itu diikuti dengan mencegah, menghadang, memboikot dan melakukan tindakan anarkis, maka malaikat Allah yang akan mencatat segala perbuatan mereka. []

Oleh : Wajdi Abdul Wahid
(Lajnah Tsaqofiyah HTI DPD Jatim)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories