Krisis dan Perpecahan Kristen Akibat Doktrin Gereja

Krisis dan Perpecahan Kristen Akibat Doktrin Gereja

Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center

Doktrin Trinitas bukanlah ajaran yang diturunkan dari Tuhan. Doktrin Trinitas hanya digagas dan diterapkan lewat penyelenggaraan konsili di sepanjang sejarah.

Doktrin gereja mempunyai sekian banyak kelemahan sehingga selalu saja menimbulkan perpecahan-perpecahan baik di awal kekristenan hingga kini. Dalam hal ini yang saya maksud adalah doktrin Gereja Katholik yang mengklaim diri sebagai Kristen paling awal.

Krisis gereja tidak lain dan tidak bukan, diakibatkan karena doktrin gereja yang mendapat pertentangan baik dari gereja Kristen yang lain maupun dari lembaga-lembaga Katholik, badan-badan di bawah Sri Paus. Dan Sri Paus, terutama Yohanes Paulus II telah melakukan upaya sedemikian rupa untuk meredam gejolak akibat krisis tersebut, sebagaimana isi Konsili Vatikan II tahun 1965 M.

Sebenarnya akar krisis ini telah muncul sejak dua ribu tahun silam, di mana di dalamnya memuat hal-hal yang kontradiksi yang dianggap tidak dapat diterima atau tidak sejalan dengan logika karena disebabkan beberapa penyimpangan-penyimpangan yang telah terbukti secara ilmiah dan secara dokumenter, sebagaimana akal para Kristen yang juga tidak lagi dapat menerimanya pada saat ini.

Beberapa unsur penting yang membentuk doktrin Kristen yaitu: Trinitas, Yesus, Rahasia-rahasia, Injil-Injil dan beberapa wasiat. Kita akan membahas satu persatu doktrin Kristen ini secara berkelanjutan yang dibagi beberapa edisi seperti tulisan-tulisan yang lalu.

Trinitas
Trinitas adalah salah satu dari pondasi dasar tempat tegaknya agama Kristen. Doktrin ini menyatakan demikian, “Bapa adalah Tuhan, anak adalah Tuhan dan Roh kudus adalah Tuhan, akan tetapi hanya ada satu Tuhan, Tuhan dalam tiga oknum” (Encyclopedia Bordas, 231/1)

Perlu diketahui, orang-orang Kristen tidak mengenal kata Trinitas sebelum penghujung abad kedua. Penggunaan Trinitas pertama adalah dalam buku Theophilus Antholacy untuk Autolycus (A.Autolycus. Dieu: Pere, Fils, Espirit). Hal ini membuktikan bahwa Trinitas sama sekali tidak tersebut dalam Al Kitab/Bibel. Tapi merupakan doktrin yang telah tersusun seiring dengan perjalanan waktu.

Pengenalan Trinitas pada abad-abad pertama inilah yang menyebabkan sejumlah perpecahan yang akhirnya menyebabkan digelarnya Konsili Nicea I pada tahun 325 M. Seorang uskup dari Alexandria bernama Arius (256-336 M) berpendapat bahwa Yesus yang disebut Anak, bukanlah berasal dari karakter ketuhanan Bapa. Sebab Bapa bersifat azali; tidak berawal tidak berakhir. Sedangkan anak adalah dilahirkan, artinya ia memiliki awal dan akhir, bersifat materi fisik, artinya ia diciptakan, dan ia bukanlah tuhan. Namun Arius dan pengikut-pengikutnya justru dikucilkan dan dikecam dalam Konsili Nicea.

Setelah Konsili Nicea I, banyak orang-orang Kristen yang terbunuh akibat tidak mau menerima keputusan Konsili I, termasuk para pengikut Arius. Di sini tampak kepentingan politis Kaisar Konstantin yang menggunakan Gereja untuk mempertahankan keutuhan wilayahnya.

Perpecahan dalam gereja dan cabang-cabangnya pun makin bertambah parah sehingga kemudian diselenggarakan Konsili Konstantin II pada Juli tahun 381 M. Di Konsili ini ditetapkan penerapan doktrin secara final terhadap semua orang tanpa kecuali yang bentuknya telah digagas pada Konsili Nicea I, disertai pengasan bahwa Roh Kudus adalah sama dengan Tuhan dan Yesus!

Akan tetapi gagasan ini tak bisa sepenuhnya diterima. Pada September di tahun yang sama, secara mendesak akhir-nya terselenggara Konsili Ecuila di Italia untuk menolak keputusan yang dihasilkan Konsili Konstantin. Konsili Fairul di sebelah Utara Timur Italia yang berlangsung pada tahun 796 M isinya mengecam gereja Yunani akan konsep Roh Kudus. Pada tahun 807 M Gereja Yerussalem (Al Quds) menetapkan konsep penyamaan antara Roh Kudus dengan Bapa dan anak. Inilah yang menyebabkan lebih banyak lagi perten-tangan dan konflik.

Tahun 809 M, Konsili Exlachabl di selatan Perancis mengakui konsep Trinitas, tapi para pembesar keuskupan Prancis menolak memasukkan konsep tersebut secara resmi dalam doktrin Kristen. Selan-jutnya, tahun 1099 M bulan Oktober, Konsili Bari di selatan Italia, gereja Yunani mengakui konsep Trinitas.

Dari pemaparan di atas kita dapat melihat bahwa Doktrin Trinitas bukanlah ajaran yang diturunkan dari Tuhan. Doktrin Trinitas hanya digagas dan diterapkan lewat penyelenggaraan konsili di sepanjang sejarah. Hal ini bisa dibuktikan lewat dokumen-dokumen sejarah dan gereja, kendati ada upaya penyelewengan dan penutupan sejarah terhadap dokumen-dokumen tersebut.

Dari sini kemudian terbukti bahwa ada tangan-tangan yang tak bertanggung jawab yang mempermainkan kitab Injil. Yaitu keberadaaan ayat Matius 28:19, yang berbunyi demikian, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,”

Sebagaimana diketahui, ayat ini sesungguhnya ditulis setelah tahun 70 atau 80 M. Yakni tepatnya setelah Konsili I Al Quds tahun 51 M. Penempatan ayat tambahan ini dalam Injil Matius membuktikan terjadinya proses penyelewengan dalam Injil. Karena sejak awal hingga akhir masa kenabian Isa as, ia selalu menekankan perbedaan antara dirinya dengan Tuhan (Markus 12:29-30; Markus 13:32; Matius 19:17; Yohanes 20:17; Yohanes 14:28; Matius 4:10; Matius 21:11; Matius 23:9; Lukas 7:16; Lukas 13:33; Yohanes 6:14; Yohanes 8:40; Lukas 24:19; Yohanes 14:24; Markus 12:29-30; Markus 13:32; Matius 19: 16-17).[SUMBER]

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories