Krisis Listrik Berulang: Kegagalan Pengelolaan Kapitalistik

3524_Bright-PLN-Batam-Cabut-Subsidi-Golongan-Rumah-Tangga-900-VA

Krisis Listrik Berulang: Kegagalan Pengelolaan Kapitalistik

MUSTANIR.COM – Indonesia didera masalah kelistrikan disertai terus berlanjutnya kenaikan tarif, masalah ini sesungguhnya kembali kepada pemerintah kita dan sistem kapitalisme yang gagal. Pemerintah telah melalaikan tanggungjawabnya dalam menyediakan berbagai kebutuhan dasar bagi masyarakat secara murah bahkan gratis seperti listrik dan BBM. Akibatnya, kenaikan Tarif Dasar Listrik secara periodik menjadi konsekuensi yang memberatkan rakyat.

Keterbatasan PLN untuk memasok ketersedian listrik, Pemerintah mengundang swasta untuk ikut membangun fasilitas pembangkit dan transmisi. Swasta menjawab undangan ini dengan meminta kontrak karya (keharusan PLN membeli listrik mereka, tentu dengan harga lebih mahal). Upaya privatisasi yang dilakukan oleh Pemerintah dengan alasan meningkatkan efesiensi dan transparansi serta mengurangi subsidi listrik sehingga bisa menghilangkan korupsi di tubuh PLN. Padahal masalah efisiensi dan transparansi serta meningkatnya subsidi adalah sebagian besar disebabkan  masalah teknis yang sangat bergantung pada kemampuan manajerial dan kememimpinan PLN serta faktor luar PLN. Salah satu sumber inefisiensi yang terjadi pada tubuh PLN  di antaranya dipicu oleh regulasi minyak dan gas. UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas terutama pasal 22 telah menyebabkan kelangkaan gas. Pasalnya, gas dari lapangan di dalam negeri oleh perusahaan gas asing sesuai dengan UU itu lebih banyak diekspor dibandingkan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Inefisiensi juga disebabkan praktik kolusi dan korupsi  ditubuh PLN. Akibat inefisiensi yang terjadi di tubuh PLN maka terjadi peningkatan subsidi listrik yang harus ditanggung oleh Pemerintah melalui dana  APBN. Faktor lain yang juga menyebakan kinerja PLN buruk adalah besarnya utang yang dimiliki PLN. Karena PLN terjerat Utang maka kinerja PLN sudah di dikte oleh pemberi utang baik terkait dengan kebijakan maupun terkait pengadaan barang modal. Semua yang terjadi baik inefisensi, korupsi maupun utang yang terjadi di tubuh PLN adalah sebuah skenario yang sengaja dibuat untuk memuluskan proyek privatisasi yang menjadi kebijakan para ekonom kapitalis.

Kapitalisme Beracun

Kebijakan kapitalisme yang didektekan kaum imperialis terhadap Indonesia melalui privatisasi. Akibat dari kebijakan tersebut kekayaan milik umum diletakkan di dalam kekuasaan berbagai perusahaan swasta global dan di tangan segelintir orang pemilik modal. Pemeliharaan urusan rakyat di mata para penguasa itu ujung-ujungnya adalah meningkatkan pajak atas masyarakat dan memberi denda mereka jika telat membayarnya.

Semua orang mengetahui bahwa Indonesia mampu memenuhi kebutuhan listriknya dari energi minyak bumi, gas dan batu bara. Namun selama ini tidak dikerahkan daya upaya dalam memanfaatkan semua itu untuk memproduksi energi listrik. Semua itu sebabnya kembali kepada keinginan melemahkan perekonomian Indonesia untuk menjamin Indonesia agar terus bisa dicengkeram oleh penjajah. Dan para penguasa akan kembali menerapkan tugas itu untuk melindungi kekuasaan mereka. Krisis listrik Indonesia yang memiliki beragam sumber energi, tidak mungkin terjadi kecuali telah direncanakan penjajah dan pekerjaan para agen komprador yang terus dinobatkan untuk menerapkan rencana itu. Jadi kebijakan kapitalistik sekarang ini justru menciptakan krisis yang datang susul menyusul di Indonesia.

Solusi Itu Sangat Jelas

Solusi yang sangat jelas bahwa negara adalah pemelihara kepentingan masyarakat dan pengatur urusan mereka, bukan sebaliknya. Karena itu, di antara kewajiban negara adalah menghilangkan ketergantungan pada asing, menyediakan listrik, air, bahan bakar, pelayanan kesehatan, pendidikan dan berbagai pelayanan lainnya secara gratis atau murah. Jika negara abai dalam menyediakan sesuatu dari semua itu, maka wajib dikoreksi dengan sangat tegas. Jika tampak jelas bagi publik bahwa negara tidak memiliki kemampuan melakukan ri’ayah, maka pemerintah harus minggir dan mundur serta menyerahkan masalah itu kepada umat untuk memilih orang yang mampu memerintah dengan baik, bukannya malah negara yang abai itu biarkan mengalihkan beban dari pundaknya dan menyerahkannya kepada perusahaan kapitalis dan para pengusaha.

Karena itu, kekayaan-kekayaan itu adalah milik umat yang tidak boleh diprivatisasi kepada individu atau perusahaan betapapun besarnya perusahaan itu. Disamping itu, menempatkan kekayaan-kekayaan umat di tangan perusahaan-perusahaan kapitalis itu akan membawa ancaman bencana. Karena perusahaan-perusahaan kapitalis selalu terancam bangkrut dari satu waktu ke waktu lain. Buruknya krisis finansial akibat kapitalisme pernah kita rasakan. Solusi syariah untuk mengatasi krisis listrik saat ini dapat dilakukan cara menghentikan liberalisasi energi, termasuk listrik, dan mengembalikan seluruhnya ke tangan negara sebagai pengelola utama.

Islam akan menghancurkan ekonomi kapitalis dan menggantinya dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam menjamin pendistribusian harta dengan adil. Diantara mekanisme pendistribusian harta itu adalah kepemilikan umum untuk listrik, batu bara, minyak dan gas. Sumber-sumber ini bukan milik negara atau pun milik individu. Negara mengatur sumber-sumber ini untuk menjamin pemanfaatannya oleh seluruh rakyat, tanpa memandang ras, mazhab, warna kulit, pemikiran atau agama. Begitu pula al-Khilafah akan menghapus pajak atas bahan bakar dan energi yang berperan besar dalam menaikkan harganya. Di sisi lain, masyarakat akan disuplay dengan sumber-sumber itu dengan biaya produksinya saja. Jika sumber-sumber itu dijual ke negara-negara lain maka hasilnya akan dibelanjakan untuk keperluan-keperluan masyarakat. Karena itu politik Islam dalam hal listrik di bawah al-Khilafah akan memperkuat pilar-pilar industrialisasi yang kuat di Indonesia. [rs]

Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiyah DPD HTI Jawa Timur)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories