Krisis Nuklir Korut, Manuver AS dan Peran Khilafah Rasyidah di Masa Depan
Krisis Nuklir Korut, Manuver AS dan Peran Khilafah Rasyidah di Masa Depan
MUSTANIR.COM – Dilansir dari The Guardian, Senin (17/4), Wapres Amerika Serikat (AS) Mike Pence memperingatkan Korea Utara serta mendesak Cina untuk menekan Korut agar dapat menghentikan program nuklir. “Era kesabaran untuk Korut kini telah berakhir dan kami akan mendesak berbagai pihak, termasuk Cina untuk menghentikan program nuklir dan rudal balistik negara itu,” ujar Pence.
Korut di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, mengikuti tradisi filosofi Juche tentang kemandirian, sebagaimana yang diyakini oleh Kim Jong-il dan Kim Il-sung, namun dengan runtuhnya Uni Soviet filosofi ini diganti dengan doktrin militer pertama. Kim Jong un menggunakan doktrin tersebut untuk mengkonsolidasikan posisi politiknya sendiri dan memobilisasi negara terhadap ancaman baik eksternal maupun internal. Sehingga tidak ada warga sipil di Korea Utara: hanya ada tentara masa depan, para prajurit pada saat ini, para veteran, dan keluarga tentara. Militer adalah satu-satunya institusi yang benar-benar berfungsi di masyarakat, tidak hanya dalam hal melindungi perbatasan dan mempersiapkan terjadinya serangan pihak, tetapi juga dalam menjaga infrastruktur dan menjaga agar industri militer tetap berjalan.
Konstelasi Politik
Keterlibatan Internasional di semenanjung Korea adalah masalah mendasar di wilayah ini dan terus memanaskan konflik. Perang Korea berakhir dengan keputusan PBB yang menyatakan Semenanjung Korea terbagi antara Utara dan Selatan antara Uni Soviet dan Cina di satu pihak dan Amerika di pihak lain. Amerika selalu menawarkan insentif kepada Korea Utara untuk menutup kegiatan nuklirnya, namun Amerika tidak pernah mewujudkan janji-janjinya itu. Inilah sebabnya mengapa Korea Utara selalu memulai kembali kegiatan-kegiatan nuklirnya.
Seperti yang diberitakan dalam sebuah wawancara di Al Jazeera Robert Gates menguraikan posisi Amerika: “Amerika Serikat tidak akan menerima Korea Utara sebagai negara dengan senjata nuklir.” Dia memperingatkan akan memanasnya perlombaan senjata nuklir dan mengatakan: “. Kami tidak akan berdiri diam ketika Korea Utara membangun kemampuan untuk menimbulkan kerusakan pada setiap sasaran di wilayah tersebut, atau pada kami”. Mengenai masalah proliferasi nuklir, Gates mengatakan: “Transfer senjata nuklir atau material oleh Korea Utara ke negara atau badan non-negara akan dianggap sebagai ancaman besar kepada Amerika Serikat dan sekutunya, dan kami akan terus anggap Korea Utara bertanggung jawab penuh atas konsekuensi tindakan semacam itu. ”
Meski reaksi internasional mendesak untuk menghentikannya, Pyongyang menyatakan telah melakukan lima kali uji coba nuklir, dan yang kelima ini dianggap yang “paling kuat” hingga saat ini. Dilansir dari BBC Indonesia (9/9/16, Korea Utara menyatakan telah berhasil mengadakan lima kali uji coba nuklir, tahun 2006, 2009, 2013 dan pada bulan Januari serta September 2016. Dan Ahad (16/4/17) pagi Korut dilaporkan kembali menguji rudalnya. Menurut keterangan militer Korsel dan AS, uji coba tersebut dilakukan di daerah Sinpo, yakni pantai timur Korut. Namun, militer Korsel mengklaim bahwa uji coba tersebut gagal.
Amerika Serikat, Rusia, Cina, Jepang, dan Korea Selatan mencoba mengajak Korea Utara untuk terlibat perundingan yang dikenal sebagai perundingan enam pihak. Ada berbagai upaya perundingan perlucutan senjata nuklir dengan Korea Utara tapi tak ada upaya ini yang menghalangi tindakan Pyongyang. Uji coba nuklir Pyongyang dapat diartikan sebagai upaya untuk merangsang kebanggaan nasionalis dan memberikan ukuran kompensasi bagi kesulitan ekonomi pada dekade terakhir.
Dalam krisis nuklir Korut ini, tampaknya AS berusaha mengendalikan krisis untuk menguatkan posisi di wilayah ini dan menunjukkan superioritasnya, diantaranya untuk menggertak Cina bahwa AS tidak segan untuk mengobarkan perang di tetangga dekat dan sekutu Cina seperti Korut kapan saja. Krisis ini diinginkan Amerika untuk memukul Cina ketika Cina menolak keinginan Amerika. Amerika ingin menarik Cina ke medan Perang Korea. Kemudian Amerika hendak memukul Cina dengan dukungan sekutu dan antek-anteknya. Alasannya, karena Cina telah mengancam keamanan kawasan dan regional. Amerika telah memobilisasi negara-negara Asia untuk mengepung Cina.
Maksud lain yang tersembunyi, AS ingin menggunakan kesempatan untuk memeras Cina supaya mendapatkan kompromi di bidang ekonomi, perdagangan dan keuangan; juga masalah politik regional sehingga bisa menunda penyatuan Taiwan ke Cina. Dengan itu, Cina bisa dikendalikan dan dibatasi ruang geraknya pada perbatasannya saja dengan menggunakan alasan program nuklir dan rudal Korut.
Cina adalah sekutu utama Korea Utara dan Pyongyang tetap sangat tergantung pada perdagangan dan bantuan dari tetangganya. Banyak analis yang mengatakan terlalu dini untuk mengatakan apakah pendekatan Beijing telah berubah dan menekankan tidak ada tanda-tanda perubahan dan kebijakan yang mendasar dalam jangka panjang.
Hal ini menunjukkan bahwa Cina tidak siap menghadapi kemungkinan diserangnya Korut. Sebagaimana AS yang mengeksploitasi isu nuklir, Cina juga berusaha menggunakan isu ini untuk kepentingannya, yaitu dalam menghadapi masalah Taiwan, agar bisa disatukan kembali ke Cina. Tujuan Cina adalah memberikan tekanan kepada AS agar melepaskan dukungannya kepada Taiwan sehingga tidak menolak usaha Cina dalam mengambil alih Taiwan. Artinya, AS dan Cina sama-sama menggunakan isu Korut untuk Taiwan, tetapi dalam arah yang berlawanan.
Namun sangat tidak mungkin seperti halnya China akan melihat ini sebagai ancaman besar bagi integritas teritorialnya melakukan pembalasan. Amerika tidak pernah terpaksa untuk mengambil tindakan tersebut ketika Korea Utara tidak memiliki sebuah hulu ledak nuklir atau rudal balistik dan menyadari bahwa Pyongyang menuju ke arah ini. Amerika selalu menggunakan insentif untuk membawa Korea Utara ke meja perundingan.
What’s Next?
Perkembangan teknologi senjata telah mencapai tahap di mana senjata-senjata yang demikian kuat tidak hanya mampu menundukkan tentara suatu negara, namun juga mampu menghancurkan negera itu sendiri. Senjata-senjata itu dikenal sebagai Senjata Pemusnah Massal (Weapons of Mass Destruction-WMD) yang mampu menghancurkan kota-kota dan negara-negara dan meracuni bumi dengan radiasi, bahan kimia atau mikro-organisme selama beberapa dekade. Senjata-senjata itu memiliki kemampuan sedemikian rupa sehingga dianggap bisa membawa kehancuran total dari dua negara yang berperang, yang dikenal sebagai Kehancuran Pasti Kedua Pihak (Mutually Assured Destruction-MAD).
Ketika tiba saatnya nanti, negara Khilafah Rasyidah sebagai kekuatan nuklir harus mampu mencegah semua negara yang bermusuhan, bukan hanya Korea Utara. Mengenai pembangunan kapasitas dengan menganeksasi negara-negara muslim untuk menjadi kekuatan global tunggal, kemampuan nuklir Khilafah akan bertindak sebagai tameng bagi semua wilayah yang luas dari umat Islam.
Sekali lagi, Khilafah akan menjadi paying dunia dari berbagai kriminalitas negeara-negara. Khilafah akan menghilangkan ketergantungan destruktif terhadap Amerika, yang telah menyebabkan Amerika berkuasa di Indonesia dan lemah dihadapan Cina, namun sebaliknya Khilafah akan secara langsung mulai menantang kepentingan regional dan global Amerika, untuk menggantikan Amerika sebagai negara yang memimpin dunia. Negara Khilafah akan memimpin seruan bagi perlucutan senjata nuklir global yang dapat dibuktikan untuk mengakhiri ancaman nuklir terhadap kesejahteraan manusia.
Umar Syarifudin
(pengamat politik Internasional)