Laut Milik Rakyat, Haram Dipagari Korporat

MUSTANIR.net – Pagar laut misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, menembus 16 desa di 6 kecamatan. Keberadaan pagar laut berupa patok-patok bambu itu sebetulnya sudah dilaporkan dan diketahui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten pada Agustus 2024.

Pagar laut tersebut baru menjadi perhatian setelah foto-fotonya viral di media sosial. Namun, pemerintah mengaku tidak tahu asal-usul pagar laut itu. Belakangan, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono memilih menyegel pagar laut itu dan menyatakan bahwa pagar tersebut tidak berizin.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai bahwa kemunculan pagar laut misterius itu menjadi tanda lemahnya pengawasan dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurutnya, pagar-pagar tersebut memang dibangun sejak era pemerintahan sebelumnya dan dibiarkan berkembang. Hal ini membuktikan bahwa selama ini pemerintah hanya fokus mengambil pajak dan retribusi dari nelayan, tanpa memberikan perlindungan dan penjaminan terhadap hak-hak mereka yang menggantungkan hidup di laut (CNN Indonesia, 20 Januari 2025).

Hal ini jelas menyalahi komitmen para pemimpin negeri yang berjanji memanfaatkan sumber daya alam (SDA) demi kesejahteraan rakyat Indonesia. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Namun, apa artinya disebut sebagai negeri maritim jika laut justru dieksploitasi? Tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat. Alih-alih menunjukkan peningkatan kesejahteraan, angka kemiskinan justru semakin tinggi di negeri yang kaya ini, khususnya bagi nelayan. Tidak ada artinya pula jika masyarakat hanya “merasa” memiliki kekayaan SDA tanpa dapat menikmatinya secara hakiki.

Indikasi Hilangnya Kedaulatan

Kejadian ini adalah salah satu indikasi terancamnya keutuhan negeri yang kerap dikoar-koarkan sebagai “NKRI harga mati” oleh para pemimpin. Jika slogan tersebut benar-benar diperjuangkan, tentunya pemerintah tidak akan membiarkan laut dipagari sepanjang 30,16 kilometer hingga menembus 16 desa di 6 kecamatan.

Ironisnya, pemerintah baru menanggapi laporan tentang pagar laut setelah foto-fotonya viral. Padahal, laporan dari masyarakat sudah ada sejak Agustus 2024. Hal ini mencerminkan lemahnya respons negara dalam mengatasi persoalan rakyat, yang menjadi hal lumrah dalam sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan untuk mengurus umat. Prinsip kebebasan kepemilikan dalam kapitalisme membuat para kapitalis dapat menguasai kekayaan hingga kekuasaan, bahkan melebihi negara. Sebagaimana dijelaskan oleh Mujtahid Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Islam, negara hanya berfungsi sebagai regulator, mengikuti arahan para kapitalis, bahkan menjadi penjaga kepentingan mereka.

Haramnya Penguasaan SDA oleh Individu

Dalam Islam, SDA adalah milik umat, dan haram hukumnya jika dikuasai oleh individu atau swasta. Negara hanya bertugas mengelola SDA, dan hasilnya dialokasikan ke baitulmal untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur umum.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal, yaitu air, padang, dan api.” (HR Abu Dawud)

Hadis ini menunjukkan bahwa sumber daya yang dibutuhkan bersama tidak boleh dimonopoli oleh individu. Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang: rerumputan, air, dan api.” (HR Ibnu Majah)

Politik Islam menuntut negara untuk melaksanakan hukum Islam secara menyeluruh, termasuk dalam pengelolaan SDA. Politik luar negeri Islam juga bertujuan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Negara yang kuat, berdaulat, dan bebas dari intervensi korporasi atau negara asing adalah prasyarat bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Sistem khilafah menjadikan negara sebagai raain (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Sistem ini akan memastikan bahwa sumber daya alam digunakan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan segelintir kapitalis. []

Sumber: Nabila Zidane, Jurnalis

About Author

Categories