Meneladani Rasulullah Dalam Perniagaan

market-in-madinah

Meneladani Rasulullah Dalam Perniagaan

Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّاراً إِلَّا مَنْ اتَّقَى اللَّهَ، وَبَرَّ، وَصَدَقَ

 

sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai orang-orang yang menyeleweng kecuali orang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur”, (HR. At-Tirmidzi, dia mengatakannya hasan shahih)

Umar bin Al Khaththab telah berkata, 

لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ

 

Janganlah ada seseorang yang berjualan dipasar kami ini, kecuali jika ia telah mendalami ilmu agama. (HR. At Tirmidzi dg sanad hasan)

 

Definisi

Seseorang dikatakan meneladani perbuatan Rasulullah saw apabila dia berbuat memenuhi 3 syarat; (1) semisal dengan perbuatan Rasul (mitsla fi’lihi), (2) sejalan dengan niat dan tujuan dari perbuatan Rasulullah saw(‘ala wajhihi), (3) sesuai dengan konteks perbuatannya (min ajli fi’lihi).[1]

Jual Beli (al-bai’) secara syara’ adalah

مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ تَمْلِيكاً وَتَمَلُّكاً عَلَى سَبِيلِ التَّرَاضِي

 

Menukarkan harta dengan harta dengan akad pelimpahan hak milik (tamlik) dan penerimaan hak milik (tamalluk) dengan jalan saling menyetujui. [2]

Rukun Jual Beli

Menurut mayoritas ‘ulama (Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah), ada 4 rukun jual beli, yakni: (1) penjual, (2) pembeli, (3) shighot (ijab dan qabul), dan (4) barang yg jadi objek transaksi.[3]

Syarat-syarat Jual Beli[4]

1. Syarat terakadkannya[5] jual beli, yakni: (1) orang yang berakad telah berakal atau mumayyiz, (2) org yang berakad lebih dari satu, tidak sah pembeli dan penjual mewakilkan ke satu orang yang sama, (3) qabul bersesuaian dengan ijab, (4) barang yang dijual/beli ada, bisa diserahkan, dimiliki seseorang, dan tdk diharamkan memilikinya (5) satu majelis, harus bersatu atau berhubungan antara ijab dan qabul, adapun lewat surat/telepon dianggap satu majelis.

Bila yang berakad anak kecil yang belum mumayyiz (sekitar < 7 tahun), maka jual belinya tidak sah, bila telah mumayyiz namun belum baligh, terjadi perbedaan pendapat: sebagian menyatakan sah, asalkan seizin orang tuanya[6], sebagian menyatakan tidak sah, baik dengan seizin orang tuanya atau pun tidak[7], sebagian memperbolehkan untuk jual beli barang yang nilainya remeh, meski tanpa izin orang tuanya berdasarkan riwayat Ibnu Abi Musa bahwa Abu Darda membeli seekor burung kecil dari seorang anak kecil lalu dilepas.

2. Syarat efektif berlakunya[8] (nafâdz), yakni: (1) barangnya milik penjual atau dikuasakan kepada penjual, (2) tidak ada hak orang lain dalam barang tersebut, seperti barang gadaian, rumah yang disewakan dll.

Jika seorang menjual sesuatu tanpa ada izin dari yang punya barang (bay’ fudhuli), maka menurut Syafi’iyah dan satu riwayat dari Ahmad, jual beli tidak sah, sedangkan menurut Hanafiyah dan Malikiyyah jual beli ini hukumnya sah jika pemilik barang mengizinkan pasca transaski. Perbedaan pendapat terjadi dalam memahami hadits Urwah Al-Bariqi, dia berkata: “Rasulullah memberiku 1 dinar agar aku membelikan beliau seekor kambing. (Dengan uang itu) aku belikan 2 ekor kambing, lalu aku jual salah satunya dengan harga 1 dinar. Lalu aku bawa kambing dan 1 dinar tadi kepada beliau. Maka diceritakan kepada beliau perkara kambing tersebut, dan beliaupun berdo’a:

بارك الله لك في صفقة يمينك

 

“Semoga Allah memberkahimu pada transaksimu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dan hadits dari Hakim ibn Hizam, ia berkata “saya berkata; wahai Rasulullah saw. seseorang mendatangiku dan bertanya mengenai jual-beli barang yang tidak saya miliki, lalu saya menjualny di pasar, lalu Nabi saw. bersabda;

لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

 

janganlah engkau menjual barang yang tidak kamu miliki. (HR. Abu Dawud, at Tirmidzi dan An Nasa-i).

Adapun pendapat yang melarang, menyatakan bahwa hadits ‘Urwah itu mengandung makna wakalah secara mutlaq dari Nabi saw, yang menunjukkannya adalah bahwa ‘Urwah tetap membeli satu kambing dan menyerahkannya kepada Nabi saw.

3. Syarat sahnya jual beli[9], yakni jual beli bebas dari: (1) paksaan, (2) ketidaktahuan akan barang, (3) batas waktu, tidak sah menjual barang dibatasi waktunya, misalnya saya jual baju ini kepada anda satu bulan, (4) gharar (tidak jelas), adapun ketidakjelasan yg ringan semisal menjual rumah dengan pondasinya, padahal pembeli tdk tahu pondasinya, maka para ‘ulama membolehkannya. (5) dhoror (memudharatkan), semisal menjual lengan bajunya (sehingga bau asalnya jadi rusak), maka tdk sah, kecuali penjualnya siap menerima dharar atas dirinya. (6) syarat yang merusak akad.

Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian membeli ikan dalam air sebab itu adalah tipuan (ghurur)” (HR. Imam Ahmad).

Dalam hal khusus juga harus memenuhi: (1) al qabdhu (serah-terima) untuk barang bergerak, (2) mengetahui harga awal untuk jual beli amanah, yakni jual beli murabahah, tawliyyah, isyrak, maupun wadhi’ah, (3) tunai dalam hal jual beli mata uang, (4) terpenuhinya syarat salam dalam jual beli salam (bertempo), (5) setimbang (mumatsalah) dalam jual beli barang ribawi. (6). Barangnya sudah dalam “genggamannya”. Dalam jual beli salam (pesanan), pembeli tidak boleh menjual pesanannya sebelum dia terima barang tersebut dari penjualnya.

Rasulullah bersabda:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَجْنَاسُ فَبِيْعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

 

“Emas dgn emas, perak dgn perak, burr (gandum/wheat) dgn burr, sya’ir (jewawut) dgn sya’ir, kurma dgn kurma, garam dgn garam harus semisal dgn semisal tangan dgn tangan. Namun bila jenis-jenis ini berbeda mk juallah terserah kalian bila tangan dgn tangan .” (HR. Muslim)

Tidak boleh menjual 1 dinar dgn 2 dinar atau 1 kg kurma dgn 1,5 kg kurma, 1 gram emas dengan 1,5 gr emas dst, walaupun kualitasnya berbeda. Begitu juga tidak boleh menjual 1 gram emas dengan 1 gram emas namun tidak tunai.

Hukum ini juga berlaku untuk pertukaran uang (sharf) jenis fiat money(uang kertas), apapun bentuknya, agar tidak terjatuh pada riba harus memenuhi dua syarat:

Pertama, jika mata uangnya sama, misalnya rupiah dengan rupiah, dolar dengan dolar dst maka harus sama nilai nominalnya dan harus cash. Jika nominalnya tidak sama disebut riba fadhl.

Kedua, jika uangnya berbeda, seperti dolar Amerika dengan rupiah, maka harus cash, dan boleh nilai nominalnya berbeda. Jika tidak cash maka disebut riba nasi’ah.

Fatwa MUI NO: 28/DSN-MUI/III/2002 dengan tegas menyatakan bahwa transaksi Forward[10], Swap[11] dan Option[12] adalah haram. Tentang jual beli mata uang, Rasulullah menyatakan:

… وَلاَ تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ

 

… Dan janganlah engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan secara kontan.” (HR. Bukhary dan Muslim)

Fadlalah Ibnu Ubaid Radliyallaahu ‘anhu berkata: Pada hari perang Khaibar aku membeli kalung emas bermanik seharga dua belas dinar. Setelah manik-manik itu kulepas ternyata ia lebih dari dua belas dinar. Lalu aku beritahukan hal itu kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, dan beliau bersabda: “Tidak boleh dijual sebelum dilepas.” Riwayat Muslim.

4. Syarat yang menentukan kepastian[13] (luzûm), yakni tidak adanya hak khiyar (pilihan) dari penjual/pembeli semisal adanya ghaban (penipuan harga), tadlis (penipuan alat tukar), atau khiyar syarat (salah satu di antara keduanya menentukan hak khiyar sampai waktu tertentu). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَخْتَارَا

 

“Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan akad khiyar.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan juga berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar r.a, bahwa ada seorang lelaki yang sering kali tertipu dalam jual beli, maka Nabi saw memberikan kepadanya hak pilih. Beliau saw bersabda:

إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ

 

“Kalau engkau membeli sesuatu, katakanlah, ‘Tidak ada penipuan’.” (HR. Bukhari) [disampaikan pada pengajian di Bank Syariah Mandiri Kab. Banjar, 10 April 2013]

SUMBER

[1] Imam Syaifuddin Al-Amidiy (w. 631 H), Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz 1 hal 172

[2] An Nabhany, as Syakhsiyyah al Islamiyyah, juz2 hal 284

[3] Az Zuhayli, Al Fiqh Al Islamy wa Adillatuhu, juz 5 hal 6

[4] Diringkas dari Az Zuhayli, Al Fiqh Al Islamy wa Adillatuhu, juz 5 hal 13 dst.

[5] jika syarat ini tidak terpenuhi maka akad jual belinya batal

[6] pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal (Al-Mughni, juz 4 hal 168)

[7] pendapat Imam An-Nawawi (Al-Majmu’, juz 9 hal 185), Abu Tsaur, dan Ahmad dalam riwayat lain

[8] jika tdk terpenuhi maka akadnya bergantung pada pembolehan suatu pihak, kalau ada yang tidak setuju maka batal

[9] Jika tidak terpenuhi maka akadnya fasid. Menurut jumhur ‘ulama, fasid dan batal bermakna sama, yakni tidak sah. Hanafiyyah membedakan kalau bathil (batal) adalah jual beli yang tidak sesuai dengan rukun dan akadnya (ketentuan asal/pokok dan sifatnya), sehingga tidak menjadikan pertukaran kepemilikan. Adapun Jual beli fasid adalah jual beli yang sesuai ketentuan syara’ asal/pokok (syarat dan rukun), tetapi tidak sesuai dengan ketentuan syara’ pada sifatnya, misalnya barang yg dibeli tdk jelas yang mana, dalam jual beli fasid terjadi pertukaran kepemilikan setelah dijelaskan barang tsb oleh pemiliknya.

[10] Forward: transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang hukumnya adalah haram

[11] Swap: suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward

[12] Option: kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu

[13] jika tdk terpenuhi maka jual beli menjadi pilihan, mau dilanjutkan atau dibatalkan

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories