‘Mengemis’ Suara dari Orang Gila

Ilustrasi. Foto: Nusantara.news

MUSTANIR.COM – Menjelang tahun 2019, Para Calon Pemilu mulai mempersiapkan berbagai macam cara demi mendulang suara terbanyak, ada yang menggandeng ulama, pengusaha dan konglomerat. Dan bahkan ada pula yang melakukan hal aneh dan nyeleneh. Seperti baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang memperbolehkan Tuna Grahita atau dikenal dengan Disabilitas Mental menggunakan hak pilihnya saat pemilu mendatang.

Putusan MK tersebut, menyatakan bahwa Pemilih Disabilitas Mental, sepanjang tidak mengalami gangguan jiwa atau ingatan yang permanen maka masih memiliki hak pilih. Penyandang Disabilitas Mental yang mau ikut mencoblos juga diwajibkan membawa bukti berupa surat keterangan dari Dokter Jiwa.

Putusan MK ini pun dibenarkan oleh Komisioner Pemilihan Umum Ilham Saputra yang mengaku adanya aturan penyandang Disabilitas Mental ikut mencoblos di pemilu pada 2019 merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan MK bernomor 135/puv-Xlll/2015 warga yang mengidap gangguan jiwa bisa menggunakan hak pilihnya dengan syarat khusus.

Terkait hal ini, Ilham pun mempertanyakan masih ada warga yang berguyon ketika KPU hendak mengakomodir pemilih dari kaum Disabilitas karena menurutnya itu sudah diputuskan MK, dan agar bisa mengakomodir hak pilih dari para Disabilitas maka pemikiran masyarakat harus diluruskan. Jelasnya.

Sebelumnya, KPU menyatakan kaum Disabilitas Mental atau seseorang yang mempunyai gangguan kejiwaan bisa mendapatkan sebagai daftar pemilih tetap (DPT) untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Disabilitas bisa mencoblos itu tertuang dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 11 tahun 2018 tentang pemilih di dalam Negeri. Jumlah Disabilitas Mental menurut KPU sekitar 400 ribu orang.

Putusan MK ini pun mendapat sambutan hangat dari Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin, TB Ace Hasan Syadzily. Menurutnya, hak memilih merupakan hak dasar warga Negara termasuk hak perekaman E-KTP yang merupakan syarat sebagai pemilih. Ketua DPP Partai Golkar itu menambahkan, Putusan MK memiliki spirit untuk memberikan hak yang sama bagi kaum Tuna Grahita dalam pemilu. Meskipun tidak semua keterbelakangan mental dapat menggunakan hak pilihnya.

Dirinyapun meminta kepada para penyelenggara pemilu untuk pro-aktif mendata kaum disabilitas mental yang merupakan sebagai salah satu syarat Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pemilu. Okezone.com.

Putusan MK dan pernyataan KPU ini, tentunya menimbulkan pro dan kontra. Ada yang setuju dengan alasan setiap warga negara mempunyai hak yang sama dan ada juga yang tidak setuju dengan alasan ini.

Menurut pengertian umum, Orang Gila adalah orang yang sakit jiwanya atau ingatannya yang disebabkan oleh beberapa hal, lantaran ada gangguan pada urat syarafnya, lantaran angan-angan atau cita-cita yang tidak kesampaian, atau kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya seperti kehilangan kekasih, harta, jabatan dan sebagainya.

Sedangkan menurut pandangan Islam, Rasulullah SAW menjelaskan Gila sebenarnya adalah orang yang berjalan dengan penuh kesombongan dan membusungkan dada, dan memandang orang lain dengan merendahkan serta orang yang tidak mau menjalankan aturan Allah SWT. Sedangkan orang gila karena gangguan jiwanya Rasulullah menyebutnya dengan orang yang sakit atau mendapat musibah dari Allah SWT dan secara hukum mereka termasuk kelompok yang dibebaskan dari melakukan kewajiban syariat seperti shalat, puasa, zakat.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan, bagaimana bisa orang yang sedang sakit mentalnya mendapat hak pilih, sedangkan mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu. Namun inilah sistem negeri ini dimana yang tidak mungkin menjadi mungkin dan terkesan selalu dipaksakan untuk dilakukan walaupun tidak masuk akal.

Kebijakan pengidap gangguan mental mencoblos dalam pemilu hanya salah satu fakta yang menunjukkan hakikat sistem politik Demokrasi sesungguhnya. Dalam sistem ini kekuasaan adalah segalanya sehingga boleh menghalalkan segala cara, termasuk menyamakan orang waras dengan orang gila. Dalam sistem demokrasi orang gila pun dibutuhkan suaranya demi mendulang keuntungan dan bisa menduduki jabatan dan kekuasaan.

Inilah bukti kegagalan rezim dalam mencari solusi terbaik dan tuntas. Gara-gara ingin tetap eksis dalam dunia kekuasaan, ingin menambah periode jabatan atau lainnya, semua cara di tempuh demi tujuan tersebut termasuk memberikan hak pilih kepada tuna grahita atau penyandang disabilitas mental. Nampaklah wajah asli rezim refresif anti Islam, semua kebijakan yang diambilnya hanya untuk meraup keuntungan bukan untuk meraih ridho Allah SWT.

Umat seharusnya sadar bahwa pangkal kesemrawutan dan segala krisis di negeri ini adalah penerapan demokrasi yang demikian rusak, yang hanya berorientasi pada materi dan kekuasaan saja. Tak ada yang bisa diharapkan dari sistem yang sejak lahir sudah cacat permanen, gagal di segala aspek, lalu bermimpi membawa kebaikan dan keberkahan hidup? Mustahil.

Hanya sistem politik Islam-lah yang bisa membawa kebaikan dan keberkahan bagi umat karena tegak diatas tuntunan Allah SWT berorientasikan ketaatan dan ditujukan untuk kebaikan umat.

Maka sudah menjadi keharusan bagi umat untuk kembali kepada politik Islam dan aturan Islam yang sudah jelas nyata kepastiannya bisa membawa kebaikan dan keberkahan bagi umat. Itulah Islam Rahmatan lil ‘aalamiin ketika Syariat Allah dan RasulNya diterapkan di muka bumi.

Wallahu’alam bi ash-shawwab

Reni Rosmawati,
Member Akademi Menulis Kreatif Cibiru, Cileunyi, Bandung

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories