Mengidap Pluralisme Agama Pertanda Rusak Akalnya
Mengidap Pluralisme Agama Pertanda Rusak Akalnya
Untuk membuktikan bahwa faham pluralisme agama itu sangat beda dengan Islam, mari kita ajukan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawabannya. Agar lebih mudah maka diilustrasikan dengan tiga orang:
- Penguji
- Muslim anti pluralisme agama.
- Tokoh pluralisme agama.
Pertanyaan 1.
Penguji: Apakah orang muslim yang pemahamannya benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah itu sesembahannya hanya Allah?
Jawab Muslim: Ya.
Jawab Tokoh Pluralisme: Ya.
Penguji: Apakah orang kafir dan musyrik sesembahannya hanya Allah?
Jawab Muslim: Tidak.
Jawab tokoh liberal: Tidak. (Karena kalau sesembahannya hanya Alah berarti tidak musyrik).
Penguji: kalau demikian, samakah antara orang Muslim dengan orang kafir dan musyrik; dan apa dalilnya dalam hal sesembahan ini.
Jawab Muslim: tidak sama. Dalilnya:
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ(1)لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ(2)وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(3)وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ(4)وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(5)لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ(6)
- Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
- Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
- Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
- Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
- Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
- Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS Al-Kafirun: 1-6).
Jawab tokoh pluralisme agama: Sama saja, muslim dan kafir ataupun musyrik semuanya sama. Soalnya yang mengetahui benar dan tidaknya itu bukan kita tetapi hanya Allah. Kita tidak boleh mengklaim kebenaran itu.
Sahut penguji: Bodoh kamu. Tadi kamu ditanya, apakah orang Muslim yang benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah, sesembahannya hanya Allah, kamu jawab: ya. Kemudian ditanya, apakah orang kafir dan musyrik sesembahannya hanya Allah, kamu jawab tidak. Kok sekarang kamu samakan, yang ya dengan yang tidak?! Apakah ya itu sama dengan tidak? Benar-benar telah rusak akalmu.
Pertanyaan 2:
Penguji: Samakah orang yang sholat dengan orang yang tidak sholat, dan apa dalilnya.
Muslim: Tidak sama. Yang memelihara sholatnya maka kelak masuk surga, sedang yang tidak sholat masuk neraka. Dalilnya:
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(9)أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ(10)الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(11)
dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
(ya`ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Mu’minun: 9, 10, 11).
Sebaliknya, orang yang tidak sholat masuk neraka:
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ(42)
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ(43)
Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, (Qs Al-Muddatstsir: 42, 43).
Jawab tokoh pluralisme agama: Sama. Orang yang sholat dan yang tidak sholat sama. Karena yang tahu kebenaran itu hanya Allah. Para ulama juga tidak tahu kebenaran, makanya ketika menafsirkan Al-Qur’an diakhiri dengan kalimat Allahu a’lam.
Penguji: Bodoh kamu. Anak SD (sekolah dasar) saja tahu, dan dapat membedakan antara orang yang sholat dan tidak sholat. Lha kamu sudah jadi professor, sekaligus tokoh pluralisme agama malahan tidak dapat membedakannya. Lebih memalukan lagi, tidak dapat membedakan pula ungkapan pendek dalam bahasa Arab, yang disebut isim tafdhil (tingkatan lebih). Dalam hal mengetahui kebenaran, para ulama itu tahu, ketika ayatnya jelas, ya ulama tahu. Kemudian ungkapan Allahu a’lam itu artinya Allah yang lebih tahu. Jadi bukan berarti ulama tidak tahu, tetapi ulama tahu, namun Allah lebih tahu. Itu maksud lafal Allahu a’lam. Baru tentang lafal Allahu a’lam saja tidak tahu maksudnya, tetapi berani menetapkan hukum yang sangat bertentangan dengan Islam: Muslim disamakan dengan kafir dan musyrik; lalu orang yang menjaga sholatnya disamakan dengan yang tidak sholat. Ini namanya tidak tahu namun sok tahu, bahkan ketidak tahuannya itu untuk menghukumi perkara yang sangat-sangat besar! Benar-benar bodoh!
(Kejadian mirip ini benar-benar terjadi antara Ustadz Toharo pemimpin Ma’had As-Sunnah di Cirebon Jawa Barat dengan tokoh pluralisme agama seorang professor dari STAIN (IAIN?) Cirebon menjelang Ramadhan tahun lalu (2007) dalam acara bedah buku di kota itu. Akibatnya sebagian dari mahasiswa perguruan tinggi Islam negeri itu ada yang sadar dan mengikuti pengajian yang merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman salafus sholih).