Mengurai Simpul Besar Kehidupan

simpul

Mengurai Simpul Besar Kehidupan

Saya menulis ini diwaktu malam hari ba’da Isya sambil merenungkan sebuah perjalan hidup dialam fana yang serba fatamorgana. Disini insya Allah, saya akan membagi kedalam 3 tulisan, mengingat apa yang akan saya tulis disini cukup panjang. Semoga bisa menambah keyakinan dan keimanan kita kepada Al Khaliq dan juga bisa mengurai 3 pertanyaan besar dan mendasar bagi ummat Islam seluruhnya.
Seorang yang telah meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang harus disembah dan ditaati haruslah bisa memahami dan mengurai tiga simpul besar ini. Hal ini merupakan hal sangat penting, mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan serba terbatas sebagaimana penjelasan pada bab sebelumnya.
Ketiga simpul ini sangat mempengaruhi arah dan tujuan hidup manusia, dan manusia pun bertindak serta bertingkah laku berdasarkan kepada apa yang dipahaminya tentang tiga simpul besar ini. Apa saja yang termasuk kedalam tiga simpul besar ini? Pembahasan pada bab ini akan coba menjelaskannya.
 
1. Darimana Manusia Berasal?
Setidaknya ada tiga macam pemahaman yang dapat menjawab pertanyaan ini, pemahaman pertama menyebutkan bahwa manusia berasal dari materi. Pemahaman ini dicetuskan oleh seseorang yang bernama Charles Darwin. Ia mengatakan bahwa awal mula kejadian manusia adalah merupakan proses panjang dari sebuah evolusi materi. Ia mengatakan bahwa segala yang ada didunia ini berasal dari satu bentuk materi yang berevolusi hingga membentuk kehidupan sekarang ini.
Ia mengatakan hal tersebut dalam bukunya yang berjudul, “the origin of spicies”. Buku ini merupakan kontroversi besar pada zaman itu, sebab ia mengatakan bahwa asal-usul manusia adalah berasal dari kera yang berevolusi hingga menjadi manusia. Hingga sekarang pun paham ini masih banyak dipercaya dan digunakan oleh para pengagumnya.
Paham ini telah menjadikan manusia berada pada tingkat yang sangat rendah, dengan mengatakan bahwa manusia berasal dari kera, telah menjadikan tingkat pemikiran manusia pun tidak lebih pintar dari seekor kera. Sekalipun teori ini telah dibantah berulang kali oleh penemuan ilmiah zaman sekarang, namun tetap saja ada orang yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera.
Paham ini juga mengatakan bahwa asal-usul alam semesta merupakan hal yang terjadi secara kebetulan. Secara akal sehat pun sebenarnya paham ini sudah terbantahkan sebagaimana penjelasan pada bab sebelumnya. Paham inilah yang dinamakan dengan paham atheis atau komunis, paham ini menyatakan bahwa segala sesuatu merupakan hasil dari evolusi selama ratusan tahun. Bahwa segala sesuatu berasal dari satu materi yang kemudian berevolusi hingga menjadi seperti sekarang ini.
Ketika seseorang yang berpaham seperti ini menjawab darimana asal usul manusia, maka ia akan memahami bahwa dirinya berasal dari proses evolusi kera yang menjadi manusia. Dengan begitu ia pun akan menganggap bahwa ia hanya berasal dari satu materi yang kemudian akan kembali lagi kepada materi, tujuan hidupnya didunia ini hanya mencari kepuasan materi. Ia tidak memiliki tujuan apapun selain itu. Hal inilah yang kemudian menjadikan ia seorang yang berprinsip materi adalah segala-galanya dan dengan segala cara ia lakukan untuk mendapatkan materi. Sebab menurutnya tolok ukur segala sesuatu adalah materi.
Orang yang berprinsip seperti ini sesungguhnya telah mengalami kekeliruan dalam memahami hidup dan kehidupan. Dengan pemahamannya seperti itu, ia telah menafikan keberadaan akalnya untuk berpikir. Ia tidak menggunakan akalnya untuk berpikir tentang asal-usul kehidupan, ia hanya menggunakan akalnya untuk mencari kebahagian secara materi.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ia tidak menggunakan akalnya secara benar untuk berpikir dan memahami tentang manusia, hidup dan alam semesta. Ia tidak mau berpikir tentang ketiga hal tersebut sebab ia hanya menganggap bahwa hidup hanyalah sekedar hidup dan tidak lebih dari itu.
Kemudian ada pula paham yang menganggap bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan, hanya saja ia tidak mau diatur oleh Tuhan. Sebab ia menganggap bahwa Tuhan tidak lebih dari sekedar Pencipta (Creator). Setelah itu, maka ia tidak lagi berkuasa atas apa yang diciptakannya.
Paham ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan paham sebelumnya yaitu atheis atau komunis. Hal yang membedakan paham ini hanya pada adanya Tuhan, jika pada paham komunis mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada, maka paham ini mengatakan Tuhan itu ada.
Walaupun pada hakikatnya, kedua paham ini menyatakan bahwa Tuhan itu sebenarnya tidak ada. Paham pertama mengatakan bahwa Tuhan tidak ada dalam eksistensi sekaligus kekuasaannya, sementara paham kedua mengatakan bahwa Tuhan ada dalam eksistensi namun mandul dalam kekuasaan.
Menurut paham ini, segala sesuatu berasal dari Tuhan, namun setelah Tuhan menciptakan segala sesuatu maka tugas Tuhan sudah selesai. Dia tidak memiliki kewenangan lagi setelah proses penciptaan, dan manusia diberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam bertindak dan bertingkah laku tanpa terikat peraturan apapun, bahkan manusia berhak untuk membuat aturan untuk mengatur kehidupan diri mereka sendiri.
Paham ini mengajarkan agar manusia itu mandiri dengan cara yang keliru, paham ini mengajarkan manusia untuk belajar mengatur segala sesuatunya berdasarkan keinginan dia sendiri. Paham ini pun pada hakikatnya merupakan peniadaan atas eksistensi Tuhan, dengan menjadikan dirinya sebagai penguasa bumi dan menafikan kekuasaan Tuhan. Tidak ada bedanya dengan paham sebelumnya.
Paham ini telah memisahkan antara kehidupan dan agama atau lebih dikenal dengan nama sekulerisme. Dengan kata lain paham ini pun merupakan paham yang tidak mau menggunakan akalnya untuk berpikir secara benar untuk memahami tentang manusia, hidup dan alam semesta. Sekalipun paham ini meyakini adanya Tuhan, namun pada hakikatnya paham ini tidak mengakui adanya Tuhan.
Paham ini pertama kali dicetuskan oleh seorang filsuf berkebangsaan Perancis yang bernama, Montesqieu. Sekalipun Montesqieu meyakini keberadaan Tuhan tapi ia menolak campur tangan Tuhan dalam kehidupan, ia justru menjadikan Tuhan hanya berada di dalam tempat-tempat ibadah dan tidak lebih dari itu.
Kedua paham tersebut merupakan paham yang salah dan dapat dikatakan sesat dan menyesatkan. Sebab kedua paham tersebut telah memandulkan Tuhan, baik dalam hal eksistensi maupun dalam kekuasaan-Nya.
Seorang manusia yang mau berpikir tentang manusia, hidup dan alam semesta secara benar tentu akan mendapatkan sebuah pamahaman yang jernih tentang ketiga hal tersebut. Ia pun akan mampu menjawab tentang asal-usul manusia dan segala sesuatunya dengan jawaban yang benar berdasarkan pemikiran yang sehat dan sesuai dengan fitrah manusia. Sehingga ia menjadi yakin bahwa hanya pemahaman dengan proses pemikiran yang benarlah ia dapat menjalani kehidupan tanpa rasa ragu dan pesimis.
Bersambung ke pertanyaan kedua
Bismillah…
Sesuai janji saya pada tulisan sebelumnya Mengurai Tiga Simpul Besar (Uqdatul Qubro) Jilid 1 maka ini adalah lanjutannya, dan saya menulis ini ba’da subuh ditemani kicauan burung dan suara-suara pagi. Semoga dapat bermanfaat.
 
2. Apa Yang Harus dikerjakan Manusia di Dunia?
Ketika seseorang telah mengetahui dan memahami tentang asal-usul dirinya, maka dapat dipastikan orang tersebut telah mengetahui tujuan dari hidupnya. Terlepas dari benar atau salah dari pemahaman sebelumnya. Hal ini dikarenakan orang tersebut telah berhasil memecahkan satu pertanyaan besar yang membuat dirinya sadar, akan eksistensi dirinya didunia ini.
Perlu dipahami juga, bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidak terlepas dari pemahamannya tentang asal-usulnya tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pemahaman lah yang membuat seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat. Sebagai contoh, orang yang memahami bahwa ia berasal dari materi, maka ia akan bertingkah laku dan berbuat segala sesuatu berdasarkan kepada materi semata. Materi menjadi tolok ukur segala perbuatan, tingkah laku dan cara pandangnya terhadap sesuatu.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada orang-orang yang memiliki pemahaman atheis atau komunis. Mengapa hal ini dapat terjadi? Jawabannya adalah karena ia memiliki pemahaman bahwa ia berasal dari materi.
Segala hal akan dilakukan demi tercapainya kepuasan materi, dan ia tidak ingin terikat oleh segala macam aturan yang mengekang keinginannya untuk mendapatkan materi. Justru ia akan membuat aturan-aturan yang menunjang keinginannya tersebut. Dengan kata lain, ia membuat aturan-aturan dan hukum-hukum untuk mendapatkan kepuasan materi dan menjaga agar materi tersebut tidak berkurang dan tidak ada yang mengambilnya.
Berbeda dengan orang yang memiliki pemahaman Islam, ia tentu akan memahami dengan pasti bahwa ia berada didunia ini hanya untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an surat Adz Dzariyat : 56
Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. 51 : 56)
Dengan begitu, ia akan menjalani kehidupan ini dengan berpedoman kepada apa yang telah ditentukan oleh Allah. Ia tidak akan pernah ingin mengambil sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan-Nya.
Ia tidak akan berani untuk melanggar perintah-Nya sebab ia merupakan makhluk ciptaan yang tidak berguna tanpa sang Pencipta. Telah dijelaskan pada bab sebelumnya juga, bahwa manusia adalah makhluk yang bersifat terbatas dalam segala hal.
Akal yang diciptakan oleh Allah pun ternyata bersifat terbatas, ia hanya dapat menjangkau hal-hal yang dapat diinderanya. Akal manusia tidak akan dapat menjangkau hal-hal yang berada diluar jangkauannya, seperti Dzat Allah, duduknya Allah diatas Arsy’. Dengan kata lain, akal tidak dapat menjangkau hal-hal yang sifatnya ghaib dan tidak terindera.
Ketika manusia memahami bahwa akal itu bersifat terbatas, maka ia tidak akan pernah mencoba-coba untuk mengambil sesuatu yang berada diluar jangkauan akalnya. Manusia tidak akan pernah mencoba-coba untuk membuat sebuah aturan atau hukum yang sempurna dan dianggap dapat mengatur sistem kehidupan manusia seluruhnya.
Akal manusia akan tunduk kepada apa yang telah diwahyukan oleh Allah dalam Al Qur’an yang telah dibawa oleh manusia agung Rasulullah Muhammad SAW. Apa yang diketahui manusia pertama kali hingga sekarang adalah karenanya adanya informasi sebelumnya (ma’lumat sabiqoh). Dengan kata lain, ada sesuatu yang telah memberi tahu manusia tentang segala sesuatu, yang kemudian sesuatu tersebut disampaikan kembali kepada manusia lain dan begitu seterusnya.
Seseorang dapat menggunakan akalnya untuk berpikir disebabkan adanya empat hal yaitu, fakta, otak yang normal, panca indera, dan informasi sebelumnya (ma’lumat sabiqoh). Dengan adanya empat hal ini maka akal manusia dapat berjalan dengan normal, jika salah satu saja hilang maka manusia tidak akan dapat menggunakan akalnya untuk berpikir.
Manusia yang telah memahami hal tersebut, tentu akan menjalani hidup sesuai dengan  apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadanya. Berdasarkan pada ayat Al Qur’an diatas, Allah telah memberitahukan kepada manusia (ma’lumat sabiqoh) bahwa tugas manusia hanya untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT dengan cara menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya tanpa kecuali dan pilih-pilih.
Imam Syafii berkata : “Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf (baligh) adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala. Arti berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan kalbu dalam kondisi orang yang berfikir tersebut dituntut untuk ma’rifat kepada Allah. Dengan cara seperti itu, ia bisa sampai kepada ma’rifat terhadap hal-hal ghaib dari pengamatannya dengan indera dan ini merupakan suatu keharusan. Hal ini merupakan suatu kewajiban dalam bidang usluhuddin”. (Fikhul Akbar : Imam Syafi’i)
Dengan begitu jelaslah bahwa Islam sangat mendorong ummatnya agar selalu berpikir dan tidak menjadi seorang yang buta ilmu. Sebab dengan melalui proses berpikir lah keimanan tersebut dapat diraih. Seorang tidak akan mungkin dapat mencapai keimanan yang benar tanpa berpikir tentang eksistensi Allah, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Dengan berpikir seorang muslim akan mampu mengetahui dengan jelas tentang tugas dan kewajibannya diatas bumi ini. Ia akan mampu menjalani kehidupan dialam dunia ini tanpa rasa pesimis, bahkan sebaliknya ia akan sangat optimis. Hal ini dikarenakan ia telah mengetahui akan tujuan hidup dan keinginannya di dunia ini.
Berbeda dengan paham yang telah memandulkan Tuhan dalam hal eksistensi ataupun kekuasaan-Nya. Orang yang memiliki pemahaman seperti ini, akan lebih cepat pesimis dan frustasi dan ia pun dalam menjalani proses kehidupan jika terbentur oleh sebuah masalah yang berat, dengan mudah ia akan putus asa hingga bunuh diri.
Hal ini dikarenakan ia tidak memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya, cara pandang yang keliru dalam menjalani kehidupan tentu akan berakibat keliru dalam menjalani kehidupan. Jika ia sukses dalam hidup tersebut maka sesungguhnya hal tersebut bersifat temporal dan semu. Bahkan ia berada dalam putaran roda yang terus berputar tanpa henti dan akhir, hidupnya dipenuhi dengan kesibukan yang hingga akhirnya ia akan jatuh dan susah untuk bangun lagi.
Banyak sekali contoh didepan mata kita semua, bagaimana orang dengan sangat mudah untuk bunuh diri setelah mencapai kesuksesan dunia. Kehidupan dunia yang ia cari dengan susah payah, justru membuatnya ia lelah dan tidak bahagia. Hal ini disebabkan mereka tidak mengetahui dengan jelas apa tujuan hidupnya dialam dunia ini.
Ketika seorang telah mengetahui dan memahami tentang asal-usul dirinya dan tujuan hidupnya, maka akan muncul pertanyaan yang sama pentingnya yaitu, akan kemana manusia setelah meninggalkan dunia?
3. Akan kemana Manusia Setelah Mati?

Orang yang memiliki pandangan segala sesuatu berasal dari materi tentu akan menjawab setelah mati akan kembali menjadi materi dan selesai. Berbeda dengan seorang muslim yang telah memahami kedua pertanyaan sebelumnya, setelah alam dunia ini ia akan menjawab bahwa ia akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan segala apa yang telah diperbuatnya selama didunia.
Seorang muslim yang telah memahami bahwa ia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya dihadapan Hakim yang Maha Adil, tentu akan bersifat hati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Seluruh hidupnya akan digunakan hanya untuk mengikuti seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Ia akan mengingat firman Tuhannya,
“Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?.” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya).” (QS. Yaasin : 51-52)
Seorang muslim yang telah memahami hal ini akan semakin bertambah keimanannya kepada Allah. Dengan begitu ia akan selalu berusaha menjaga hati, kata dan perbuatannya agar selalu sesuai dengan aturan-Nya. Jika ia tergelincir kedalam khilaf dan dosa, dengan cepat ia segera sadar dan segera memohon ampunan kepada Allah SWT dan belajar dari kesalahannya tersebut untuk tidak diulanginya lagi.
Pertanyaan ketiga tersebut diatas merupakan penentu dari aktivitas kehidupan seorang muslim. Setelah mengetahui bahwa dirinya akan mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya dihadapan Hakim yang Maha Adil, ia akan menjalani seluruh aktivitas kehidupan ini dengan aturan dari Allah SWT yang telah menciptakannya.
Segala sesuatu tentang kejadian setelah kematian, sudah banyak diceritakan baik dalam Al Qur‘an maupun hadits-hadits yang diriwayatkan secara mutawattir dari baginda Rasulullah SAW. Diantaranya adalah seperti berikut ini :
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على نبيه المصطفى، أما بعد
Khalifah kaum muslimin yang keempat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.
Suatu hari ada seorang yang bertanya:
تذكر الجنة والنار ولا تبكي وتبكي من هذا؟
“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن القبر أول منازل الآخرة فإن نجا منه فما بعده أيسر منه وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه
“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi)
Dalam riwayat panjang yang lain diceritakan bahwa,
“Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari.
Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.
Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’
Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.
Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.
Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.
Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman Allah:
لا تفتح لهم أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط
“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)
Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ
“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)
Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama lainnya.
Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad)
Dengan begitu tentu menjadi jelas, bahwa setelah kehidupan dunia ini seluruh manusia akan kembali kepada Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya selama didunia. Seorang muslim yang sadar akan hal ini tentu akan berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Semaksimal mungkin ia akan menjalani hidup sesuai dengan aturan dari sang Maha Pencipta tanpa pernah mau mengambil aturan hidup selain dari aturan-Nya.
Wallahu ‘Alam

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories