Menimbang Kembali Hudud Yang dilakukan Oleh ‘Khilafah’ ISIS
Menimbang Kembali Hudud Yang dilakukan Oleh ‘Khilafah’ ISIS
Sejumlah militan Negara Islam atau ISIS di Irak, Selasa (24/3/2015), secara terbuka merajam hingga tewas seorang pria dan perempuan terkait tuduhan perzinaan. Kaum militan itu kemudian memajang para korban di alun-alun kota Mosul. Harian New York Times melaporkan hal itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan seorang pejabat militer Irak.
Pada sore hari yang sama, kaum militan secara terbuka juga memenggal tiga pemuda di sebuah jalan di Mosul pusat. Ketiga pemuda tersebut dipenggal hanya karena dituduh sebagai keponakan dari seorang lawan politik ISIS.
Perajaman dan pemenggalan itu merupakan yang terbaru dalam serangkaian eksekusi terbuka terhadap orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran sosial di kota itu, yang direbut ISIS dari pemerintah Irak Juni tahun lalu.
Kedua korban perajaman, yang tidak diidentifikasi, berusia 20-an tahun, kata sejumlah saksi. Si perempuan digambarkan telah menikah. New York Times melaporkan, tidak diketahui apakah mereka dirajam setelah melalui proses pengadilan. Yang pasti, tidak ada pengadilan terbuka yang telah diselenggarakan.
Abu Mohammad al-Lahibi, yang mengelola sebuah toko pakaian di Mosul, mengatakan ia melihat para militan mengumpulkan beberapa ratus warga di depan gedung pemerintah di Mosul untuk menyaksikan eksekusi itu. Pasangan tersebut diborgol, dan si perempuan mengenakan niqab.
“Ada 12 militan ISIS yang berdiri di sana dengan tas-tas penuh batu, dan mereka mulai melemparkan batu ke arah korban, dan setelah batu yang ketiga perempuan itu tewas,” kata Lahibi. Korban pria meninggal beberapa saat kemudian, kata dia.
Seorang saksi lain mengatakan, ia mencoba untuk merekam eksekusi itu di ponselnya tetapi diperintahkan kaum militan untuk tidak melakukan hal tersebut. “Saya tergerak oleh tangisan perempuan itu, yang mulai berdarah dan kemudian meninggal karena dirajam,” kata saksi tersebut yang mengaku bernama Saad. Ia hanya memberikan nama depannya demi keselamatannya sendiri.
“Saya berdiri di sana tak berdaya. Pemerintah telah meninggalkan kami sebagai tawanan di tangan ISIS, yang membuat segala macam kejahatan di kota. Semakin saya melihat kejahatan mereka, semakin saya membenci mereka dan menyadari bahwa mereka datang untuk melaksanakan agenda menghancurkan kota dan sejarah dan peradabannya dan merusak citra Islam.”
Perajaman tersebut dikonfirmasi seorang perwira militer Irak, Kolonel Ahmed al-Jiboori, yang ditempatkan di Kamp Pembebasan Niniwe di sebelah timur Mosul. Kolonel Jiboori juga mengatakan bahwa pasukan peshmerga Kurdi di daerah itu telah menghentikan serangan ISIS di timur kota itu, tepatnya di Gunung Bashiqa, Selasa. Pertempuran tersebut menewaskan 11 militan. [Baca Juga: Islam Radikal Diawasi, Kristen Radikal Dibiarkan]
Sejumlah penduduk lokal mengatakan, ada lebih dari belasan eksekusi dengan cara dirajam sejak ISIS mulai mempraktekkan hal itu di Mosul pada Agustus lalu.
Ketiga orang yang dipenggal pada Selasa digambarkan para saksi mata berusia akhir 20-an tahun. Setelah rumor beredar bahwa paman mereka telah bertemu pemimpin Kurdi, Massoud Barzani, militan ISIS kemudian mendatangi rumah paman para pemuda itu dan membawa mereka ke jalan umum di mana mereka dibunuh.
Serangan semacam itu menyebabkan sejumlah warga Mosul mengekspresikan agar pemerintah Irak segera bertindak untuk merebut kembali kota itu. Namun kemajuan serangan pro-pemerintah dalam melawan ISIS lambat. Pasukan utama terjebak di sekitar kota Tikrit, di sebelah selatan Mosul, selama empat minggu. Pemerintah mengumumkan pekan lalu bahwa mereka sudah hampir merebut kembali Tikrit. Namun baru-baru ini pemerintah mengatakan, pihaknya sedang mengkonsolidasikan pasukan di sekitar kota itu demi meminimalkan korban, sementara kaum militan bertahan di tengah kota.
Sekitar 30.000 tentara Irak dan milisi yang didominasi kaum syiah terlibat dalam pertempuran melawan militan ISIS di Tikrit, yang diyakini tinggal berjumlah ratusan orang. [Baca Juga: Islam Radikal Diawasi, Kristen Radikal Dibiarkan]
Pada 12 Maret, sejumlah pejabat Irak mengumumkan bahwa mereka dalam beberapa hari akan benar-benar merebut Tikrit dan mereka melakukan itu tanpa bantuan koalisi yang dipimpin Amerika. Namun ketika itu tidak terjadi, beberapa orang mengatakan tidak adanya serangan udara koalisilah yang harus disalahkan. Letjen Abdul-Wahab al-Saadi, komandan militer Irak di Provinsi Salahuddin, mengatakan, ia telah meminta serangan udara koalisi tetapi mereka tidak kunjung datang. Sebelumnya, beberapa pejabat Amerika mengatakan bahwa para pejabat Irak tidak meminta bantuan tersebut.
Hari Minggu, Hadi al-Ameri, kepala pasukan mobilisasi rakyat Irak, yang dikenal sebagai milisi yang didominasi kaum syiah, bereaksi dengan meremehkan kekhawatiran tersebut. “Beberapa orang lemah di ketentaraan mengatakan bahwa kami perlu orang Amerika, tetapi kami katakan kami tidak butuh orang Amerika,” katanya.
Dalam sambutannya hari Selasa, Jenderal Saadi mengatakan ia ingin melihat serangan udara Irak, tetapi tidak menyebutkan koalisi. “Kami sedang melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi pasukan kami, dan suku-suku akan mempertahankan wilayah setelah kami membebaskan wilayah itu,” katanya di televisi Irak saat menjelaskan keterlambatan dalam merebut kembali Tikrit. (sumber: Kompas.com)
Pelaksana Hukum Hudud dalam Islam
Tak ada yang berwenang menegakkan hudûd, kecuali imam, kepala negara, atau wakilnya (aparat pemerintah yang mendapat tugas darinya). Sebab di masa kerasulan, beliaulah yang melaksanakannya. Demikian pula para Khalifahnya sepeninggal beliau Shallalahu alalaihi wa sallam . Rasulullah pernah juga mengutus Unais Radhiyallahu anhu untuk melaksanakan hukum rajam, sebagaimana dalam sabdanya :
وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
Wahai Unais, berangkatlah menemui isteri orang ini, jika ia mengaku (berzina), maka rajamlah!” [HR al-Bukhâri no. 2147]. Demikian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan para sahabat untuk merajam Mâ’iz, dengan menyatakan :
اذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ
“Bawalah ia dan rajamlah!” [HR al-Bukhâri no. 6815].
Demikian juga karena penentuan hukuman had dibutuhkan ijtihad dan tidak aman dari kezhaliman, maka wajib dilaksanakan oleh imam atau wakilnya. (Ibnu Taymiyah, al-Mulakhash al-Fiqh 2/523-524)
ISIS Bukan Khilafah Pengganti Rasulullah
Para tokoh ulama yang dikumpulkan tersebut sepakat bahwa umat Muslim jangan sampai kontraproduktif terhadap gagasan dan ajaran syariat Islam, terutama Khilafah. Kelompok ISIS adalah kelompok jihadis. Namun, tindakan mereka begitu brutal dan di luar kendali. Bahkan mereka membunuh sesama para mujahid. Sehingga, Khilafah yang mereka tegakkan itu wajib dipertanyakan, apakah sesuai dengan syara’? Dari sini, umat Muslim harus memahami secara pasti metode penegakkan Khilafah secara syari’.
Khilafah berasal dari Islam. Khilafah berasal dari Al Quran, Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas. Tentu, umat Muslim seluruhnya wajib untuk mendukung keberadaannya. Hanya saja, Khilafah yang harus kita pahami dan kita perjuangkan adalah Khilafah yang sesuai dengan model pemerintahan Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin. Inilah yang dinamakan Khilafah Rasyidah ala Minhaj Nubuwwah, yaitu khilafah yang memiliki metode sesuai yang digariskan oleh Rasulullah saw.
Sedangkan Khilafah yang dideklarasikan ISIS belum dikatakan memenuhi syara’. Oleh karena itu, hal ini masih menjadi pro dan kontra bagi banyak pihak. Mengapa khilafah ISIS belum memenuhi ketentuan syara’?
Pertama, kekhilafahan haruslah memiliki wilayah secara otonom dan penuh. Sedangkan, ISIS menguasai beberapa wilayah di Irak dan sebagian di Suriah, dalam artian, mereka masih berada di dalam kekuasaan pemerintah Irak dan sebagian lagi masuk di dalam kewenangan Suriah. Kekuasaan ISIS berada di dalam Negara yang telah memiliki standarisasi hukum. Artinya, mereka tidak sepenuhnya berkuasa.
Kedua, keamanannya belum berada di tangan kaum Muslimin. Sekalipun ISIS merupakan kelompok jihadis, hanya saja mereka masih harus bertempur untuk melawan militer penguasa yang dianggap sah di negeri itu.
Ketiga, sebuah khilafah yang sejati haruslah menegakkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah). Artinya, mulai dari hal kecil hingga tataran besar seperti pemerintahan, politik, ekonomi, peradilan, dan sistem lainnya harus diterapkan hukum Islam secara menyeluruh, baik, dan benar. Keempat, khalifah yang memimpin khilafah tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat pengangkatan khalifah, yaitu : muslim, baligh, laki-laki, berakal, merdeka, mampu, dan adil (tidak fasik). Itulah yang mencirikan khilafah yang sebenarnya. Sedangkan ISIS dianggap oleh banyak ulama faqih belum memenuhi itu semua.
Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah dibangun oleh pondasi umat yang menerima dan meyakini kumpulan pemahaman, standarisasi, dan keyakinan Islam yang diterapkan kepada mereka. Metode yang digunakan untuk membangun Khilafah Rasyidah ini pun harus mengikuti tahapan metode Rasulullah dan para sahabat dalam mendirikan Negara. Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan sempurna. Khilafah akan sangat menjaga akidah, darah, kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan penduduknya, baik Muslim maupun non-Muslim secara adil. Begitulah Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah yang dijanjikan Allah swt. dalam salah satu hadits Rasulullah saw.
“’…Selanjutnya, akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.’ Beliau kemudian terdiam.” (HR. Ahmad)
Khilafah wajib diperjuangkan dan ditegakkan di bumi Allah ini. Bukan malah ditakuti bahkan diberangus para pengembannya. Khilafah yang wajib diperjuangkan adalah Khilafah yang sesuai dengan metode Rasulullah saw. Allah telah menjanjikan kedatangannya kembali. Itulah Khilafah yang akan menyelimuti dunia ini dengan keadilan, kebaikan, dan kesejahteraan. Khilafah ini yang akan menjadi solusi bagi segala permasalahan yang terjadi pada saat ini. Khilafah warisan Rasulullah inilah yang akan menjadi tonggak kebangkitan dan kemuliaan umat Muslim di seluruh dunia. Wallahu a’lam. (adj)
[Baca Juga Artikel Lain: Seputar Khilafah]