Miris, Pelajar Yang Terjebak Dunia Hina Zina
Miris, Pelajar Yang Terjebak Dunia Hina Zina
Mustanir.com – Tuntutan ekonomi dan zaman terkadang membuat seseorang nekat melakukan apa saja sekalipun negatif. Tujuannya hanya satu, punya simpanan uang untuk memenuhi kebutuhan.
Pikiran seperti ini bukan hanya ada di benak mereka yang sudah dewasa atau berkeluarga. Banyak pemuda-pemudi yang masih ‘bau kencur’ nekat melakukan pekerjaan yang sebenarnya tak pantas mereka lakukan karena masih sekolah. Salah satunya dengan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).
Selain karena ingin membantu keluarga, alasan mereka ikut membanting tulang biasanya untuk menjaga penampilan di depan khalayak agar terlihat modern. Saking ingin mewujudkan semua impian mereka, kadang pekerjaan yang dipilih pun tak dipertimbangkan.
Di usia belia yang harusnya dihabiskan untuk kegiatan bermanfaat, mereka malah memilih jalan hidup sebagai pelayan syahwat para pria hidung belang dengan imbalan pundi-pundi uang.
Berikut beberapa rangkuman cerita yang mengungkap aksi para PSK berseragam yang kini mulai tak segan menunjukkan eksistensinya, dihimpun oleh merdeka.com
N (31) ditangkap tim Barracuda Polda Sulawesi Utara (Sulut). Dia diduga sebagai tersangka kasus prostitusi atau trafficking in person, yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Bersama tersangka, polisi mengamankan dua siswi berusia 15 dan 16 tahun yang diduga sebagai PSK.
Komandan Tim Barracuda Kompol Arya Perdana mengatakan, penangkapan tersangka berawal dari informasi masyarakat.
“Mendapatkan informasi dari masyarakat, ada praktik prostitusi yang dilakukan seseorang dengan melibatkan anak-anak di bawah umur,” kata Arya kepada wartawan di Manado.
Arya Perdana melanjutkan, setelah melakukan pengecekan dan penyelidikan, polisi kemudian melakukan penangkapan terhadap tersangka di Hotel Horison kawasan Paal 2 Manado.
Tersangka itu telah melakukan perbuatan penjualan anak-anak di bawah kepada lelaki ‘hidung belang’.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dua anak yang menjadi korban tersebut yang pertama siswi SMP kelas IX yang sedang ikut Ujian Nasional, dan siswi SMA kelas X.
Pengakuan salah satu korban, sudah tiga kali diperdagangkan tersangka.
“Setiap kali diperdagangkan, korban mendapatkan Rp 500 ribu,” tambahnya.
AP alias B (13), siswi SMP di kawasan Tomang Jakarta Barat, memilih profesi menjadi PSK di sela kegiatannya bersekolah. Dari mucikarinya, dia diberikan Rp 200.000 untuk tiap kali pelayanan pada tamu.
“B mengaku ke keluarga bahwa selama menjalani praktik prostitusi dia diberi uang Rp 200.000 setiap habis melayani satu orang tamu. Dari Juni 2012 sampai Januari 2013 kemarin, dia sudah melayani tiga orang tamu,” ujar Rury (21), kakak sepupunya.
Rury mengatakan, B yang masih duduk di bangku SMP kelas 1 baru mengakui ia terjerumus dalam bisnis pelacuran pada 18 Maret 2013 lalu.
“Dia ngeluh perutnya sakit. Dikasih obat tidak mempan. Akhirnya dibawa ke tukang urut. Tukang urut bilang dia sudah tidak perawan, dan kelaminnya luka,” kata Rury.
R (18), siswi SMA swasta di bilangan Sekip Palembang, nyambi jadi PSK sepulang dari sekolah. Agar orangtuanya tak curiga, R mengaku ikut les tambahan.
ABG yang tergolong cantik ini mengaku kerap dibooking pelanggannya lewat mami. Sebab, ia enggan memberikan nomor telepon kepada pelanggannya.
“Nanti dicurigai orangtua kalau ada telepon masuk ngajak kencan. Apalagi, handphone saya sering dipinjam adik saya,” ungkap Rita kepada merdeka.com saat ditemui di salah satu mal di Palembang
Untuk memakai jasanya, tak sembarang tempat dan waktu. Pria hidung belang tidak bisa semalaman bersamanya. Karena ia sendiri mematok waktu hingga pukul 20.00 WIB.
“Kalau mau jangan malam-malam, paling mentok jam 8 saja. Kalau lebih dari itu, bisa-bisa disemprot bokap,” akunya.
Rita mengaku, menjadi PSK pelajar bukan pilihan hidupnya. Namun, tuntutan ekonomi membuatnya pasrah mengambil keputusan untuk terjun ke dunia prostitusi.
Dia berasal dari keluarga kurang mampu. “Zaman gini enggak ada uang, bisa-bisa ditinggalin teman-teman. Mana ada teman ngajak jalan kalau dompet enggak berisi. Masak diongkosin terus,” katanya.
Pengguna PSK muda di kota itu sebagian besar para pelaku bisnis dan kalangan berduit yang ingin mendapatkan sensasi lain. Bukan hanya itu, wanita-wanita juga digunakan untuk memperlancar bisnisnya dengan menjamu konsumen atau relasi bisnis.
Puluhan siswa SMP di Bandung, Jawa Barat, telah berprofesi menjadi pekerja seks komersial (PSK). Yang lebih mencengangkan, data yang dihimpun program Save The Children Jawa Barat ini, menunjukkan para PSK remaja tersebut dibayar cukup dengan pulsa telepon selular.
Lain di Bandung, lain pula di Jakarta. Data menunjukkan, 5,3 persen pelajar SMA pernah berhubungan seks. Ini antara lain akibat orang tua di zaman sekarang seringkali luput memberikan pengawasan serta pendidikan seks yang benar kepada anak-anaknya.
“Akibatnya, anak sering kali mencari jawaban dari rasa penasarannya di luar rumah, lalu mencoba-coba,” kata salah satu peneliti, Baby Jim Aditya.
Dia berpendapat, pendidikan seks sudah selayaknya diberikan sedini mungkin kepada anak, namun dengan porsi yang sesuai dengan usia mereka.
Sejumlah pelajar SMA di Situbondo, Jawa Timur, yang mestinya giat belajar demi masa depan, justru menggelar arisan seks. Pemenang dalam arisan tersebut dihadiahi kencan dengan pekerja seks komersial (PSK).
Parahnya, para pelajar tersebut diduga terjangkit HIV/AIDS. Sebab, para PSK yang di-booking mereka terindikasi virus tersebut.
Hal ini diketahui setelah Komisi Pemberantasan HIV/AIDS (KPA) bersama Dinas Kesehatan Situbondo, melakukan pendataan dan tes cepat ke sejumlah PSK yang berada di lokalisasi Situbondo.
Data yang dihimpun KPA Situbondo, saat ini ada 21 PSK yang terindikasi penyakit HIV/AIDS. Salah satu PSK yang terjangkit virus berbahaya itu, berinisial YL.
Berdasarkan testimoni dari seorang PSK, dia mengaku sering dibooking untuk arisan seks yang digelar setiap pekan oleh sejumlah pelajar SMA di Situbondo.
Sementara itu, Dinas Pendidikan (Dispendik) Situbondo menelusuri kebenaran testimoni PSK tersebut.
“Kami akan segera memanggil semua kepala SMA dan SMK di Situbondo untuk menindaklanjuti masalah ini, agar tidak meluas. Informasi dari data yang dihimpun KPA Situbondo tersebut jelas mencoreng dunia pendidikan, khususnya di Jawa Timur,” kata Sekretaris Dispendik Situbondo, Ateng Zailani saat dikonfirmasi.
“Kejadian ini jelas menjadi racun bagi generasi muda, apalagi dilakukan saat mengenakan seragam. Bersama kepala Sekolah, Kabid Pendidikan Menengah (Dikmen) serta Kepala Seksi SMA dan SMK, akan kita ajak untuk menyelidiki masalah ini,” tegas dia.
Komentar
Sungguh miris keadaan pelajar Indonesia saat ini. Ini semua dikarenakan mereka semua jauh dari pendidikan agama dan pengawasan orang tua. Abainya peran orang tua dalam mengawasi anak-anaknya dan berlepas tanggung tanggungjawabnya. Keadaan seperti ini akibat efek dari kehidupan Sekuler yang Liberal dan Kapitalistik. Ketika kemuliaan dan kebanggaan hanya dinilai dari materi. Sungguh sangat miris.