
Muslim Simbolis
MUSTANIR.net – Beberapa waktu lalu untuk ke sekian kalinya norma dan kegiatan keagamaan kembali dipersoalkan. Belum puas dengan narasi radikal radikul yang memekakkan telinga, pengajian ibu-ibu pun disenggol senggolnya.
Bukti untuk ke sekian kalinya yang tidak bisa ditutupi dari rezim saat ini bahwa agama cukup mengganggu ketenangan penguasa. Sepintas memang aneh, bagaimana orang yang mengaku beragama justru terganggu dengan pengamalan ajaran agama dari sesama pemeluk agama itu sendiri.
Namun bila ditelisik lebih jauh, minimal dari pengalaman sosiologis Islam, maka dapat diambil sebuah pelajaran bahwa tidak semua yang mengaku beragama adalah beragama. Ada di antara mereka justru menyimpan bara dan kebencian yang mendalam terhadap agama yang dianutnya dan juga pemeluknya.
Mereka termasuk kategori muslim simbolis. Muslim lipstick yang sama sekali tidak memiliki kecemburuan terhadap agamanya. Alih-alih berusaha mengamalkan dan melakukan pembelaan terhadap agamanya, yang terjadi justru banyak melakukan distorsi dan penyimpangan.
Golongan muslim simbolis tidak akan bisa menyembunyikan kepura-puraan mereka. Sebagian di antara mereka pun akhirnya secara terang-terangan berpindah agama. Setelah sebelumnya aktif mendistorsi Islam dan pemeluknya.
Di level kekuasaan, muslim simbolis cukup banyak jumlahnya. Mereka yang memainkan identitas keislaman hanya untuk mendapatkan dukungan dari pemilik dan penentu kebijakan. Tokoh yang katanya lulusan pesantren dan punya latar pendidikan keislaman yang kuat pun cenderung bertekuk lutut di hadapan mereka.
Muslim simbolis tidak akan bisa merasakan indahnya keimanan. Bagi mereka, keimanan adalah barang murah yang bisa diperjualbelikan atau dibarter dengan sejumput kekuasaan. Tidak heran bila pepatah isuk dele, sore tempe, benar benar mereka aplikasikan. Kebenaran tidak dilihat sebagai kebenaran tapi tergantung pesanan.
Tentu saja muslim simbolis sangat berbahaya bagi kehidupan umat Islam dan Islam pada masa yang akan datang. Karena itu eksistensi generasi mereka harus diputus. Jangan sampai generasi muda muslim menjadikan agama cukup sebagai simbol sebagaimana yang banyak terjadi saat ini.
Para orang tua bertanggung jawab untuk memunculkan kebanggaan terhadap Islam dan sekaligus menanamkan identitas Islam kepada generasi muda muslim saat ini. Sehingga pada masa yang akan datang lahirlah generasi yang secara kolektif mampu menjadi penggerak perubahan yang berbasis pada nilai nilai ajaran Islam. []
Sumber: Dr. Mastori, M.Kom.I