Nasdem Akan Berubah jadi Partai Selamat Tinggal Indonesia?
Nasdem Akan Berubah jadi Partai Selamat Tinggal Indonesia?
Mustanir.com – Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh melakukan kunjungan ke Bali dalam rangka konsolidasi jelang Pilkada Serentak yang akan dihelat 9 Desember 2015 mendatang. Dalam orasi di depan ratusan kader NasDem yang hadir di Karangasem, Surya Paloh menekankan tentang tanggung jawab calon kepala daerah jika terpilih nanti.
“Ketika saya melihat wajah-wajah para pasangan calon dari Bali ini, maka ada harapan untuk meneruskan misi besar dan mulia Partai NasDem, untuk terus berdiri tegak secara konsisten gerakan perubahan untuk restorasi Indonesia,” ujar Paloh, Minggu (8/11).
Menurut Paloh, para calon kepala daerah di Indonesia sekalipun idealis, namun dia akan berhadapan dengan demokrasi kapitalis, transaksionalis. Demokrasi Pancasila dikalahkan dengan kapitalis berbau imperialis.
“Kita bertempur dengan harga yang tidak cocok, harga jual, harga beli, yang tidak cocok. Partai NasDem semestinya melarang itu semua. NasDem harus menjadi corong terdepan memperjuangkan kembali ke demokrasi Pancasila,” tegasnya mengingatkan.
Partai NasDem, kata dia, harus mampu menolak politik transaksional dalam pilkada. Ada paradoks di mana Indonesia sudah berada di era demokrasi liberal tetapi masih berpijak para demokrasi feodalistik. NasDem harus mampu melewati itu semua.
Paloh pun berjanji bakal mengganti nama NasDem jika tak sesuai dengan harapan. Dia ingin, kader NasDem memberikan seluruh perhatian kepada rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat.
“Berikanlah kasih sayang, respek kalian kepada rakyat. Kembalikan jati diri bangsa ini kepada rakyat. Jangan hanya bisa beri janji, sebab jika sudah melenceng maka saya ganti nama NasDem menjadi Partai Selamat Tinggal Indonesia. Karena kita bersikap munafik, pura-pura baik, cipika cipiki, tetapi di belakang menusuk,” kata Surya Paloh.
Janji Paloh ini merupakan janji yang kedua kalinya mempertaruhkan nama besar Partai NasDem.
Sebelumnya, Paloh juga berjanji bakal membubarkan NasDem jika ada kader partai yang didirikannya ini terlibat korupsi.
Kala itu, Surya Paloh menilai jika NasDem tak layak untuk dipertahankan jika dikemudian hari ada kadernya yang diketahui terbelit korupsi.
“Tidak layak Partai Nasdem dipertahankan,” kata Paloh usai membuka pembekalan caleg Partai NasDem, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 3 Juni 2015 lalu.
Janji ini sempat menuai kontroversi setelah empat bulan kemudian Sekjen NasDem Patrice Rio Capella ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Capella ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengamanan kasus bansos karena menerima suap Rp 200 juta dari Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho.
Namun janji hanya sekedar janji, NasDem berkilah atas janji yang pernah diucapkan sang ketua umumnya ini. Dengan dalih, NasDem dibubarkan jika kadernya melakukan korupsi secara masif.
Politikus NasDem Luthfi Andi Mutty berkilah, pernyataan Surya Paloh berlaku hanya jika kader melakukan korupsi terstruktur dan masif di internal partai. Kasus korupsi Rio, klaim dia, hanya bersifat personal yang tak ada kaitannya dengan partai.
“Statement Ketum (Paloh), perlu dilihat dalam konteks, apabila terstruktur dan masif, maka partai diberhentikan, tapi itu korupsi Rio personal, tidak ada instruksi atau arahan dari NasDem,” katanya di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Jumat (16/10).
Atas dasar tidak adanya keterlibatan partai itulah, kata Luthfi, NasDem tidak akan memberikan bantuan hukum ke Anggota Komisi III DPR itu. Rio diminta mengurus sendiri kasus yang dilakukannya secara pribadi. Jika diberi bantuan hukum, bola liar malah akan kembali ke partainya.
“Risiko ditanggung penumpang, pembelajaran ke kader lain, kalau anda keliru anda tanggung sendiri. Kalau beri bantuan akan digoreng lagi, imagenya ini bahaya juga,” tukas Ketua DPW NasDem Sulawesi Selatan itu. (mdk/adj)
Komentar Mustanir.com
Pelajaran berharga dari kasus ini adalah, jangan sekali-kali terperdaya lagi oleh janji-janji manis para politisi. Sudah ribuan janji dari para politisi negeri ini yang dilanggar. Masihkah percaya kepada para pendusta? Mereka berdusta untuk satu tujuan, yakni memperoleh dukungan dan suara.
Visi politik di era demokrasi ini tidak lain tidak bukan adalah visi pragmatisme. Sama sekali tidak ada idealisme. Kepentingan partai dan dirinya sendiri adalah kepentingan yang utama. Asal mereka sudah mendapatkan kursi kekuasaan, maka janji-janji kampanye hanyalah tinggal janji. Inilah wajah politik dalam era demokrasi.