
Survei: Gen Z Sebut Pancasila Boleh Diganti, 83% Menilai Pancasila Tak Permanen
MUSTANIR.net – Sebanyak 83 persen responden menilai Pancasila tak permanen.
Pancasila yang dirumuskan para pendiri bangsa kerap dianggap sakral bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Status itu sudah mulai bergeser, setidaknya dalam pikiran remaja-remaja Indonesia.
Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merilis hasil survei kondisi toleransi siswa sekolah menengah atas (SMA). Salah satu hasil dari survei menunjukkan, sebanyak 83,3 persen siswa SMA responden mendukung persepsi Pancasila bukan ideologi yang permanen atau dengan kata lain bisa diganti.
“Dukungan terhadap persepsi bahwa Pancasila sebagai bukan ideologi yang permanen, artinya bisa diganti, juga sangat besar, yakni 83,3 persen responden,” ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasani dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
Dia menjelaskan, survei tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran terkini situasi dan kondisi toleransi siswa. Selain temuan di atas, ada pula temuan mengenai syariat Islam sebagai landasan bernegara yang didukung oleh 56,3 persen responden.
Dia menjelaskan, pada 12 pertanyaan kunci yang digunakan sebagai indikator toleransi siswa, penelitian itu menemukan kecenderungan yang positif pada hampir semua pertanyaan. “Namun, jika diuji dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih ideologis, kecenderungan toleransi semakin menurun,” kata dia.
Misalnya, dalam menjawab pertanyaan apakah akan menahan diri melakukan kekerasan dalam merespons penghinaan terhadap agama yang dianut, 20,2 persen responden menyatakan tidak bisa menahan diri.
“Demikian juga terkait persepsi tentang Barat. Sebanyak 51,8 persen responden menyatakan setuju bahwa negara Barat, seperti Amerika, Inggris, dan Australia, dianggap sebagai ancaman terhadap agama dan budaya Indonesia,” ungkap dia.
Metode pengumpulan data dilakukan oleh surveyor secara face to face interview di Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan sekolah-sekolah yang dituju.
Selanjutnya, surveyor mengambil sampel dengan metode simple random sampling untuk menetapkan siswa SMA sebagai responden. Jumlah sampel sebanyak 947 dengan margin of error 3,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Penelitian diselenggarakan pada Januari-Maret 2023.
Pancasila sebagai dasar bangsa dirumuskan oleh Tim Sembilan pada Mei 1945 sebagai persiapan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Pada 1 Juni 1945, Sukarno mengusulkan nama Pancasila sebagai dasar negara itu.
Pada 22 Juni 1945, disepakatilah Piagam Jakarta. Namun, sekelompok dari bagian Timur disebut keberatan dengan sila pertama yang menyertakan kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Kelompok Islam mengalah dengan menghapus kata-kata itu dengan harapan mampu memasukkannya kembali setelah merdeka. Upaya itu kemudian dilakukan selepas Pemilu 1955 oleh kelompok-kelompok Islam.
Pada masa Orde Baru, Pancasila disakralkan dan disyaratkan sebagai asas tunggal di Indonesia. Umat Islam kembali menolak pemaksaan itu. Penolakan-penolakan itu berujung pada sejumlah kejadian berdarah yang merenggut korban jiwa.
Pada masa Orde Baru, murid-murid sekolah juga diwajibkan mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Kewajiban itu dihapuskan selepas reformasi sehubungan asumsi bahwa Pancasila kerap dijadikan ‘alat gebuk’ untuk membungkam demokrasi pada masa Orde Baru. []
Sumber: Republika