Panitia Muktamar NU Menempatkan Ulama Di Belakang Pejabat
Panitia Muktamar NU Menempatkan Ulama Di Belakang Pejabat
Mustanir.com – Kalangan nahdliyin boleh bangga karena Muktamar NU ke-33 di Jombang dibuka oleh Presiden Jokowi dengan mengenakan sarung. Tetapi, sejumlah Muktamirin justru mengaku kecewa karena panitia kurang menghormati ulama.
“Saya bangga dan hormat pada Presiden, datang memberi sambutan dengan mengenakan sarung. Ini penghormatan luar biasa terhadap tradisi NU. Bahkan tidak sedikit diantara kita yang menanggalkan sarung dan memilih mengenakan celana di tengah acara NU,” ujar seorang kader muda NU, Ahmad Jabidi Ritonga, Ahad (2/8/2015).
Baca Juga: Kritik Muktamar, Gus Sholah: Ini Muktamar NU atau Muktamar PKB
Ia juga mengaku terkejut dalam pembukaan Muktamar para Ulama ditempatkan di belakang pejabat. Bahkan Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair, yang diusung dalam nomor urut pertama pada data Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA), ternyata hanya ditempatkan di barisan kursi ke tiga, di belakang orang tak berpeci.
“Apakah ini tradisi NU? Ulama dinilai tak lebih terhormat dari anak buah pejabat. Sebagai santri saya tersinggung, sebab di pesantren, ada yang lebih penting dibanding jabatan dan uang. Yakni akhlak terhadap ulama” paparnya.
Menurut mantan Sekjen PB PMII ini, sebagai salah satu ulama tersepuh dan teralim, Mbah Moen seharusnya ditempatkan di kursi paling depan. Begitu pula ulama-ulama sepuh lainnya.
“Ini mencerminkan bahwa AHWA yang digadang-gadang Panitia sebagai upaya menghormati ulama, adalah palsu. Faktanya panitia lebih hormat pada pejabat,” tandasnya.
Baca Juga: Muktamar NU Diwarnai Kericuhan, Gus Mus: Saya Malu Kepada Allah
Hal senada diungkapkan menurutnya, fakta serupa tercermin dari rangkaian pidato dalam pembukaan yang didominasi para pejabat Negara dan mengurangi ruang para Ulama sepuh.
“Sekelas Mbah Moen ini seharusnya juga diberi panggung untuk berdoa, ini ditempatkan seperti peserta nomor ketiga. Para Ulama biasanya disebut di awal, ini malah Soekarwo dan Saeful yang dihormat dan dimulyakan,” imbuhnya. (si/adj)
Komentar Mustanir.com
Kita bisa melihat di zaman ini dimana uang seolah lebih berharga dari ilmu, ketika mereka yang karena jabatan lebih mendapatkan penghargaan dibandingkan mereka yang berilmu dan sepuh. Mindset semacam ini harus dirubah agar kita tidak terjebak dalam kehidupan pragmatis nan hedonis yang tak sekalipun memiliki pengaruh baik untuk menambah ketaatan kepada Allah ta’ala.