Perang Pemikiran (Ghazwul Fikri)

MUSTANIR.net – Kesadaran terhadap adanya musuh membuat kita semakin peka terhadap apa yang sebenarnya terjadi, dan saat itulah kita akan terbebas dari tipu daya atau paling tidak kita mampu mengantisipasi tipu daya yang mungkin terjadi pada diri kita yang akan mencelakakan kita.

Salah satu di antara permasalahan yang paling penting untuk disadari oleh umat Islam khususnya pada saat sekarang ini adalah tentang ghazwul fikri (perang pemikiran), yakni suatu inovasi pemikiran atau suatu gerakan yang sangat hebat dalam persoalan pemikiran.

Perang pemikiran menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia. Tidak hanya mengenai masalah-masalah ilmu pengetahuan, tapi juga seluruh dimensi kehidupan diawali dengan pemikiran itu sendiri. Terutama persepsi yang sering kali kita munculkan, sering kali kita dengar dari orang-orang, itu jelas merupakan bagian dari proses yang sedang digarap dalam proses al-ghazwul fikri.

Penting kita melihat bagaimana sebenarnya kondisi umat Islam sekarang ini. Banyak sekali kemunduran-kemunduran, khususnya pada abad-abad terakhir ini.

Setelah umat Islam di masa-masa kejayaannya pertama di masa Rasulullah ﷺ, kemudian masa para sahabatnya. Dilanjutkan para tabi’in dan tabi’in sampai 7 abad berikutnya. Sampai kemudian dilanjutkan lagi dengan peradaban di Andalus sebagai inspirasi dari renaissance yang terjadi di barat. Renaissance dalam Islam ada 2 yaitu:

• Renaissance di Timur yang sering kali oleh sejarawan muslim dilihat dengan kebangkitan Islam, peradaban dan ilmu pengetahuan di Baghdad.

• Renaissance di Barat, yaitu dengan peradaban yang pernah dimiliki oleh Islam yang berada di Andalus, sebagai inspirator bagi berkembangnya ilmu pengetahuan bahkan lahirnya pencerahan atau renaissance di Eropa.

Jika kita melihat pada kehebatan umat Islam saat itu, lalu mengapa saat ini umat Islam justru mengalami anti klimaks yang sangat merugikan umat Islam itu sendiri? Ini bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, apalagi mempermasalahkan Allah subḥānahu wa taʿālā dengan mengatakan bahwa ini adalah takdir.

Oleh karena itu penting sekali kita mencoba mengevaluasi, merenungkan, mencari sebab-sebab apa sajakah yang mengakibatkan kemunduran kaum muslimin ini. Para ulama berhasil menemukan dan merumuskan sebab-sebab kemunduran kaum muslimin ini ditinjau dari 2 faktor:

1. Faktor Internal

a. Akibat jauhnya umat Islam dari kitabullah dan as-sunnah.

Kitabullah yang dulu pertama kali diajarkan oleh Allah subḥānahu wa taʿālā kepada Rasul-Nya, yang kemudian Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada umatnya dengan sebaik-baik pengajaran. Kitabullah yang telah mengangkat harkat derajat manusia dari kejahiliyahan, yakni masyarakat yang diliput dengan kebodohan. Dengan kitabullah mereka bangkit, dengan memiliki persepsi yang baru tentang kehidupan.

Rasul membacakan ayat-ayat Allah kepada para sahabatnya, sehingga membentuk skema berpikir dan konsep diri yang mengakibatkan cara melihat para sahabat kepada dirinya berbeda dengan cara melihat waktu dulu sebelum mereka menjadi muslim. Mereka tidak pernah berpikir akan mampu mengalahkan Romawi dan Persia, tetapi dengan Islam mereka memiliki konsep diri yang baru dan kepercayaan diri yang tinggi bahwa mereka akan menjadi bangsa besar bahkan mampu menenggelamkan Romawi dan Persia, dan itu sudah terbukti.

Jauhnya umat Islam dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya merupakan salah satu yang mengakibatkan umat Islam kini mempunyai konsep diri yang buruk sekali. Sering kali kita menghambat diri kita dari kemajuan yang seharusnya kita capai, dengan misalnya mengatakan tidak mungkin menyaingi mereka (musuh-musuh Islam).

Menjauhkan umat Islam dari bahasa al-Qur’an adalah akibat yang timbul dari perang pemikiran ini. Sering kali kita mempunyai persepsi bahwa belajar bahasa al-Qur’an (bahasa Arab) itu sulit.

b. Adanya ketidakpercayaan umat kepada Islam.

Akibat persepsi umat Islam sendiri tentang Islam yang tidak jelas, karena bukan Islam yang dipelajari dan dipahami dari al-Qur’an dan hadits. Dan orang-orang yang benar-benar menguasai tentang itu sangat sedikit.

Akibatnya adalah ketika nilai-nilai yang sesungguhnya cukup kaya dalam Qur’an dan sunnah tidak lagi dimiliki oleh umat Islam, pada saat itulah umat Islam kekurangan dan kehilangan nilai. Maka yang terjadi adalah munculnya kekalahan internal.

c. Taklid (ikut-ikutan).

Karena umat tidak punya nilai, tidak memiliki prinsip-prinsip yang sangat berharga sebagaimana yang ada di dalam al-Qur’an dan as-sunnah, akhirnya yang mereka lakukan adalah mencari nilai dari orang lain. Kalau sudah demikian yang terjadi, maka mereka akan mengikuti apa saja sesuai dengan kebiasaan orang lain. Akibatnya adalah ikut-ikutan.

Ini yang pernah diantisipasi oleh Rasulullah ﷺ dalam haditsnya; “Sungguh kalian akan mengikuti cara-cara sunan, gaya-gaya orang-orang sebelum kalian satu jengkal, satu hasta, satu depa, secara bertahap sehingga sampai mereka memasuki lubang biawak sekalipun kalian akan mengikutinya.” Para sahabat bertanya, ”Yahudi dan Nasrani?” Jawab Rasul, ”Siapa lagi kalau bukan mereka?”

Antisipasi ini tampaknya sudah terasa di masa sekarang. Penyebabnya adalah umat ini telah kehilangan nilai, prinsip, dan tidak punya paradigma dalam hidup serta konsep hidup tidak jelas. Padahal dalam Qur’an dan sunnah sangat kaya dengan seluruh prinsip kehidupan manusia.

d. Tafriqoh (terjadinya perpecahan di kalangan umat).

Banyaknya organisasi-organisasi dan partai-partai umat Islam yang diakibatkan karena umat sekarang ini tidak punya nilai konsep persatuan dan kesatuan fikrah pemikiran, dan aqidah. Semua terpecah dengan mengikuti pahamnya masing-masing.

Akibatnya, mereka pun tertinggal dari berbagai macam gelombang kontemporer yang terus berkembang. Sering kali umat Islam tertinggal dalam perkembangan dunia.

2. Faktor Eksternal

a. Berasal dari musuh utama umat manusia yaitu syaitan dan iblis.

Kecemburuan iblis terhadap Adam sangat besar sekali, dan dia tidak suka dengan prestasi dan kelebihan yang telah Allah berikan kepada Adam ʿalayhi as-salām.

Ketika Adam dan istrinya diperintahkan oleh Allah untuk menempati surga dengan fasilitas yang mewah dan sempurna, “Makanlah sesuai dengan kehendakmu.” Tetapi Allah menguji Adam, “Janganlah engkau dekati pohon ini, lalu kamu nanti termasuk orang-orang yang zalim.”

Saat itulah kesempatan syaitan masuk untuk melakukan sebuah proses untuk menyesatkan Adam dengan cara was-was memberikan ide yang membuat Adam ragu dengan targetnya adalah agar kehormatan keduanya itu terlepas. Di antara bentuk penyesatan yang dilakukan oleh syaitan juga adalah pembentukan opini.

Kata syaitan, “Tidaklah Tuhan kamu berdua melarang kamu dari pohon ini kecuali kamu bakal menjadi malaikat atau kamu akan termasuk orang-orang yang kekal.” Keduanya akhirnya terjebak tertipu oleh rayuan iblis itu. Target yang dikehendaki iblis itu pun terwujud.  Kemudian Nabi Adam dan istrinya memetiki dedaunan surga untuk dibuat pakaian untuk menutupi kehormatan.

Saat itulah Allah memanggil keduanya, “Bukankah Aku larang kalian berdua dari pohon itu, dan Aku katakan bahwa syaitan adalah musuh yang nyata?” Ini merupakan akar ghazwul fikri bahwa syaitan itu merupakan pengganggu pertama untuk senantiasa menciptakan opini yang menyesatkan, dan dia pun mencoba mendidik syaitan-syaitan di kalangan manusia untuk menyesatkan manusia dengan cara seperti itu.

Dan perlu dipastikan bahwa kemampuan syaitan hanya sebatas memberikan ide dan gagasan, mengajak dan propaganda. Tidak lebih dari itu. Seperti dalam surat 14 ayat 22, bagaimana pengakuan syaitan kelak di hari kiamat, syaitan hanya mengajak dan Allah telah memberikan peringatan.

b. Adanya pertempuran antara haq dan batil yaitu keimanan dan kekufuran.

Salah satu pelajaran berharga bagi umat Islam adalah ‘Perang Salib’, yang menggunakan berbagai dimensi pertempuran, politik, ekonomi, dan perang di tataran  keagamaan. Musuh-musuh Islam menggunakan berbagai macam cara. Mereka itu dari berbagai macam kelompok, yaitu orang-orang yang tidak beragama, ateis, Yahudi, musyrikin, Nasrani dan munafik.

Ulama menyatakan, “Apa pun jenisnya, kekufuran itu merupakan satu pokok ajaran.” Mereka bersatu padu untuk membangun satu kesepakatan dan konspirasi yang selanjutnya mereka menggunakan berbagai macam sarana:

• Sarana informasi, ide, dan gagasan pemikiran sampai kepada tingkat pemojokan. Istilah saja yang memojokkan umat Islam sudah cukup banyak, contoh: fundamentalisme.

• Berbagai macam cetakan, buku, majalah, media cetak, dikuasai oleh mereka.

• Berusaha membangun image yang mewah dalam kehidupan ini, berbagai kemewahan senantiasa ditawarkan dalam kehidupan manusia sehingga kita semakin cinta dunia dan melupakan akhirat.

• Berbagai klub, organisasi, kelompok-kelompok, diciptakan dengan berbagai aspek dan dimensi, terutama dalam bidang entertainment. Termasuk juga olah raga yang seharusnya untuk menyehatkan fisik, kini telah disulap menjadi komoditas yang menyita berbagai macam perhatian manusia.

Bahkan banyak di antara manusia yang berani mengorbankan puluhan juta, ratusan bahkan miliaran rupiah demi hobi dalam olah raga, contoh; golf, automotif. Walau semua olah raga tetapi kalau hampir menyita kekayaan manusia, sementara meninggalkan aspek-aspek yang sangat prioritas dalam kehidupan manusia, yaitu membantu kesejahteraan orang-orang yang miskin yang sudah dilupakan.

Pada akhirnya dengan seluruh sarana itu umat Islam digiring menjadi kelompok yang tertindas, kelompok yang selanjutnya mereka dengan sangat gampang dijadikan sebagai kelompok bawah. Pada saat umat ini merasakan titik bawah dalam kehidupan, kehilangan kepercayaan diri. Saat itulah mereka punya peluang untuk dimurtadkan. Sehingga untuk menjadi orang-orang yang murtad, perang pemikiran ternyata merupakan langkah pertama yang utama dalam pertempuran antara haq dan batil.

Oleh karena itu umat Islam penting untuk mengantisipasi yang pertama kali dengan kecerdasan intelektual. Banyak teori-teori sekarang ini yang menjauh dari nilai-nilai Islam, teori yang terkait dengan kemanusiaan, seperti ekonomi politik, sosial budaya, atau psikologi. Karena kita tidak memiliki kekuatan prinsip nilai-nilai Islam, tidak memiliki paradigma teori yang bersumberkan dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ, pada akhirnya kita semua mengikuti seluruh teori-teori itu tanpa sedikit pun kita menyeleksi.

Akibatnya, persepsi kita berubah. Cara berpikir kita juga berubah. Umat Islam tidak lagi mencerminkan cara berpikir yang Islami, sehingga emosi umat Islam pun tidak memiliki emosi yang Islami.

Al-ghazwul fikri banyak sekali aspeknya, dan itu bisa dibaca dan dikembangkan nanti dalam sejumlah buku. Karena orang-orang sangat menekuni aspek ini sehingga lahirlah apa yang disebut al-musytasyrikun (kelompok orientalis). Sampai di antara mereka dalam proses ghazwul fikri menghafal al-Qur’an, mempelajari sejumlah hadits Nabi ﷺ, bahkan menghafal ribuan hadits. Mereka bukan saja menghafal al-Qur’an, juga menguasai tafsir-tafsir al-Qur’anul karim.

Bertahun-tahun mereka belajar, kursus bahasa Arab, hanya karena untuk melicinkan kemenangan mereka di tataran pemikiran ini. Kalau sudah itu yang terjadi, apalagi alasan umat Islam untuk tidak mendalami nilai-nilai Islam?

Seharusnya kitalah yang memiliki kemampuan serta keinginan kuat seperti itu. Semakin kita memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an, semakin kita dekat dengan kitabullah dan sunnah Rasul ﷺ, untuk prinsip-prinsip itu akan kembali kita kuasai.

Pada akhirnya kepercayaan diri umat ini akan mengangkat diri kita tidak lagi merasa menjadi orang-orang yang lemah. Tetapi kita berhasil bangkit dengan keunggulan dan kompetensi yang kita miliki.

Kelebihan-kelebihan yang telah Allah anugerahi dengan anugerah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ, pada saat itulah kita akan menghadapi berbagai jenis pertempuran apa pun yang direkayasa dan direncanakan orang lain. Umat ini akan siap menghadapi dengan sebenar-benar siap.

Insya Allah. []

Sumber: Amang Syafrudin, Lc

About Author

Categories