SDM Unggul Lahir dari Penerapan Islam Kafah, Bukan dari Wawasan Kebangsaan
MUSTANIR.net – Visi Indonesia Emas 2045 adalah suatu gagasan yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada 2045. Untuk mewujudkan itu, Indonesia telah menuangkannya ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025—2045 atau dikenal dengan sebutan “cita-cita mewujudkan Indonesia Emas”.
Presiden RI Jokowi menjelaskan setidaknya ada tiga hal pokok yang akan menjadi acuan untuk menggapai visi Indonesia Emas 2045. Pertama, stabilitas bangsa dan negara. Ke dua, keberlanjutan dan kesinambungan dalam memimpin. Ke tiga, SDM yang menjadi kekuatan besar bangsa Indonesia.
Dari sisi SDM, Indonesia unggul dengan bonus demografi yang akan dialami pada 2030-an dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai 68,3% dari total populasi. Hanya saja, SDM yang melimpah tidak menjadi jaminan tercapainya visi ini jika tidak disertai dengan kualitas SDM yang mumpuni.
Untuk menghasilkan SDM unggul, UIN Sunan Ampel Surabaya menyelenggarakan agenda tahunan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2024/2025. Agenda ini mengusung tema ‘Merawat Kebangsaan, Memperkuat Keislaman: Langkah Menuju Indonesia Emas 2045’.
Rektor UINSA Prof. Dr. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil., Ph.D, dalam sambutannya, menyampaikan pesan penting bagi para mahasiswa baru. “Kalian adalah generasi yang akan membawa perubahan. Di era globalisasi dan modernisasi ini, menjaga keseimbangan antara kebangsaan dan keislaman adalah kunci untuk membangun Indonesia yang lebih baik.”
Pada PBAK UINSA tersebut, Staf Khusus Menteri Agama RI Muhammad Nuruzzaman juga menyampaikan materi penting tentang moderasi beragama dan wawasan kebangsaan. Beliau menjelaskan bahwa moderasi beragama adalah sikap keseimbangan dan toleransi dalam beragama yang penting diterapkan di lingkungan kampus.
Hal tersebut disebutnya merupakan upaya untuk mencegah ekstremisme dan menjaga kerukunan di Indonesia yang beragam. Agenda ini juga dipandang menunjukkan komitmen UIN Sunan Ampel dalam membentuk generasi yang berwawasan kebangsaan dan berlandaskan nilai-nilai keislaman.
Dengan SDM sekuler-moderat seperti ini, mungkinkah mampu mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045?
Nasionalisme, Racun Mematikan
Paham kebangsaan/nasionalisme dan Islam adalah dua “isme” yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Nasionalisme adalah tatanan hidup bernegara yang lahir dari sistem sekuler kapitalisme Barat yang memisahkan agama dari kehidupan. Ideologi ini menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui penjajahan. Bentuk penjajahan itu sendiri bermacam-macam, di antaranya kebudayaan, ekonomi, dan militer.
Barat telah mencekoki kita bahwa mereka telah bangkit berlandaskan nasionalisme dan memaksakan kebudayaan mereka pada umat Islam dengan memasukkan kebudayaan-kebudayaan tersebut dalam kurikulum pendidikan dan berbagai media informasi. Akibatnya, berbagai persepsi dan eksperimen Barat telah dijadikan patokan baku bagi pelajar dan politikus muslim. Jadilah semua yang serba kebarat-baratan pun diadopsi, dianggap modern dan maju. Sebaliknya, semua yang tidak berasal dari Barat ditolak, dianggap ketinggalan zaman.
Begitu juga dengan putra-putri terbaik kaum muslim yang belajar di universitas-universitas di Barat, mereka terpesona dengan peradaban Barat hingga mereka menyerukan untuk meniru peradaban Barat dalam menyongsong kebangkitan umat Islam.
Dalam hal perilaku, umat Islam sendiri saat ini telah jauh menyimpang dari hukum-hukum Islam dan melakukan berbagai aktivitas atas dasar manfaat. Atas nama nasionalisme pula, Barat telah merampok dan mengeksploitasi besar-besaran kekayaan alam di negeri-negeri muslim dan digunakan untuk membiayai eksistensi penjajahannya.
Mereka juga mengambil nilai-nilai Islam untuk merawat nasionalisme dengan program moderasi beragama yang sejatinya merupakan serangan terhadap Islam, yakni sekularisasi Islam. Tujuannya, merusak ajaran Islam dan menjauhkan umat dari Islam. Selain itu, mengambil Islam sebatas nilai-nilai tanpa menerapkan secara praktis, jelas tidak akan mampu melahirkan SDM unggul yang mengantarkan bangsa ini menjadi negara hebat.
Berbagai permasalahan yang memorak-porandakan bangsa ini justru terjadi akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme dengan konsep kebangsaan sebagai tatanan bernegara, pada saat yang sama menyingkirkan penerapan Islam dari kehidupan.
SDM Unggul Lahir dari Sistem Islam Kafah
Islam adalah agama yang sempurna, tidak memerlukan lagi tambahan dari isme mana pun. Allah telah mengharamkan mengambil sistem atau aturan selain Islam dalam memecahkan setiap permasalahan hidup manusia. Allah juga mengharamkan untuk berhukum pada selain hukum Islam. Artinya, umat Islam diharamkan mengambil bagian-bagian mana pun dari peradaban Barat.
Meskipun demikian, negara Islam (khilafah) dan umat Islam tidak dibolehkan melakukan tindakan diskriminasi, apalagi intoleran pada pemeluk agama mana pun yang menjadi warganya. Semua orang yang menyandang warga negara khilafah akan menikmati semua hak, di samping melaksanakan semua yang ditetapkan oleh syarak, tidak ada bedanya muslim dan non muslim.
Negara juga tidak boleh memberikan keistimewaan di antara individu-individu tertentu dari rakyatnya dalam masalah hukum, pengadilan, dan pengaturan berbagai urusan tanpa memandang ras, agama, atau yang lainnya.
Penerapan Islam secara komprehensif dalam bingkai khilafah inilah yang akan mewujudkan kebaikan untuk seluruh alam, bahkan mewujudkan peradaban mulia sebagaimana pada masa keemasannya. Kemajuan peradaban Islam juga tidak hanya menawarkan kemajuan materi, tetapi juga keunggulan SDM.
Ada pun aspek yang menunjukkan kemajuan kaum muslim dalam ilmu dan pendidikan sehingga mampu menghasilkan SDM unggul yaitu:
• Pertama, pendidikan diperuntukkan bagi semua orang. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan, besar dan kecil.
• Ke dua, banyak wahana keilmuan yang bisa diakses warga negara, seperti berbagai sekolah, masjid, dan perguruan tinggi.
• Ke tiga, pembebasan biaya pendidikan pada semua tingkatan.
• Ke empat, memberikan gaji untuk semua pengajar dan beasiswa untuk sebagian pelajar.
• Ke lima, memprioritaskan pendidikan pemikiran Islam, selanjutnya baru ilmu-ilmu lainnya.
• Ke enam, wisata dalam rangka menuntut ilmu pada masa lalu, semisal para pelajar mengunjungi berbagai ibu kota dan kota besar lainnya.
• Ke tujuh, menyediakan lemari-lemari buku atau perpustakaan umum, seperti Perpustakaan Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad, Perpustakaan al-Aziz al-Fathimy di Kairo yang menghimpun 1.600.000 jilid buku.
• Ke delapan, adanya berbagai manuskrip tulisan tangan yang masih ditemukan di lemari-lemari perpustakaan di Eropa dan Rusia.
Demikianlah, pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang ketersediaannya harus dijamin oleh negara. Negara wajib menyediakan pendidikan secara murah—bahkan gratis—dan berkualitas bagi seluruh rakyat. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam khilafah diambil dari baitul mal yakni pos fai, kharaj, kepemilikan umum.
Biaya pendidikan dari baitul mal secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan:
• Pertama, untuk membayar gaji semua pihak yang terkait pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan sebagainya.
• Ke dua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. (an-Nabhani, 1990)
Selain negara, pendidikan gratis nan berkualitas juga bisa dibangun dan didanai oleh individu-individu atau kelompok-kelompok yang kaya di dalam komunitas yang berbagi tanggung jawab untuk mendidik generasi muda. Hal inilah menjadi karakteristik yang luar biasa dari sistem pendidikan khilafah yang melahirkan SDM unggul penopang kejayaan peradaban Islam berabad-abad lamanya.
Khatimah
Sungguh, hanya penerapan Islam kafah yang mampu mengantarkan bangsa ini mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Allah subḥānahu wa taʿālā telah berjanji mana kala kaum muslim bersungguh-sungguh menjalankan ketaatan kepada-Nya dengan menerapkan syariat Islam, maka Dia akan mendatangkan berbagai keberkahan kepada mereka.
Allah subḥānahu wa taʿālā berfirman, “Andai saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Oleh karena itu, Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu.” (QS al-A’raf [7]: 96) []
Sumber: Besse Megawati, SE