Peran Dakwah: Komunikasi dan Perubahan

Peran Dakwah: Komunikasi dan Perubahan

Mustanir.com – Reposisi dakwah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat direalisasi dengan mencermati kembali peran dakwah Islam, yaitu: Peran komunikasi dan perubahan.

Sebenarnya dakwah itu sendiri adalah komunikasi, dakwah tanpa komunikasi tidak akan mampu berjalan menuju target-target yang diinginkan, demikian komunikasi tanpa dakwah akan kehilangan nilai-nilai Ilahi dalam kehidupan. Maka dari sekian banyak definisi dakwah ada sebuah definisi yang menyatakan, bahwa dakwah adalah proses komunikasi efektif dan kontinyu, bersifat umum dan rasional, dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan sarana yang efesien, dalam mencapai tujuan-tujuannya (16).

Definisi tersebut menegaskan peran dakwah dalam berkomunikasi dengan orang banyak melalui media-media tertentu. Upaya tablig (menyampaikan) Islam kepada masyarkat adalah salah satu media komunikasi dakwah yang digunakan Rasulullah saw dengan pesan berantai : “…Maka hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang absen” (al-hadits).

Lebih dari itu dakwah adalah aktualisasi salah satu fungsi kodrati seorang muslim, yakni fungsi kerisalahan, yaitu barupa proses pengkondisian agar seseorang atau masyarkat mengetahui, memahami, mengimani dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan pandangan hidup. Dengan kata lain dakwah pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk merubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lain yang lebih baik menurut tolok ukur ajaran Islam (17).

Sebab setiap muslim da’i itu sendiri pada hakikatnya adalah poros dari gerakan peradaban yang mengemban tugas dan peran strategis dalam kehidupan, yaitu: “shina’at at-tarikh wa al-hayah” (rekayasa sejarah dan kehidupan) agar menjadi produktif. Kajian Sayyid Quthub terhadap tekstual dan kontekstual ayat 53 surat al-Anfal dan ayat 11 surat al-Ra’d, perlu dicermati, bahwa ayat tersebut sangat jelas tidak perlu takwil, menjelaskan bahwa upaya melakukan perubahan kondisi suatu bangsa merupakan keniscayaan dalam kehidupan (18). Dengan kata lain merekayasa sejarah dan kehidupan adalah kegiatan manusia dalam menjalankan misi hidupnya menuju hidup yang penuh dengan rahmat dan keberkahan.

Tidak hanya argumen naratif tekstualis yang menguatkan peran Da’i sebagai manusia dalam peradaban, tapi juga argumen-argumen naratif implementatif, sebagaimana ditegaskan dalam sikap-sikap Rasulullah, para shahabat dan generasi wala Islam yang telah membuktikan peran serta mereka dalam melakukan perubahan.

Proses perubahan dalam dakwah dimulai dari perubahan diri para pelaku sejarah dan peradaban, mereka menjadi sumber daya manusia unggul bernilai ganda. Tampillah sosok figur peradaban dunia semisal abu Ubaidah bin al-Jarah, Muadz bin Jabal, Salim maula Abi Hudzaifah, Usamah bin Zaid, Mush’ab bin Umair, Syifa binti al-Harits, Nusaibah, Sumayyah dsb. Mereka memerankan dakwah pada posisinya yang tepat sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki.

Selain itu proses perubahan dalam dakwah Rasulullah saw juga menggunakan mediator dan basis operasioanl yang argumentatif dan rasional. Mukjizat-mukjizat Nabi yang berkonotasi kejadian-kejadian supra rasional bukan merupakan jalan dakwah yang ditempuh. Tetapi jalan dakwah beliau adalah melakukan secara kontinyu gerakan kebangkitan manusia untuk memahami diri dan lingkungannya serta menyadari akan misinya dalam hidup dan kehidupan; sebab setiap aturan Allah (baca: sunnatullah) dalam mengemban amanat memakmurkan hidup demi tegaknya tatanan kehidupan sejahtera, aturan itu diikuti Rasulullah saw untuk membangun bangsa, baik pada tataran kehidupan pribadi atau sosial, baik saat damai maupun waktu perang (19).

Pengkondisian dalam kaitan perubahan tersebut berarti upaya menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri obyek dakwah. Agar perubahan dapat menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri obyek, maka dakwah juga harus mempunyai makna solusi masalah kehidupannya dan pemenuhan kebutuhannya.

Dengan demikian dakwah memiliki dua peran yang saling terkait, yaitu dakwah sebagai proses komunikasi dan proses perubahan sosial. Dakwah sebagai proses komunikasi berperan menyampaikan pesan-pesan komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) lewat media, agaar terjadi perubahan pada diri komunikan, baik dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Atau dengan kata lain perubahan dalam aspek akidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah (20).

Yang perlu diperhatikan dalam peran komunikasi dakwah adalah melakukan reposisi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi keislaman kepada umat, sehingga wawasan keislaman semakin luas dan terasa nikmat dan kerahmatannya dalam kehidupan berbangsa, dengan harapan terwujudnya kesadaran umat dalam mengekspresikan diri sebagai muslim dan mengaktualisasikan keislamannya. Sebagaimana muncul kesadaran membangun potensi umat untuk membangun bangsa dan negara, termasuk menjaga keutuhan integrasi bangsa dan negara yang akhir-akhir ini terancam oleh ‘politik global’ (baca: Barat) yang memprediksi pada abad ini sanggup menciptakan 5000 negara baru di dunia, agar menjadi negara-negara kecil yang panut dan tunduk bagi kepentingan ‘politik global’.

Sedangkan dakwah sebagai proses perubahan sosial, ia berperan dalam upaya perubahan nilai dalam masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan dakwah Islam. Sebab dakwah pada hakikatnya adalah aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia, pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural, dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia dengan menggunakan cara tertentu (21).

Di dalam memerankan perubahan sosial tersebut, dakwah tidak hanya merupakan upaya yang terbatas pada tabligh (penyampaian) atau upaya tau’iyah (penyadaran) saja, tetapi dakwah juga merupakan upaya-upaya yang bersifat lebih sistematis dalam kegiatan yang dapat menopang dakwah dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya.

Diantara upaya-upaya tersebut adalah mengarahkan kesadaran umat, agar orientasi dan kontribusi dakwahnya semakin jelas, sehingga kerja-kerja dakwah menjadi sinergis, efesien dan produktif, karena umat yang sudah menyadari akan potensi dirinya dan memiliki orientasi yang jelas, akan mudah diarahkan untuk melakukan “musabaqah fil-khairat” (berlomba dalam kebaikan).

Upaya memberikan arahan umat dilanjutkan dengan upaya irsyad (membimbing), dalam rangka umat tidak terjebak dalam ranjau-ranjau kesesatan yang dibuat oleh musuh-musuh dakwah, agar umat juga senantiasa terarah dan terbimbing dalam menghadapi tantangan, hambatan dalam kehidupan, sehingga tidak dengan mudah tergoda oleh ‘iming-iming’ menggiurkan yang berisi tipuan belaka, atau tidak pesimis dan frustasi lantaran beratnya problematika hidup yang dihadapi.

Upaya aplikatif lain bagi dakwah dalam memerankan perubahan sosial adalah upaya himayah (advokasi), yaitu memberikan perlindungan, baik terhadap nilai-nilai ajaran dakwah itu sendiri, maupun terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya dalam menghadapi bentuk-bentuk kezhaliman. Semua upaya tersebut tersurat dan tersurat dalam firman Allah swt: “Inilah jalanku dan jalan pengikutku, terus berdakwah kepada Allah atas dasar bashirah..” (QS. Yusuf: 108. Dan firmanNya: “Dan ini jalanku yang lurus, ikutilah, jangan ikuti jalan-jalan lain maka kalian akan bercerai berai dari jalannya, demikianlah yang Allah wasiatkan kepada kalian” (QS. al-An’am: 153). (sumber)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories