Perbedaan Pajak dan Upeti di Era Modern, mana yang lebih kejam?
Perbedaan Pajak dan Upeti di Era Modern, mana yang lebih kejam?
Oleh: Ust Choirul Anam
Menurut saya, pajak dan upeti, secara substansi tidak ada bedanya. Bedanya mungkin hanya nama dan kesan yang ditimbulkan. Upeti kesannya kuno, pajak kesannya modern.
Tetapi, intinya sama saja, yaitu mengambil harta rakyat, bahkan kalau perlu secara paksa, tanpa kompensasi secara langsung dari penguasa.
Bahkan, pajak terasa jauh lebih dzalim dibanding upeti. Sebab upeti mungkin hanya diambil dari orang tertentu. Pajak sebaliknya, diambil dari siapapun, bahkan dr bayi yang baru lahir. Saat bayi butuh susu atau popok, orang tuanya yang membelikan wajib “dipalak” dg upeti, eh pajak. Tak peduli, ia kaya atau miskin. Tak peduli, itu uang sendiri atau hutang. Pokoknya harus setor upeti.
Terkadang kita bertanya: sebetulnya ada negara dan pemerintahan itu untuk apa?
Adanya pemerintahan dan negara mestinya adalah agar rakyat bisa hidup sejahtera, harmonis, aman, tanpa gangguan orang-orang yang suka berbuat dzalim. Sebab, negara berhak menjatuhkan sanksi kepada pihak yang dzalim. Jadi, negara sebenarnya adalah “bapak besar” kita. Tempat kita mengadu, meminta tolong, dan berlindung.
Tapi apa jadinya, jika yang seharusnya “ayah besar” jadi “preman besar”. Dunia ini akan terasa neraka. Rakyat dipalaki. Habis itu uangnya dipakai korupsi dan hura2. Maka benarlah saat Rasul menyatakan bahwa saat orang-orang meninggalkan dakwah, amar makruf, nahi mungkar akan diadzab Allah di dunia dengan dianugrahi pemimpin yang dzalim. Pemimpin yang seharusnya “ayah besar” jadi “preman besar”. Mendzalimi rakyat, mengambili harta rakyat, dan tak segan menghukum dengan sangat sadis siapa saja yang tak tunduk kepadanya.
Padahal di sana ada kekayaan alam yang melimpah ruah, yang jika dikelola dengan benar dapat digunakan memenuhi kebutuhan rakyat dan menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi kekayaan itu justru dikasihkan kepada konglomerat hitam. Sebaliknya, pemerintah justru hanya concern untuk memalak rakyatnya, yang sebagian mendapatkan uang dengan memeras keringat dan dengan cucuran air mata.
Padahal menurut Imam Ibnu Khaldun: pajak yang semakin tinggi, menandakan peradaban atau pemerintahan semakin dekat kehancuran. Sebab, pemerintahan sebetulnya adalah kesepakatan rakyat. Jika rakyat kecewa secara massal, maka detik-detik kehancurannya tinggal tunggu momentum. Memang selalu ada peluang perubahan dan semoga kondisi sekarang mengantarkan kita pada perubahan yang hakiki.
Upeti atau pajak, juga sangat dikecam oleh Rasulullah. Bahkan beliau mengatakan: la yadkhulul jannata shohibu maksin (tidak masuk surga pemungut cukai atau pengambil upeti atau pengambil pajak).
Jika memang upeti dan pajak itu sama saja, apakah layak kita yang masih dipalak dengan berbagai pajak bahkan terus meningkat, lalu mengaku sebagai manusia merdeka dan hidup di alam kemerdekaan?
Memang di sana ada perbedaan secara teknis antara pajak dan upeti. Namun perbedaan itu hanyalah masalah teknis dan hanya urusan permukaan semata.
*****
Apakah dalam Islam ada pajak?
Pajak dalam Islam disebut dharibah. Dan pajak juga ada. Tapi pajak hanya diambil negara saat tertentu saja, yaitu saat ada kebutuhan mendesak yg bersifat insidental dan harus dipenuhi. Nah pada saat itu negara boleh mengambil pajak. Pajak hanya boleh diambil dlm kondisi darurat, bukan kondisi normal.
Tetapi, pajak tidak boleh diambil dari semua rakyat. Pajak hanya boleh diambil dari rakyat yang kaya, yang kebutuhannya telah terpenuhi. Pajak sama sekali tak boleh diambil dari rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Jika pajak tidak dijadikan sebagai pemasukan negara, lalu dari mana pemasukan negara? Jawabnya dari pos-pos lain yang sangat banyak. Misalnya dari pos kekayaan alam, fai, kharaj, dll. Dan semua itu akan lebih dr cukup unk memuhi semua kebutuhan rakyat dan juga pemerintahan. Hal itu telah diatur secara detil dalam Islam.
*****
Pilih mana: sistem yang selalu membebani rakyat dengan berbagai upeti dan pajak, lalu hak-hak rakyat diabaikan begitu saja; atau milih sistem yang tidak membebani rakyat dg berbagai pungutan, sementara hak-hak rakyat ditunaikan dg adil?
Semua berpulang kepada kita. Jika kita memang senang dipalaki dengan berbagai pajak dan upeti, maka sistem sekarang (demokrasi) memberikan pilihan yang ideal bagi kita. Namun, jika kita anti upeti dan berbagai pungutan dzalim, maka saatnya kita berbenah menuju perubahan yang lebih baik.