Perempuan di Zaman Jahilyyah Begitu Terdzalimi

Perempuan di Zaman Jahilyyah Begitu Terdzalimi

Mustanir.com – Potret kezhaliman terhadap perempuan sangat banyak dan beraneka macam bentuknya hingga pada hal-hal yang tidak wajar. Pada zaman jahiliyah, kaum perempuan merupakan objek kezhaliman.

Di antara bentuk kezhaliman terhadap mereka adalah perasaan pesimis terhadap keberadaan perempuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan hal itu dalam firmanNya:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِاْلأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ {58} يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَابُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَسَآءَ مَايَحْكُمُونَ {59}

” Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”. (QS. 16:58-59)

Bahkan perasaan pesimis tersebut sudah kelewat batas: mereka mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengungkapkannya:

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ {8} بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ {9}

“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. 81:8-9)

Kaum laki-laki Jahiliyah menghalangi mereka untuk memperoleh harta warisan. Mereka mengatakan, tidak ada yang boleh mewarisi harta mereka kecuali orang yang membawa pedang dan menjaga harta benda.

Tidak hanya itu, bahkan perempuan dijadikan sebagai harta warisan setelah suaminya meninggal dunia layaknya barang yang tidak bernilai. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Apabila ayah atau mertua seorang laki-laki meninggal dunia, maka laki-laki itu lebih berhak mendapatkan bekas istri ayah atau mertuanya tersebut. Laki-laki itu berkuasa total atas perempuan tersebut; jika ingin menahannya maka ia bisa melakukannya atau mengurungnya sampai sang perempuan menebus diri dengan maharnya. Atau, apabila perempuan tersebut meninggal maka ia mengambil seluruh hartanya.”

Menikahi istri-istri ayah sendiri (setelah ayah meninggal dunia) bukan sesuatu yang asing dalam tradisi masyarakat Jahiliyah. Orang-orang Arab badui banyak melakukan hal tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian melarangnya dengan firman-Nya:

وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَآءَ سَبِيلاً {22}

” Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh)”. (QS. 4:22)

Pada zaman Jahiliyah, masalah pernikahan begitu bebas. Sama sekali tidak ada batasan jumlah istri. Demikian pula halnya dengan talak. Sang suami berhak mentalak dan merujuk sekehendak hatinya, kapan saja ia mau melakukannya.

Apabila sang suami meninggal dunia, maka sang istri harus berdiam diri di rumah selama satu tahun penuh. Dalam masa-masa ini, ia dilarang memakai minyak wangi, mengenakan pakaian indah, menyisir rambut, dan memotong kukunya.

Zainab radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwasanya ia mendengar Ummu Salamahradhiyallahu ‘anha berkata: “Suatu hari, seorang perempuan datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, anak perempuanku ditinggal mati suaminya dan matanya sakit. Bolehkah aku mecelakinya?’. Beliau menjawab:’Jangan, sesungguhnya ‘iddah-nya adalah empat bulan sepuluh hari. Pada masa jahiliyah, salah seorang perempuan di antara kalian melemparkan kotoran unta di awal tahun,’ lanjut beliau.” Humaid bertanya kepada Zainab: “Apa yang dimaksud dengan ‘melemparkan kotoran unta di awal tahun?’ Zainab menjawab:”Apabila seorang perempuan ditinggal mati suaminya, ia harus mengurung diri di sebuah rumah kecil yang sempit, mengenakan pakaian yang paling buruk. Setelah itu, ia dibawakan seekor keledai, kambing, atau burung, untuk ia usap. Semua yang tersentuh kulitnya pasti mati. Selanjutnya, ia keluar dari rumah itu, diberi kotoran, lalu ia melemparkannya. Sesudah itu, ia bisa dinikahi orang lain sehabis memakai wewangian atau lainnya yang ia inginkan.”

Kemuliaan apa yang disandang perempuan seperti ini??? Kehidupan terhormat bagaimana yang dirasakannya???

SUMBER

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories