Pesta Bikini Anak SMA; Akibat Sistem Pergaulan Bebas
Pesta Bikini Anak SMA; Akibat Sistem Pergaulan Bebas
Mustanir.com – Sejumlah remaja SMA akan menggelar pesta bikini di sebuah hotel di Jakarta Pusat untuk merayakan berakhirnya Ujian Nasional (UN). Pesta yang digelar sebuah event organizer itu bertema pool party dengan bikini dress. Acara akan digelar pada 25 April.
Undangan untuk acara itu sudah tersebar di media sosial dan di YouTube, walau belakangan video di YouTube sudah dihapus. Namun dibeberapa situs seperti di ask.fm dan Java Party, acara itu masih bisa dilihat. Walau akhirnya di Ask.fm oleh pemilik akun yang mengupload acara itu sudah dihilangkan.
Detikcom yang melihat undangan acara itu, Kamis (23/4/2015) sempat mengecek harga tiket undangan pesta bikini yang disebutkan didukung sejumlah sekolah di Jakarta dan Bekasi. Belum diketahui apakah sekolah itu bernar-benar ikut atau hanya dicatut.
“Tenang aja kita di sini ga ada check id. See you at GOODBYE UN POOL PARTY PART 2 ” SPLASH AFTER CLASS”,” tulis akun penyelenggara di ask.fm tersebut pada Minggu (19/4/2015).
Untuk pembelian tiket sebelum hari H dikenakan biaya Rp 150.000 sementara untuk pembelian tiket langsung sebesar Rp 200.000.
Tak hanya itu, panitia juga menyiapkan paket VIP dan VVIP dengan harga yang terbilang tak murah. Untuk paket VIP yang berisi 2 botol minuman anggur termurah dijual seharga Rp 2.400.000. Sementara paket termahal yang berisi 4 botol minuman plus ruangan dijual dengan harga Rp 5.000.000.
Situs tersebut juga menampilkan foto-foto dan video pesta-pesta bikini sebelumnya. Panitia penyelenggara merayu para siswa untuk bergabung dalam acara itu melalui foto-foto yang mereka unggah.
Rencana pesta tersebut mendapat kritikan keras dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI meminta sekolah untuk memperketat pengawasan terhadap anak didik mereka.
“Sekolah harus melakukan pembinaan dan kontrol soal pesta ini. Sekolah tidak bisa diam, harus melakukan tindakan agar siswa bisa menyikapi UN dengan edukatif,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam (detik/adj)
KPAI: Mengarah Kepada Seks Bebas
Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan keteledoran pihak sekolah-sekolah menengah atas terkait beredarnya undangan pesta para siswa berbikini. Menurut komisioner KPAI, Rita Pranawati pesta kelulusan ini melanggar norma kepantasan dan kepatutan.
“Pihak sekolah harus memanggil seluruh siswa untuk mengingatkan bahwa perbuatan tersebut tidak pantas dilakukan pelajar,” kata Rita Pranawati, Kamis (23/4), dalam pesan singkat yang diterima Republika.
Setidaknya sejak kemarin, beredar sebuah undangan di media sosial terkait perayaan pesta yang akan digelar anak-anak dari sejumlah SMA.
Dalam undangan yang disebar oleh antara lain akun Twitter @Divine_prod itu, tertulis, akan diadakan pesta pada 25 April 2015 di The Media Hotel, Jalan Gunung Sahari, sejak pukul 22.00 sampai selesai.
Tercantum, dress code para peserta, bikini dan summer dress.Undangan acara ini pun tertulis didukung oleh siswa-siswi dari SMA Muhammadiyah Rawamangun, SMA 8 Bekasi, SMA 12 Jakarta, SMK Musik BSD, SMA Alkamal, dan sembilan SMA lainnya serta satu SMK.
Lebih lanjut, Rita menegaskan, Pihak orang tua dan guru dari sekolah-sekolah tersebut agar menjaga anak-anaknya sekaligus mengedukasi mereka agar tidak terlibat pada pesta semacam ini.
“Yang sangat merusak moral. Kegiatan ini sangat berbau pornografi, seks bebas,” ujar dia.
“Orang tua dapat mencegah keterlibatan anak dalam kegiatan pesta bikini ini,” tambahnya lagi. (ROL/adj)
KPAI: Jangan Meraih Keuntungan Dengan Merusak Moral
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mengaku sudah melihat tayangan ajakan pesta bikini dengan tema ‘Splash after Class’, meminta pihak sekolah-sekolah yang dicatut namanya dalam video itu untuk segera mengambil tindakan.
“Sekolah harus ambil langkah pro-aktif, lakukan pemantauan, klarifikasi, agar ada pencegahan,” Kata Ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh dalam rilisnya yang diterima kiblat.net, pada Kamis (23/4) di Jakarta.
Lanjut Niam, tanggung jawab perlindungan anak tidak hanya ditanggung oleh pemerintah dan orang tua. Akan tetapi masyarakat, termasuk pelaku usaha juga dibebankan tanggung jawab tersebut.
“Jangan mengais rezeki untuk sesuap nasi dengan merusak generasi,” ujar Niam menyinggung pihak event organizer yang menggagas acara tersebut.
Menurut Niam, KPAI sudah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri untuk melakukan langkah-langkah pencegahan guna menjamin perlindungan anak.
“POLRI perlu mengambil langkah preventif, dan orang tua tidak boleh lepas tangan,” tuturnya.
Selain itu, menurut Niam, semestinya kelulusan sekolah dirayakan dengan cara-cara yang positif. Bukan malah disikapi dengan hura-hura apalagi menjurus ke hal-hal yang negatif.
Niam juga meminta pihak Sekolah yang dicantumkan namanya dalam iklan sebagai pendukung acara harus segera melakukan klarifikasi. Kalau dia benar sekolah itu jadi pendukung acara tersebut, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus memeriksa sekolah itu.
“Kalau ternyata dicatut, sekolah harus tuntut EO (Event Organizer, red) yang mencatut nama sekolah, mencemarkan nama baik, dan sekolah harus menegaskan tidak terkait dengang kegiatan tersebut. Serta mengedukasi siswanya agar tidak terpengaruh pada iklan menyesatkan dan provokatif itu,” tandasnya.
Perlu diketahui, undangan pesta bikini summer dress bagi pelajar SMA di Bekasi dan Jakarta bertajuk ‘Splash after Class’ menyebar di YouTube dan jejaring sosial. Hal ini memicu keresahan di masyarakat, dalam undangannya yang tercantum di YouTube dan sejumlah situs, acara digelar pada 25 April 2015.
Pada undangan tersebut juga disebutkan ada sejumlah SMA yang mendukung acara itu. SMA itu tersebar di Jakarta dan Bekasi. Akhirnya diketahui, nama sejumlah SMA itu hanya dicatut oleh EO.
Pesta bikini ini dilakukan dengan tujuan merayakan kelulusan UN. (kiblatnet/adj)
“Splash After Class”, Mengajari Remaja Menjadi Liberal
Sebenarnya bukan hanya rencana pesta bikini pelajar SMA selepas ujian nasional saja yang mengajari remaja jadi liberal, tetapi semua kondisi kehidupan saat ini sudah mengajari remaja untuk jadi liberal. AcaraSplash After Class yang sedianya dilangsungkan di The Media Hotel & Towers pada Sabtu, 25 April 2015 batal digelar. Semua pihak seharusnya bertanggung jawab dalam masalah ini. Pendidikan bukan hanya diserahkan kepada orang tua di rumah atau para guru di sekolah, tetapi juga masyarakat dan negara. Semua bekerjasama untuk mendidik anak dan remaja. Adanya protes terhadap rencana acara tersebut, menunjukkan masih ada kepedulian dari sebagian masyarakat. Memang seharusnya begitu.
Saya hanya ingin bertanya: apa sih yang ada di pikiran penyeleanggara? Ini sudah jahat, karena mencari duit tak halal dari sebuah acara yang akan merusak akhlak. Dari sisi moral saja, yakni norma ketimuran seperti yang dilontarkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, acara tersebut sudah merusak. Nah, apalagi menurut Islam?
Penyelenggara acara dan semua elemen yang mendukung acara tersebut adalah bagian dari lingkaran kejahatan perusak moral. Sudah begitu bebaskah kehidupan di negeri ini? Belum lama kita disuguhi euforia selepas UN di beberapa kota yang memotret aksi bejat beberapa pelajar. Bukan hanya sekadar corat-coret baju seragam, tetapi sudah ada yang berani berpose tanpa busana di jalanan, bahkan banyak pelajar yang melakukan seks bebas bersama pacar mereka di hotel. Sungguh terlalu!
Sekadar mengingatkan, tentu saja kondisi seperti ini tidak instan. Bukan akibat setahun atau dua tahun. Budaya ini hanya salah satu satu dari produk rusak kapitalisme-sekularisme yang liberal. Ini sudah mengakar jauh sebelum mereka lahir. Bukan hanya remaja menirukan perilaku orang tuanya, tetapi juga mencontoh masyarakatnya dan melihat bagaimana negara dengan sistem kapitalisme-sekularisme yang liberal ini mengatur kehidupan bernegara. Dan, ini sudah berlangsung lama sejak mereka kecil, bahkan sejak orang tua mereka lahir, kehidupan ini sudah liberal.
Silakan lihat. Bukankah gaya hidup hedonistik dan permisif sudah sedemikian merajalela sejak mereka kanak-kanak? Proses menuju dewasa mereka lebih banyak dibaluri dengan warna kehidupan yang liberal. Remaja muslim hanya nama dan label saja, tetapi isi kepala dan hatinya dijejali dengan paham sekularisme nan liberal. Tengoklah remaja yang berpacaran, seharusnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, dan aparat lainnya serta semua pihak yang bertanggung jawab dalam mengurusi masalah ini juga berkomentar keras untuk melarang pacaran. Ini juga bagian dari kerusakan yang dihasilkan kapitalisme-sekularisme yang liberal ini. Ah, sistem ini sudah cukup menjadi ‘neraka’ di dunia sebelum neraka yang sesungguhnya kelak di akhirat.
Lalu apa solusi untuk kehidupan yang sudah parah ini? Jika Anda sakit, biasanya akan mendatangi dokter yang kemudian memberikan resep untuk membeli obat tertentu yang diharapkan bisa menyembuhkan penyakit yang Anda derita. Lalu, kepada siapa untuk menyembuhkan masyarakat dan negara yang sakit?
Ini negara salah urus. Sistem kehidupan yang diambilnya pun salah jalan. Kerusakan ini pasti ada penyebabnya. Apa? Ya, sistem kapitalisme-sekularisme nan liberal itulah penyebabnya. Siapa dokter yang bisa menyembuhkan? Para ulama kaum muslimin yang mengemban dakwah. Apa obatnya? Tentu saja Islam. Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara. Jadi, secara singkatnya adalah buang sistem kehidupan kapitalisme-sekularisme nan liberal ini lalu terapkan Islam sebagai ideologi negara. Wallahu a’lam (adj)