Arah Preferensi Politik Umat Islam pada Pilpres 2024

MUSTANIR.net – Dalam diskusi diskusi publik di AK Channel dengan tema ‘Arah Preferensi Politik Umat Islam pada Pilpres 2024’ (8/9) yang dipandu host Bung Arif Nugroho, ada empat peta jalan yang disampaikan oleh narasumber, yaitu:

Pertama, KH Slamet Ma’arif (ulama, tokoh pergerakan), menyampaikan pandangan bahwa saat ini dinamika politik masih sangat cair. Beliau mengajak umat untuk bersabar dan menunggu fatwa resmi dari ulama. Karena dengan merujuk fatwa ulama, dasar amal bagi umat menjadi lebih kokoh dan menentramkan.

Saat ini memang belum ada rekomendasi resmi dari ulama, masih menunggu dinamika lebih lanjut. Apalagi, pasca Anies yang tiba-tiba dipasangkan dengan Cak Imin.

Menurut Sekretaris Majlis Syuro PA 212 ini, rekomendasi ulama itu kemungkinan akan ada tiga pilihan: 1. Mendukung paslon tertentu, 2. Mendiamkan pilpres, 3. Menyeru untuk tidak terlibat (golput).

Dalam kesempatan diskusi tersebut, KH Slamet Ma’arif juga mengklarifikasi beredarnya berita Presidium Alumni 212 di Pilpres 2024 dengan mendukung Capres Ganjar Pranowo, yang memastikan kabar tersebut tidak benar atau hoax.

Ke dua, selanjutnya Dr Muhammad Taufik, SH MH menyampaikan pandangan pentingnya mendukung pencalonan Anies Baswedan, terlepas saat ini dipasangkan dengan Cak Imin. Karena menurutnya, Anies membawa misi perubahan.

Meskipun ada mudharat mendukung Anies karena faktor Cak Imin, namun mudharatnya lebih kecil dari calon yang lain. Doktor Taufik juga mengingatkan, betapa bahayanya jika kekuasaan ini dikangkangi orang yang jahat.

Beliau juga menekankan betapa pentingnya umat Islam terlibat dalam politik, dengan mengutip sejarah penyebaran dakwah Islam yang hingga sampai ke Spanyol (Andalusia), juga karena sarana politik. Umat Islam tak boleh apolitik, sebaliknya umat Islam harus terlibat dalam politik untuk melakukan perbaikan.

Ke tiga, ada pun KH Ahmad Zen (Pengasuh Ponpes al-Husna Cikampek), memberikan penjelasan kaidah ‘adh-Dharurat Tubihu al-Mahzhurat’, artinya “dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang dibolehkan”, dengan mengutip pandangan Imam as-Sya’di (pengarang kitab Taisir Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan yang lebih dikenal sebagai Tafsir as-Sa’di).

Menurut beliau, darurat dalam Islam itu harus memenuhi syarat:

Pertama, darurat tersebut diambil karena tidak ada pilihan lain.

Ke dua, darurat itu diambil sekadar untuk menyelamatkan nyawa.

Ke tiga, darurat yang diambil itu terbukti menyelamatkan nyawa.

Dalam konteks pemilu (termasuk pilpres), menurut KH Ahmad Zen, masih ada pilihan lain selain ikut terlibat dalam dukung mendukung dan pilih memilih capres. Yakni, fokus menjalankan kewajiban dakwah untuk menegakkan khilafah sebagai kewajiban yang agung bagi seluruh kaum muslimin.

Jadi, terlibat dalam pilpres atau memilih capres tertentu karena alasan darurat terbantahkan, karena faktanya masih ada pilihan lain, yakni menjalankan kewajiban dakwah untuk menegakkan khilafah.

Terlibat atau tidak terlibat dalam pilpres, juga bukan berkaitan dengan kehidupan, atau nyawa. Beda kasusnya ketika di hutan kelaparan, tidak ada yang bisa dimakan kecuali daging babi, maka kebolehan memakan daging babi sekadar untuk menyelamatkan nyawa dari bahaya kematian karena lapar, dibolehkan. Itu pun sekadar untuk mengganjal perut, sambil  mencari alternatif makanan lain. Bukan aji mumpung, lalu makan sekenyang-kenyangnya.

Tidak terlibat dalam pilpres itu tidak ada kaitannya dengan masalah hidup dan mati. Sehingga, dalam kasus pilpres tidak dapat diterapkan kaidah ‘adh-Dharurat Tubihu al-Mahzhurat’.

Lagipula, menurut kiai Ahmad Zen, kalau alasannya ingin menyelamatkan umat, terbukti umat ini sudah berkali kali ikut pemilu dan pilpres, toh urusan umat ini tetap saja tak tuntas. Syariah Islam sebagai tujuan dari diadakannya kekuasaan tetap saja tidak diterapkan.

Pilpres hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan. Pilpres tidak dapat memberikan dampak penerapan syariat Islam dan merealisir kemaslahatan bagi umat.

Ke empat, Ahmad Khozinudin, SH (advokat), menegaskan bahwa semua nama yang beredar saat ini belum fixed, masih mungkin terjadi perubahan, sepanjang belum terdaftar di KPU sebagai capres dan cawapres dalam Pilpres 2024. Karena itu, amat wajar jika sejumlah ulama belum mengeluarkan fatwa untuk memberikan dukungan kepada capres tertentu.

Sebab, jika sudah terlanjur mendukung tapi ternyata gagal maju pilpres, atau bahkan pilpres gagal diselenggarakan, akan menjadi boomerang tersendiri. Preseden ijtima’ ulama yang dulu merekomendasikan Prabowo, tapi ternyata Prabowo tidak sesuai harapan, juga menjadi pertimbangan ulama tidak segera mengadakan ijtima’ untuk mengeluarkan rekomendasi.

Preferensi umat yang terbelah, antara yang menunggu ijtima’ ulama, mendukung Anies, atau fokus mendakwahkan khilafah adalah pilihan ijtihad politik yang sama-sama harus dihormati. Yang penting, perbedaan pandangan itu tidak memutus silaturahmi dan harus terus memupuk kebersamaan dan sinergi.

Ahmad sendiri lebih memilih untuk terus fokus berdakwah amar ma’ruf nahi mungkar, baik ada pemilu atau tidak, baik sedang dalam kontestasi pilpres atau tidak. []

Sumber: Diskusi Publik AK Channel

About Author

Categories