MUSTANIR.netPemikiran asing mempunyai pengaruh besar terhadap menguatnya kekufuran dan penjajahan.

Para penjajah tersebut merancang sistem pendidikan dan pemikiran atas dasar falsafah tertentu yang merupakan pandangan hidup mereka, yaitu pemisahan materi dari ruh, dan pemisahan agama dari negara.

Penjajah menjadikan kepribadian mereka sebagai satu-satunya sumber pemikiran kita. Mereka juga menjadikan  peradaban (hadlarah), persepsi (mafahim), unsur-unsur sosial pembentuk negara mereka, serta sejarah dan lingkungan mereka sebagai sumber asal bagi pemikiran yang mengisi akal kita.

Tidak cukup sampai di situ, mereka bahkan sengaja mendistorsikan berbagai persepsi dan fakta yang kita ambil dari mereka. Mereka memutarbalikkan gambaran mengenai penjajah sedemikian rupa dengan menggambarkan penjajahan sebagai sesuatu yang mulia sehingga layak untuk di ikuti dan sesuatu yang kuat. Sehingga kita harus berjalan bersamanya seraya menyembunyikan tampang penjajah yang sebenarnya dengan cara-cara yang licik.

Mereka terus masuk ke detail-detail permasalahan. Sampai tak satu pun program yang keluar dari model umum yang mereka rencanakan. Akibatnya, kita menjadi terdidik dengan pemikiran yang merusak, kita telah belajar secara alami cara orang lain berpikir.

Hal ini telah membuat kita tidak mampu untuk belajar bagaimana seharusnya kita berpikir. Karena pemikiran kita tidak lagi berhubungan dengan lingkungan, kepribadian, dan sejarah kita, serta tidak lagi bersandar pada ideologi (Islam) kita. Oleh sebab itu, kita karena telah terdidik seperti itu menjadi suatu kelompok asing di tengah-tengah rakyat yang tidak lagi memahami keadaan kita dan kebutuhan-kebutuhan rakyat kita.

Pengaruh pemikiran asing ini tidak hanya terbatas pada kaum terpelajar saja, tetapi merata dalam masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya pemikiran-pemikiran masyarakat pun terpisah dari perasaannya. Persoalan masyarakat menjadi bertambah ruwet, dan beban kelompok yang benar untuk membangkitakan umat pun menjadi semakin berat.

Persoalan yang sedang umat dan kelompok Islam sebelum Perang Dunia I adalah bagaimana membangkitkan suatu masyarakat Islami. Sekarang, persoalannya adalah bagaimana menciptakan keserasian antara pikiran dan perasaan di kalangan kaum terpelajar, menciptakan keserasian antara individu dan masyarakat dalam suatu pemikiran dan perasaan, terutama kaum terpelajar dengan masyarakatnya.

Sebab, kaum terpelajar telah menerima pemikiran-pemikiran asing dengan sepenuh hati, tanpa mengambil perasaan-perasaannya. Penerimaan mereka yang sepenuh hati itu telah memisahkan mereka dari masyarakat, juga telah mengakibatkan mereka memandang rendah dan tak peduli terhadap masyarakat.

Pemikiran asing itu juga telah membuat mereka kagum dan hormat terhadap orang asing. Mereka berusaha mendekatkan diri dan bergaul erat dengan orang-orang asing, meskipun orang-orang asing ini adalah kaum penjajah.

Kaum terpelajar saat ini belum bisa memandang berbagai situasi di negerinya. Hanya masih bisa mengikuti orang asing tersebut dalam memandang situasi negerinya, tanpa memahami kebenaran situasi sebenarnya. Sehingga kaum terpelajar tidak lagi memahami apa yang dapat membangkitkan pemikiran umat, kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut ketika membicarakan kebangkitan.

Hati nurani kaum terpelajar semacam ini tidak tergerak karena dorongan ideologi, tetapi tergerak karena sentimen patriotisme dan nasionalisme. Padahal emosi ini adalah emosi yang salah. Akibatnya, ia tidak akan berjuang demi negerinya dengan benar, memeras rakyat terus menerus, menyakiti rakyat terus menerus, dan tidak akan berkorban untuk kepentingan rakyat secara sempurna.

Karena pemikirannya dalam melihat situasi negerinya tidak dilandasi oleh pemikiran Islam. Ia tidak akan memahami kebutuhan-kebutuhan rakyatnya. Kalaupun kita memaksakan diri untuk mengatakan bahwa ia berjuang menuntut suatu kebangkitan, maka sesungguhnya perjuangannya itu lahir dari konflik untuk kepentingan pribadinya. Atau suatu perjuangan yang meniru-niru perjuangan bangsa lain, supaya negeri ini patut dipublikasikan.

Oleh karenanya perjuangan ini tidak akan bertahan lama, dan hanya berlangsung sampai halangan untuk merebut kepentingannya lenyap, yaitu diangkatnya menjadi pegawai atau dengan tercapainya apa yang menjadi ambisinya. Bisa juga perjuangannya berhenti tatkala berbenturan dengan kepentingan pribadinya, tatkala dihambat dalam perjuangannya.

Atas dasar itu, adalah mustahil dengan menggunakan pemikiran asing di tengah masyarakat akan terbentuk sebuah kelompok yang benar. Kelompok seperti ini tidak akan terwujud atas dasar pemikiran asing tadi.

Penjajah tidak sekadar menggunakan tsaqofah, bahkan mereka meracuni masyarakat Islam dengan beragam pemikiran dan pandangan di bidang politik dan falsafah, yang merusak pandangan hidup kaum muslim. Dengan itu mereka rusak suasana Islami yang ada serta memgacaukan pemikiran kaum muslim dalam segala segi kehidupan. []

Sumber: Hasyim Suparno

About Author

Categories