Renungan Bagi yang Ingin Melamar Kerja di Bank
Renungan Bagi yang Ingin Melamar Kerja di Bank
Oleh Ustadz Abduh Tuasikal
Bulan ini adalah bulan wisuda bagi sebagian kampus terpandang di negeri kita. Banyak sarjana unggulan yang dihasilkan. Setelah lulus, mahasiswa selalu memikirkan apa pekerjaannya setelah itu. Sebagian memilih untuk bekerja di bank. Di antara alasannya, barangkali karena pendapatannya lebih lumayan besar.
Kami mengajak para lulusan tersebut untuk renungkan tulisan berikut terlebih dahulu jika memang serius untuk mengajukan pekerjaan di bank.
Ingat Setiap Jiwa Tidak Akan Mati Sampai Rezekinya Sempurna
Ingat, setiap jiwa tidak akan mati sampai rezekinya sempurna. Kalau sudah ada jaminan demikian, kenapa khawatir pada rezeki?
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).
Dalam hadits diperintahkan untuk mencari rezeki dengan cara yang halal, jangan dengan bermaksiat atau menghalalkan segala cara. Karena ada yang putus asa dari rezeki hingga menempuh pekerjaan yang haram.
Carilah Rezeki dengan Menempuh Cara yang Halal
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jika cara yang ditempuh adalah cara yang halal, tentu akan berpengaruh pada ampuhnya do’a. Jika sebaliknya, yang ditempuh adalah cara yang tidak halal, lihat saja bagaimana pengaruhnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)
Yusuf bin Asbath berkata,
بَلَغَنَا أنَّ دُعَاءَ العَبْدِ يَحْبِسُ عَنِ السَّمَاوَاتِ بِسُوْءِ المطْعَمِ
“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 276)
Cari Pekerjaan yang Tidak Menyengsarakan Orang Lain
Ada salah satu pekerjaan yang terlarang yaitu menimbun barang sehingga mematikan stok barang di pasaran terutama untuk barang kebutuhan pokok. Dalam hadits disebutkan,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR. Muslim no. 1605).
Apa hikmah terlarangnya menimbun barang?
Imam Nawawi berkata, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudarat bagi khalayak ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 43).
Namanya orang yang berutang, rata-rata adalah rakyat kecil atau mereka memang orang yang butuh. Apakah pantas orang yang butuh semacam itu disengsarakan? Rata-rata pula orang bisa stress dan bahkan bisa gantung diri hanya karena tumpukan utang pada para rentenir. Karena prinsip utang di zaman ini hanyalah untuk mencari untung. Dan itu menyengsarakan rakyat jelata sama halnya menimbun barang yang penulis singgung di atas.
Bahkan di tempat kami di Gunungkidul, rata-rata yang gantung diri atau bunuh diri itu karena masalah utang yang berat yang mesti dilunasi di rentenir. Bank saat ini tak jauh dari kerjaan para rentenir walau mungkin bunganya lebih ringan. Tetapi riba tak pandang ringan. Karena para ulama menyepakati, “Setiap utang piutang yang di dalamnya meraup keuntungan (ada manfaat yang diambil), maka itu adalah riba.
Kalau demikian, apakah masih mau apply di bank? Silakan renungkan.
Cobalah terus meminta pada Allah untuk mendapatkan rezeki yang halal sebagaimana do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan berikut ini,
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak”
[Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu] (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)
Share tulisan ini jika menarik. Moga membuka hati yang lain. Hanya Allah yang memberi hidayah.