Saat Sistem Menjaga Orang
Saat Sistem Menjaga Orang
Prof. Fahmi Amhar
Pernahkah Anda terlambat shalat? Sering? Janganlah ya!. Pernahkah Anda telat check-in pesawat? Juga janganlah! Masalahnya telat check-in sering berarti uang hilang, tapi bagaimana kalau shalat sampai telat?
Masalah waktu adalah contoh masalah perorangan yang ternyata bisa dijaga dengan suatu sistem.
Dulu, ketika belum ada jam, atau sudah ada jam tetapi belum ada standarnya, maka termasuk susah untuk menjaga ketepatan suatu acara. Karena tiap orang punya waktu masing-masing. Saat manusia mulai menggunakan kereta api jarak jauh, mau tidak mau standar waktu harus dibuat agar waktu keberangkatan atau kedatangan kereta bisa dipastikan.
Para ilmuwan memikirkan agar ada sebuah aturan tentang waktu yang dapat berlaku antara negara, dari soal yang mendasar seperti: sehari dibagi berapa jam, sejam berapa menit, semenit berapa detik, hingga tentang acuan meridian (sekarang di Greenwich), zona waktu, hingga lokasi garis batas tanggal internasional!
Aturan ini kemudian diadopsi dalam berbagai undang-undang di berbagai negeri. Undang-undang ini adalah contoh sebuah sistem pada level yuridis. Sebuah negara biasanya mengeluarkan banyak aturan baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan di bawahnya. Karena diwajibkan oleh organisasi berupa negara, maka terjadilah perubahan sistemik. Mau tidak mau semua dipaksa ikut “sistem” itu.
Sistem pada level yuridis ini sering harus didetilkan lagi dalam suatu sistem pada level teknis. Misalnya, kapan jam belajar di sekolah mulai, kapan jam buka/tutup toko, kapan kereta berangkat, dsb.
Sistem pada level teknis ini pun sering harus dipaksakan lagi dalam bentuk sistem pada level mekanis, agar subyektifitas manusia bisa diminimkan lagi. Dibuatlah bel otomatis yang akan berbunyi ketika sekolah akan dimulai, atau lampu yang akan menyala sendiri ketika toko akan buka/tutup, bahkan pintu kereta yang akan menutup sendiri ketika saatnya harus berangkat. Semua orang yang berada di situ dipaksa oleh sistem agar mereka disiplin.
Kaum Muslim memiliki kontribusi yang luar biasa dalam teknologi sistem pada level mekanis ini.
Teknologi jam dimulai oleh para astronom. Ini karena pengamatan obyek langit sangat tergantung penunjuk waktu yang akurat. Berbagai jam telah dibuat, namun secara umum terdiri dari tiga prinsip penunjuk waktu: fenomena astronomi (jam matahari), aliran air (jam air), dan fungsi mekanik (komputer analog). Pada era modern, ditemukan jam quartz dan jam atom.
Jam Astronomi
Penunjuk waktu ini tergantung dari gerak matahari. Sebuah paku aku melempar bayangannya ke sebuah permukaan lengkung yang berisi garis dan kurva, dan dengan sedikit latihan kita akan dapat membaca tanggal dan jam. Di beberapa pesantren dan masjid di Indonesia, masih bisa dijumpai jam semacam ini. Di masa lalu, astronom Muslim bahkan membuatkan jam-jam matahari untuk penghias taman istana-istana di Eropa.
Jam matahari di taman istana Schoenbrunn, Wina
dibuat dengan konsep dari Ibnu As-Syatir
Astrolab saku
Jam astronomi yang lebih portabel (bisa dibawa kemana-mana) adalah astrolab. Pada abad-10, al-Sufi menuliskan lebih dari 1000 macam penggunaan astrolab, termasuk untuk menghitung waktu shalat dan awal Ramadhan.
Jam Air
Jam air ditulis pertama kali oleh Ibn Khalaf al-Muradi dalam “Kitab Rahasia-Rahasia” pada tahun 1000 M. Kitab ini disimpan pada Museum of Islamic Art di Doha, Qatar. Namun banyak desain jam air yang spektakuler dilakukan Al-Jazari (1206 M). Salah satu di antaranya memiliki tinggi sekitar satu meter dan lebar setengah meter. Jam ini menunjukkan gerakan dari model matahari, bulan dan bintang-bintang. Inovasinya adalah, sebuah jarum yang ketika melewati puncak perjalanannya akan membuat pintu terbuka setiap jam. Jam asli al-Jazari ini berhasil direkonstruksi dan dipamerkan di Science Museum London pada tahun 1976. Selain jam ini al-Jazari juga membuat jam air yang berbentuk gajah.
–
Jam gajah dari Kitab karangan Al-Jazari pada 1206. Ia menggunakan regulator aliran, suatu loop tertutup.
Jam Mekanik
Jam mekanik menggunakan prinsip gerak yang dapat diatur perlahan dan teratur, misalnya pegas atau bandul. Yang menarik, pada tahun 1559, Taqiuddin as-Subkhi, seorang astronom Utsmani saat itu sudah mendesain berbagai jam mekanik yang dilengkapi dengan suatu alarm, misalnya untuk penggerak teleskop, sehingga akan sangat memandu astronom dalam mengamati obyek langit, misalnya yang mendekati meridian. Dia menulisnya dalam bukunya “Al-Kawākib al-durriyya fī wadh’ al-bankāmat al-dawriyya” (The Brightest Stars for the Construction of Mechanical Clocks).
Ada juga jam mekanik yang sudah digabung dengan kalender lunisolar (gabungan bulan dan matahari). Ini adalah embrio dari komputer analog. Ibn as-Syatir pada awal abad-14 membuat jam yang menggabungkan penunjuk hari universal dan kompas magnetik untuk menentukan jadwal shalat dalam perjalanan. Semakin hari jam karya insinyur Muslim semakin teliti. Abad-15 M, mereka sudah mampu menghasilkan jam yang dapat mengukur sampai detik. Presisi dalam penunjuk waktu berarti akurasi dalam navigasi, dan ini adalah modal keunggulan dalam jihad fi sabilillah, terutama di lautan.
Tinggal apakah sistem mekanis ini dioperasikan atau tidak, tergantung yang mengendalikan, “man behind the gun”. Seorang kepala sekolah dapat saja dengan suatu alasan menonaktifkan bel sekolah otomatisnya. Demikian juga dengan pemilik toko atau masinis kereta. Dampaknya tentu saja juga sistemik, meskipun lokal. Ini adalah sistem pada level praktis (pelaksana). Sistem pada level ini biasanya paling mudah diubah, begitu ganti orang, sistem bisa dengan cepat ikut diganti.
Namun di atas sistem pada level juridis, itu sebenarnya ada sistem pada level politis. Kenapa khilafah pada tahun 1884 ikut hadir dan menyetujui Konferensi Meridian yang mengadopsi Greenwich sebagai acuan? Ini tidak lepas dari pribadi Sultan Abdul Hamid II yang memiliki pemahaman yang tajam, bahwa Konvensi itu hanya kesepakatan tentang aturan teknis, bukan soal syar’i. Demikian juga mengapa kaum Muslimin belajar membuat berbagai jenis jam dari bangsa Yunani, Persia atau Cina, juga tak lepas sistem politis khilafah yang mendorong kaum Muslimin untuk mencuri teknologi dari manapun. Sistem politis yang tepat akan menjaga agar teknologi tetap dikembangkan dan digunakan secara syar’i.
Ketika sistem pada level politis membusuk, maka berbagai level sistem di bawahnya ikut membusuk. Undang-undang tidak dimutakhirkan, atau dimutakhirkan tetapi malah jadi tidak syar’i, akibatnya aturan teknisnya juga tidak punya payung yang tepat. Selanjutnya mau dibuat mekanis juga malah menzalimi orang. Dan sudah dapat dipastikan, pelaksananya akan bimbang. Pada kondisi ini, maka sistem harus diganti. Tetapi kita wajib tahu, pada level mana masalah yang dihadapi, agar penggantian sistem ini dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.
Sistem pada level politis kadang-kadang sangat kompleks, karena tak hanya menyangkut perkara di dalam negeri tetapi juga luar negeri, tidak hanya soal pejabat negara namun juga pandangan hidup rakyat yang membelanya. Kalau harus sudah pada tataran ini yang harus diubah, maka kita bicara sistem pada level ideologis.
Dalam sejarah panjang khilafah, perubahan-perubahan yang ada baru sampai ke sistem level politis. Perubahan sistem secara ideologis hanya terjadi sekali ketika khilafah dibubarkan oleh Mustafa Kamal pada tahun 1924.