Karakter Bangsa Beradab Mendiskusikan Solusi Negeri, Bukan Mengkriminalisasi

MUSTANIR.netYang sulit dalam diskusi itu membuat “jembatan pemikiran” atau “bridging” antara idealita dan realita, yang sahih secara syari’ dan rasional segera akal. Kadang kala konsep pemikiran hanya an sich dipaparkan dari sisi idealita tanpa menjelaskan konkret langkah yang ditempuh secara faktual untuk merealisasikan ide.

Sebaliknya ada yang sibuk membahas fakta. Namun kesulitan mengaitkannya dengan idealita yang dituju. Akibatnya pemikirannya terombang ambing oleh fakta, yang akhirnya berakhir dengan dua keadaan: kalau tidak pragmatis, ya fatalis.

Yang pragmatis akhirnya ikut larut dalam sistem demokrasi. Perlahan idealita perjuangan untuk menerapkan Islam menjadi kabur. Akhirnya yang tersisa hanya orientasi materi.

Yang fatalis akhirnya menjadi kaum jabariyah (determinisme). Hanya pasrah pada nasib dan menyerahkan hasil akhir perjuangan pada keyakinan. Akhirnya semboyannya “kita tidak sedang memastikan hasil, kita hanya fokus pada proses, hasilnya sepenuhnya kita serahkan pada Allah”.

Alhamdulilah, setelah penulis cukup intensif dan masif menulis sejumlah artikel tentang khilafah, mulai banyak komentar pro, kontra, kesepakatan maupun sanggahan. Khilafah semakin menjadi objek pembahasan yang biasa untuk didiskusikan.

Sejumlah bridging pemikiran, penulis coba hadirkan dengan sedapat mungkin mengaitkan idealita dengan realita, dan peta jalan untuk mengubah realita agar sejalan dengan idealita, sesuai dengan apa yang ditempuh Rasulullah ﷺ saat berdakwah memperjuangkan kekuasaan Islam di Madinah, dengan mengaitkan kondisi kekinian.

Misalnya dalam konteks mengelola SDA berupa barang tambang. Penulis jelaskan konsep kepemilikan dalam sistem kapitalisme sekuler yang mengadopsi asas liberalisme, aplikasinya berupa penguasaan tambang oleh individu, korporasi, swasta dan asing, kecilnya peran tambang dalam menopang APBN, dan berapa potensi tambang yang bisa dihasilkan jika dikelola secara mandiri.

Lalu menjelaskan Islam yang mengatur kepemilikan, tambang terkategori milik umum, dan hanya khilafah yang berwenang mengelola, hasilnya dijadikan pemasukan APBN khilafah dan diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Lalu mengaitkan hasil tambang yang nilainya besar bisa menopang APBN tanpa memungut pajak. Berikut kalkulasi potensi perolehannya setiap tahunnya.

Pemikiran seperti ini bukan pemikiran pragmatis, bukan pula fatalis. Bukan pemikiran yang hanya sebatas dogma, juga bukan ungkapan filsafat yang hanya keren di dalam benak. Melainkan suatu konsep pemikiran yang sahih dan praktis, sehingga bisa dieksekusi dalam aplikasi pengelolaan tambang berdasarkan perspektif Islam.

Tinggal umat Islam mau atau tidak?

Tinggal umat Islam rela tambang dirampok asing dan aseng, atau dikelola secara Islami dan hasilnya untuk menyejahterakan rakyat?

Tinggal menjelaskan rincian teknis khilafah mengelola harta di tengah manusia agar terdistribusi secara adil dan merata.

Nah, wajar ada sikap pro, kontra, saat membahas khilafah. Di antaranya disebabkan oleh:

• Pertama, sulitnya mengindra konsep pemikiran dan aplikasi khilafah setelah khilafah runtuh tahun 1924. Konsep khilafah ini nyaris hapus dari benak kaum muslimin.

Kaum muslimin telah dicekoki sistem demokrasi, dan setiap ada ide Islam selalu ditakar dalam konteks perspektif sekuler demokrasi. Munculnya gerakan politik Islam melalui demokrasi adalah salah satu dampak ketidakpahaman akan gambaran utuh penerapan Islam dalam institusi negara secara kaffah.

• Ke dua, banyaknya hambatan, tantangan, rintangan, dan gangguan dari para pendengki khilafah, dari orang kafir maupun orang munafik, terlebih dari adidaya negara yang terancam posisinya oleh khilafah: Amerika, Inggris, Rusia maupun China.

Mereka berupaya melakukan upaya pengaburan sekaligus penguburan substansi khilafah yang agung. Mereka, mengedarkan khilafah dengan narasi kebencian, ketakutan, fitnah, adu domba, dan sejumlah noktah-noktahnya yang tidak ada seujung kukunya ketimbang kebrutalan dan kebiadaban yang diakibatkan oleh penerapan ideologi kapitalisme maupun sosialisme.

• Ke tiga, upaya rezim antek yang melayani kepentingan Amerika dan Barat untuk menghadang khilafah, sebagai upaya untuk melindungi kekuasan mereka yang rapuh. Mereka melakukan pembungkaman melalui alienasi, persekusi hingga kriminalisasi.

Tapi semua tantangan dan hambatan itu mampu dihadapi dan dijawab secara tuntas oleh pengemban dakwah, dengan menjelaskan batilnya pemikiran ghairu Islam, membongkar pengkhianatan para penguasa antek dan kerusakan dunia yang diakibatkan oleh dominasi Amerika, Barat, dan sekutunya.

Saat ini para pengemban dakwah memasuki fase pertarungan pemikiran secara terbuka. Di mana kekuatan untuk memenangkan pertarungan ini bukan pada jumlah atau materi, melainkan kekuatan berdialektika dengan argumentasi yang sahih dan logis, menggunakan pendekatan dalil aqli maupun dalil naqli.

Seperti itulah perjalanan dakwah. Khilafah menjadi buah bibir. Rezim ketakutan ditawur umat, jika berani terbuka menyerang ide khilafah. Rezim mulai memutar otak dengan serangan menyamping, dan berupaya menghabisi lingkaran di seputar pengemban dakwah.

Lagi-lagi karena kekuatan pemikiran terletak pada kesahihan dan logisnya, argumentasi kiri dan kanan pengemban dakwah menjadi benteng kokoh yang melindungi ide khilafah. Sehingga rezim telah memasuki fase baru dari pertarungan melawan pengemban dakwah khilafah menuju era memerangi umat yang meyakini khilafah.

Ini bukanlah pencapaian yang instan. Akan tetapi sebuah hasil dari proses yang panjang dari sebuah perjuangan. Satu proses yang telah membuat sejumlah pejuang terjatuh, bangun, tergelincir, hingga terpelanting mengarungi samudera dakwah.

Posisi rezim saat ini terjepit. Kezaliman rezim telah memposisikan rezim sebagai musuh umat. Kompromi rezim dengan sejumlah elite semakin mengentalkan keengganan umat pada sistem demokrasi. Umat semakin paham bahwa posisi umat bagi para politisi dan elite hanyalah menjadi batu pijakan untuk sampai ke tampuk kekuasaan.

Fase ini menjadi fase “prime time” bagi pengemban dakwah untuk “gas pol” dalam dakwah. Tidak perlu ragu menyampaikan pemikiran secara terbuka, dengan penuh keyakinan, sepanjang tanpa kekerasan. Ada pun jika ada yang terpaksa menerima karena tidak punya argumentasi untuk menolak, itu hanya salah satu konsekuensi dari akibat dakwah.

Subhanallah.

Dahulu penulis tidak mampu membayangkan, bagaimana menjadikan khilafah dikenal seluruh umat masuk ke seluruh pintu rumah umat, bahkan menyesaki setiap kamarnya. Era sosmed ini, telah menjadi jawabannya. Di mana pemikiran, dapat menebus barikade keangkuhan dan represi kekuasaan. Karena setiap jiwa yang fitrahnya mencintai kebenaran, akan alamiah dipertemukan dengan khilafah. Termasuk Anda yang akhirnya membaca tulisan ini.

Semoga khilafah segera berdiri. Amin. []

Sumber: Ahmad Khozinudin

About Author

Categories