
Tangkap Pelaku Anarkis dan Penebar Kebencian terhadap Pengungsi Rohingya
MUSTANIR.net – Beredar di media sosial terdapat sekelompok pemuda yang menerobos masuk ke area basement Balai Meuseuraya Aceh (BMA) dan membawa paksa pengungsi Rohingya ke kantor Kanwil Kemenkumham Aceh.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, SH, MH, memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
Pertama, bahwa aksi usir paksa pengungsi Rohingya itu merupakan tindakan anarkis dan sangat memalukan.
Apabila terdapat tindakan fisik berupa pemukulan dan atau tindakan fisik lainnya, dapat ditindak. Pelaku demonstrasi yang melakukan tindakan anarkis dapat ditindak pasal 23 huruf e Peraturan Kepala Kepolisian nomor 7 tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Kemudian menyatakan bahwa kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran apabila berlangsung anarkis, yang disertai dengan tindak pidana atau kejahatan terhadap ketertiban umum, kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, dan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan barang dan/atau jiwa, kerusakan fasilitas umum, atau hak milik orang lain;
Ke dua, bahwa sepatutnya Aparat Penegak Hukum melakukan penertiban dan penindakan terhadap aktor intelektual dan para influencer media sosial yang menyebarkan disinformasi atau hoax yang berakibat pada menyulutnya emosi, memperburuk gelombang permusuhan, kebencian, dan tindakan anarkis terhadap pengungsi.
Konstitusi Memerintahkan Peduli Rohingya
Siapa dalang di balik fobia terhadap muslim Rohingya? Derasnya opini di media terkait Rohingya mendorong sebagian kecil masyarakat menolaknya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Ketua LBH Pelita Umat juga memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
Pertama, bahwa Pancasila dan UUD 1945 yang sering diagung-agungkan bahkan dianggap “di atas ayat suci” telah mengajarkan kepada kita untuk peduli terhadap “kemanusiaan” bahkan ditegaskan dengan frasa “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Ketika ada manusia, anak-anak dan wanita yang terancam nyawa di negaranya, lalu melarikan diri hingga terkatung-katung di tengah lautan ditambah sedikitnya makanan dan minuman. Lalu anak-anak dan wanita Rohingya tersebut meminta sedikit pertolongan, lantas kita mengusirnya, di mana letak “kemanusiaan yang adil dan beradab” itu, di mana nilai Pancasilanya?;
Ke dua, bahwa dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Perlu diketahui Muslim Rohingya melarikan diri ke Indonesia karena mereka mengalami pembantaian di negaranya. Menurut Organisasi Doctors Without Borders memperkirakan setidaknya ada 6.700 Rohingya, termasuk 730 anak-anak tewas dalam pembantaian tersebut. Jika kita konsisten terhadap UUD 1945 semestinya kita turut serta melakukan berbagai langkah diplomasi terhadap Nyanmar dan mendesak negara-negara lain untuk bersuara agar kekerasan dan pembantaian tidak terjadi lagi di Nyanmar dan pengungsi dapat dikembalikan;
Ke tiga, bahwa berdasarkan Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, dan menjadi dasar bagi pemerintah menjalankan berbagai bentuk upaya penanganan pengungsi yang meliputi aspek penemuan, pengaman, penampungan, pengawasan, kerjasama internasional, dan berbagai aspek lainnya. Dan berdasarkan jus cogen (instrumen hukum internasional) tidak seorang pengungsi pun dapat dikembalikan kenegara asalnya ketika hidupnya terancam;
Ke empat, bahwa apabila terdapat segelintir oknum pengungsi Rohingya berperilaku buruk, oknum tersebut ditertibkan dan diberikan sanksi. Ingat di antara mereka ada anak-anak, bayi dan wanita. Mereka juga adalah manusia, seperti kita. []
Sumber: Chandra Purna Irawan, SH, MH (Ketua LBH Pelita Umat & Mahasiswa Doktoral)