Tiga Sikap Aliran Teologi Islam dalam Menghadapi Wabah
MUSTANIR.net – Ada tiga sikap kelompok aliran teologi dalam Islam ketika menghadapi wabah bala penyakit:
1. Jabariyyah: Menyerahkan sepenuhnya pada takdir Allah, tanpa ada usaha ikhtiar. Jika terkena wabah itu takdir dari Allah, jika pun mati pun sudah takdir Allah, dan jika selamat tidak apa-apa juga sudah takdir Allah.
“Kami hanya takut sama Allah, tidak takut Corona!” (tanpa mengindahkan arahan dan himbauan)
2. Qadariyyah: Sepenuhnya yakin pada kekuatan sendiri atau mengandalkan kemampuan orang lain atau pemimpin atau pengelola negara, kecanggihan peralatan medis serta kemajuan ilmu pengetahuan. Menafikan Allah dalam setiap peristiwa dan kejadian.
“Kami tidak takut Corona. Ayo lawan Corona! Peralatan medis kita sudah canggih! Corona takut masuk Indonesia!”, dsb.
3. Ahlu Sunnah wal Jama’ah: Menyeimbangkan antara ikhtiar dan tawakkal.
Tidak terlalu takut berlebihan dan tidak pula menantang penuh kesombongan. Mendekatkan diri pada Allah dengan doa dan wiridan dan juga obat-obatan yang membuat fit badan. Senantiasa menjaga kebersihan fisik dan kebersihan bathin.
Berdoa dan memakai masker bila diperlukan. Mengikuti aturan medis juga mematuhi aturan agama dan ilmu pengetahuan. Berusaha menjauhi kerumunan massa, tapi juga tak lupa berlindung dengan Allah dari segala kemudharatan.
Kita bisa belajar kisah seorang sahabat Nabi SAW yang meninggalkan tali kekang untanya terlepas begitu saja, tanpa diikatkan di sebuah batu saat ia memasuki Masjid Nabawi untuk beribadah.
Lantas Rasulullah SAW menegurnya, “Kenapa tidak kau ikat untamu itu?”
Dia menjawab, “Aku serahkan untaku pada Allah, ya Rasulullah! Jika Allah menghendaki-Nya dia tetap ada bersamaku. Tapi jika Allah SWT menghendakinya hilang, maka dia hilang dariku!”
Rasulullah tersenyum, “Bukan begitu caranya!”
Nabi SAW mengajarkan ikhtiar dengan cara memintanya mengikat untanya, lantas Nabi SAW bersabda, “Sekarang barulah engkau bertawakkal dan serahkan semuanya pada Allah!”
Begitulah ajaran Rasulullah dalam bertawakkal yang sesuai sunnah dan ajarannya. Jika pun semua ikhtiar dan tawakkal sudah sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal, hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, barulah kita bicara soal takdir. Bukan takdir tanpa ikhtiar tanpa tawakkal.
Wallahu ‘alam. []
Sumber: Dr. Miftahur el-Banjari, MA, International Conference Presenter