
Umat Terbaik Tapi Tak Berguna
MUSTANIR.net – Karena Setan Sistemik Tak Tunduk Hanya pada Akhlak dan Ibadah Ritual
Allah memberikan label umat terbaik kepada kaum muslimin (QS 3: 110). Namun, umat yang diberikan label terbaik ini malah diam membisu, dan tidak mampu berkutik apa pun ketika melihat kezaliman merajalela.
Menurut Socrates, ada 3 level berpikir seseorang:
1. Level berpikir rendah: ketika membahas orang lain (pribadi seseorang)
2. Level berpikir rata-rata: membahas fakta
3. Level berpikir tinggi: membahas ide
Umat muslim hari ini cenderung dididik untuk memiliki level berpikir rendah.
Mengapa?
Karena ilmu dan kajian-kajian Islam yang banyak didakwahkan adalah seputar pribadi Rasulullah ﷺ saja. Seperti bagaimana pribadi Rasul yang memiliki sifat jujur, pemaaf, berakhlak mulia, dll.
Tidaklah salah jika membahas mengenai pribadi Rasul, karena kita butuh untuk meniru karakter Beliau pula. Akan tetapi, jika hanya fokus membahas pribadi Beliau saja, maka kita tidak akan pernah tahu bahwa Rasulullah ﷺ juga membawa ide.
Padahal, inti daripada dakwah Rasul adalah Beliau selalu membawa, menawarkan, dan membahas ide, yakni ideologi Islam. Maka tak heran jika kualitas para sahabat yang berjuang dan berdakwah bersama Rasul adalah orang-orang yang memiliki level berpikir tinggi untuk membangun peradaban. Mereka akan senantiasa berpikir besar, berpikir mengenai umat dan peradaban, sehingga pikiran mereka tidak berputar pada persoalan pribadi saja.
Bahkan, jika kita mengkaji Sirah Nabawiyah, alasan terbesar orang-orang Quraisy memusuhi Rasulullah adalah karena Beliau membawa ide.
Menginginkan bagaimana supaya sistem jahiliyyah Quraisy Mekkah yang banyak menimbulkan kerusakan, berubah menjadi sistem yang mampu membawa manusia menuju kehidupan yang terang di bawah naungan sang Rahmatan Lil Alamin.
Hari ini kita menyaksikan negeri kita menjerit, bencana di mana-mana, kemiskinan makin meluas, pajak yang makin mencekik, kekuasaan yang menindas kaum lemah, perzinahan dan korupsi merajalela, bahkan sumber daya alam yang terkuras habis dan lari entah ke mana.
Di sisi lain, jeritan saudara-saudara di Palestina tak kunjung reda. Umat yang kata QS Ali Imran: 110 adalah umat terbaik, namun faktanya hari ini malah ditindas, lemah, dan tak berdaya di hadapan musuh Allah.
Apakah agama yang dibawa Muhammad ﷺ tak memiliki solusi/ide akan semua kekacauan ini?
Tentu punya. Namun, mengapa tidak digunakan?
Karena ideologi yang Beliau ﷺ bawa tidak dijadikan pedoman, bahkan tidak digaungkan dan didakwahkan oleh mayoritas umat Beliau sendiri. Malah takut dengan ide Islam atas nama radikalisme.
Kita bisa melihat fakta dari beberapa berita mengenai pembubaran kajian, fitnah, bahkan propaganda-propaganda jahat (seperti moderasi beragama, terorisme, radikalisme, dll.) disematkan ke dalam orang-orang yang mendawahkan Islam sebagai ideologi.
Di sisi lain, kajian yang membahas mengenai percintaan, perasaan, hati, fiqih ibadah ritual, adu domba, atau bahkan kajian yang penuh dengan lawakan saja, cenderung lebih diminati, tanpa mau mempelajari syariat yang membutuhkan pemikiran mendalam tentang ide dan gagasan Islam, seperti aqidah, cara Rasul membangun peradaban, sistem politik, sejarah, ekonomi, atau muamalah Islam lain.
Ini membuktikan bahwa banyak umat muslim hari ini yang belum selesai dengan persoalan dirinya. Sehingga disibukkan untuk membahas hal-hal tersebut saja. Padahal ada banyak hal yang tidak kalah penting untuk dibahas. Seperti permasalahan umat akibat penerapan sistem bobrok kapitalisme-sekularisme.
Itulah alasan mengapa banyak umat muslim yang hanya mencukupkan pada mempelajari Islam ranah individu saja, cenderung tidak bisa berpikir besar sebagaimana Rasul dan sahabat.
Kualitas berpikir yang seperti inilah yang melahirkan manusia-manusia apatis, yang tidak peduli dengan kondisi masyarakat dan umat, tidak mau menyuarakan kezaliman. Yang penting bagi mereka adalah dirinya dan keluarganya aman dan bahagia saja. Maka wajar jika ketika saudara kita di Palestina menjerit, umat ini hanya bisa diam membisu seolah tak berguna dan tak berdaya untuk membebaskan penderitaan mereka.
Padahal diamnya kita melihat kezaliman adalah bentuk keberpihakan kita atas kezaliman tersebut.
Dan diamnya kita hari memang ini seolah aman dari konsekuansi yang digaungkan oleh rezim dan antek Barat, namun justru akan menjadi momok besar yang akan menjerumuskan kita ketika di akhirat kelak.
Naudzubillah.
“Sesungguhnya manusia, apabila melihat kemungkaran lalu mereka tidak mencegahnya, maka dikhawatirkan Allah akan meratakan azab kepada mereka semua.” (HR Tirmidzi no. 2168)
Dalil lain ada pada QS Ali Imran: 104, QS al-Ma’idah: 78-79, HR Muslim no. 49, HR Abu Dawud.
Islam tidak membahas mengenai akhlak, ibadah ritual, dan pernikahan saja. Tapi Islam juga membahas ide. Karena sejatinya islam adalah ideologi (way of life) yang mengatur hal remeh (seperti cara masuk kamar mandi, dll.), hingga besar seperti aturan bernegara, bilateral, ekonomi, dll. Islam punya solusi atas semua masalah yang ada hari ini.
Jadi, jangan belajar Islam dengan mengotakkan pada perkara individu saja, mungkin sekilas memang menenangkan hati, namun bukan itu alasan kita hidup di dunia ini. Dan hendaklah kita mengambil, menerapkan, dan menyuarakan ide-ide yang pernah Rasul bawa, supaya label umat terbaik sebagaimana QS 3: 110 bisa terwujud, kewajiban menjalankan Islam kaffah (QS 2: 208) terlaksana, dan kekacauan di dunia ini (baik dalam negeri, maupun luar negeri) bisa terentaskan secara komprehesif.
Sebagaimana judul ‘Umat Terbaik Tapi Tak Berguna’, tak berguna bukan karena Islam agama yang tak berguna, namun tanpa penerapan ideologi Islam, umat muslim tidak mampu berkutik apapun ketika saudara di Palestina digenosida, dan tidak bisa mengubah negerinya sendiri yang dilanda kegelapan menjadi negeri yang terang benderang.
Karena setan sistem sekuler-kapitalis yang melahirkan banyak masalah ini, tak bisa diselesaikan hanya dengan memperbaiki akhlak individu dan ibadah ritual saja. Namun perlu adanya penerapan ide Islam secara keseluruhan sebagaimana Rasulullah dalam membangun peradaban Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
Wallahua’lam. []
Sumber: Ibra Deviyana Purnomo