Aceh Singkil Mayoritas Muslim Tapi Gereja Banyak
Aceh Singkil Mayoritas Muslim Tapi Gereja Banyak
Mustanir.com – Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr Din Syamsuddin mengaku banyak menerima keluhan dari masyarakat terhadap pola pemerintah dalam menangani konflik dengan motif agama.
Masyarakat, kata Din, menghubungi dirinya yang mempertanyakan dalam kasus Tolikara, Papua, justru pelaku pembakaran diundang ke Istana Negara oleh Jokowi sementara dalam kasus Aceh Singkil, warga masyarakat tetap dipersalahkan.
Din mengungkapkan, agar rasa ketidakpuasan masayarakat itu tidak terjadi dan aksi reaksi tidak bermunculan, semestinya beragam konflik kekerasan diselesaikan secara dengan penegakan hukum.
“Harus ada upaya mencegahnya secara berkeadilan. Kalau satu kasus tidak berkeadilan nanti yang lain bertindak. Harus ditindak secara hukum,” tandas Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (15/10).
Khusus untuk kasus di Aceh Singkil, berupa pembakaran gereja liar pada Selasa (13/10) lalu, Din melihat adanya pelanggaran hukum dalam pendirian rumah ibadah itu. Apalagi, kata Din, ia menerima informasi bila di wilayah tersebut jumlah umat Islam mayoritas tetapi rumah ibadah agama lain (gereja, red) sangat banyak.
“Pastilah (masyarakat tidak menerima). Kami ulama nggak bisa mengerem mereka. Bahkan kalau perlu (kami) dilawan, kenapa (kami) diam saja, kami (masyarakat) kondisinya begini di lapangan,” kata Din.
Faktor inilah yang kata Din menjadi pemicu terjadinya aksi masyarakat. Din mengandaikan, bila di daerah yang mayoritas non Muslim lalu berdiri banyak masjid juga akan memicu kemarahan warga.
“MUI mendukung pelaksanaan peraturan dua menteri tentang pendirian rumah ibadah. Walaupun umat Islam juga mengalami kendala di Kupang, Bali dan Manokwari. Di sana Masjid tidak boleh berdiri,” ungkap Din.
Din menegaskan bila dirinya tidak menyetujui adanya tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Umat Islam sendiri, kata Din, adalah umat yang sangat toleran. (si/adj)